Udara sejuk di Situ Gunung semakin syahdu kala Abah Mudrikah (64) memainkan suling dengan lagu Es Lilin ciptaan Ibu Mursih. Saban hari, Abah Mudrikah duduk di sebuah gubuk kecil untuk menghibur wisatawan.
Meskipun di usia senja, pantang bagi Mudrikah untuk berpangku tangan pada anaknya. Dia memilih untuk menggeluti profesi sebagai pengamen musik tradisional.
Mudrikah menceritakan dulunya dia dan paguyuban seni asal Desa Sukamaju, Kecamatan Kadudampit biasa mengamen di pinggir jalan. Kegiatan itu sudah dilakoni sejak tahun 2013.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, dua tahun ke belakang, Mudrikah dan beberapa paguyuban Karinding Suryamedal mendatangi pengelola wisata Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) Situ Gunung untuk bermain musik di dalam kawasan wisata.
"Dulu-dulunya main di pinggir jalan kemudian kita ngomong sama pengelola, tolong dibuatkan tempat yang layak untuk kita mengembangkan musik khususnya musik Sunda, dibuatkan teater di dekat resto, kita isi dengan 13 orang lengkap dengan gamelan, gong, seriling, karinding dan celempung," kata Mudrikah saat berbincang dengan detikJabar belum lama ini.
Dia mengatakan respons wisatawan sangat antusias saat musik tradisional dimainkan. Ramainya pengunjung membuat Mudrikah dan para pemain semangat untuk bermain musik.
Seiring berjalannya waktu, pemain musik tradisional pun mulai disibukkan dengan kegiatannya masing-masing. Oleh sebab itu, Mudrikah memilih bermain di gubuk kecil yang terlintasi wisatawan saat mengarah ke Curug Sawer.
"Biasanya yang hadir menetap 7 orang, saya juga mewajarkan mungkin ada kesibukan lain. Hari ini cuman berdua saja," ujarnya.
Di paguyuban Karinding Suryamedal tak hanya diisi dengan pemain musik tradisional saja. Mudrikah menuturkan, paguyuban seni itu juga terdiri dari pemain jaipong, pencak silat hingga reog. Terkadang, mereka menerima panggilan undangan untuk tampil di acara-acara.
Mudrikah memiliki misi khusus saat bermain musik di Situ Gunung. Tak hanya mencari Rupiah, dia juga ingin mengenalkan dan mempertahankan seni budaya khas Sunda.
"Sambil mengenalkan seni budaya Sunda. Sebetulnya kalau terlupakan nggak, cuma agak merosot, nggak kaya dulu waktu abah kecil, seni Sunda sangat dibanggakan sekali sama masyarakat," jelasnya.
Suasana Situ Gunung yang masih asri dengan berbagai hewan liar pun tak menyurutkan Abah Mudrikah untuk beranjak bermain musik tradisional. Bahkan, beberapa kali Mudrikah sering didatangi hewan seperti monyet, lutung hingga ular.
"Nggak (takut) karena sudah tiap hari, sudah terbiasa. Kadang monyetnya, lutungnya, suka datang ke sini. Rusa juga sampai ke sini, ular juga," tutunya.
Kesenian musik suling dan karinding itu dia pelajari secara autodidak. "Belajar sendiri (autodidak) dan seiring berjalan waktu ada yang kasih tahu cara bermain alat musik misalnya kecapi suling," kata dia.
"Kadang kalau pengunjungnya ramai, capek juga nggak dirasa. Sering pengunjung yang mau (belajar) main musik Sunda atau ada juga yang ngajak foto-foto, ada yang beli alat musiknya juga," sambungnya.
Biasanya, Mudrikah bermain musik dari jam 08:00 WIB sampai 16:00 WIB. Dia berharap, dengan permainan musiknya ini dapat mengingatkan generasi muda untuk tetap mempertahankan seni budaya Sunda.
"Ya kita mah bisa dibilang orang kecil, penghasilan pun nggak seberapa tapi dengan permainan kita yang nggak seberapa ini bisa menggugah generasi muda untuk tetap panceg dina galur (teguh dalam pendirian) melestarikan budaya Sunda," tutupnya.
(sud/sud)