Asal-usul Si Kabayan, Cerita Rakyat Sunda yang Terus Bertransformasi

Asal-usul Si Kabayan, Cerita Rakyat Sunda yang Terus Bertransformasi

Dian Nugraha Ramdani - detikJabar
Minggu, 28 Apr 2024 11:00 WIB
Ilustrasi tokoh Si Kabayan.
Ilustrasi tokoh Si Kabayan. (Foto: Istimewa)
Bandung -

Cerita Si Kabayan dikenal oleh masyarakat di seantero Indonesia, setelah cerita mengenai sosok lelaki yang bodor, pemalas, terkesan bodoh, namun kerap kali tampil cerdas, itu berulang kali dibuat film.

Katakanlah film berjudul "Si Kabayan" (1975) besutan sutradara Sofyan Sharna dan dibintangi sosok yang sangat Sunda, Raden Aang Kusmayatna atau akrab dengan panggilan Kang Ibing bersama Lenny Marlina.

Judul lain, "Si Kabayan Saba Kota" dan "Si Kabayan dan Gadis Kota" (1980) disutradarai Eddy D Iskandar. Berperan sebagai Si Kabayan adalah Didi Petet, sementara sebagai istrinya, Nyi Iteung adalah Paramitha Rusyadi, dua sosok yang kental dengan Sunda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada pula "Si Kabayan dan Anak Jin" (1991), besutan Eddy D Iskandar. Bintangnya, Didi Petet dan Nike Ardila. Lalu "Si Kabayan Saba Metropolitan" (19912) besutan sutradara Maman Firmansjah. Pemerannya Didi Petet dan Nike Ardila. Sutradara yang sama juga membuat "Si Kabayan Cari Jodoh" (1994), dibintangi Didi Petet dan Desy Ratnasari.

Terakhir, "Kabayan Jadi Milyuner" (2010), dibintangi Jamie Aditya dan Rianti Cartwright, yang sama-sama bertalian darah dengan Sunda. Jamie Aditya adalah cucu sastrawan Indonesia berdarah Sunda, Achdiat Kartamihardja, sementara Rianti adalah aktris keturunan Wales-Sunda.

ADVERTISEMENT

Sepopuler itu cerita Si Kabayan sehingga cerita tentangnya terus bertranformasi dari lisan ke teks, hingga menjadi film. Lantas, siapakah Si Kabayan sebenarnya?

Asal-usul Si Kabayan

Cerita Si Kabayan dikisahkan secara lisan dari lidah rakyat ke lidah rakyat Sunda lainnya, jauh sebelum cerita itu ditulis menjadi bentuk naskah. Jika mencari rujukan cerita ini dalam tumpukan naskah-naskah Sunda kuno seperti jenis cerita pantun atau wawacan, mungkin tidak akan ditemukan.

Studi dalam Jurnal Wacadesain Volume 2 nomor 2 tahun 2021 menyebutkan, sebabnya, cerita ini berbeda dengan cerita pantun atau wawacan yang mengisahkan dongeng-dongeng tentang tokoh yang merupakan raja atau anak raja dari Kerajaan Sunda. Cerita Si Kabayan lahir dari dan tumbuh di kalangan rakyat.

Si Kabayan sendiri merupakan seorang lelaki yang tidak punya pekerjaan "formal". Sebagai manusia Sunda yang dekat dengan alam, untuk mendapatkan penghidupan sehari-hari, dia mencarinya dari alam. Misalnya dengan cara marak mencari ikan di sungai, berburu rusa bersama masyarakatnya, atau memanen umbi dan buah-buahan dari kebun mertuanya.

Jakob Sumardjo, dikutip Jurnal Wacadesain menyebutkan ada empat struktur dalam cerita-cerita Si Kabayan. Yaitu suatu cerita bisa memuat salah satu dari empat struktur itu: Pasangan antara Si Kabayan dengan istrinya Si Iteung atau di Banten dikenal sebagai Si Kendeng; Pasangan oposisi yaitu Si Kabayan dengan bapak mertuanya; Pasangan saling melengkapi yaitu Si Kabayan dengan ibu mertuanya atau neneknya; Pasangan adu kecerdasan, yaitu Si Kabayan dengan masyarakatnya.

Dari tradisi lisan, kemudian Si Kabayan ditulis sebagai cerita-cerita yang dapat dibaca. Sumber tulisan-tulisan itu tiada lain merupakan cerita lisan yang berkembang di seluruh wilayah berpenutur bahasa Sunda, sejak Banten hingga Priangan.

Lina Maria Coster-Wijsman bahkan berhasil mengumpulkan lebih dari 80 cerita Si Kabayan dari wilayah paling barat tanah Sunda itu. Temuan Coster-Wijsman yang merupakan disertasi tahun 1929 di Universitas Kerajaan Belanda itu lantas dibukukan, berjudul "Si Kabayan: Cerita Lucu di Indonesia Terutama di Tanah Sunda", diterbitkan Pustaka Jaya, 2008.

Karakterisasi Si Kabayan

Si Kabayan, paling tidak yang digambarkan M.O. Koesman (1917-1997), dalam "Si Kabayan" (Kiblat, 2013) punya karakterisasi seorang yang tampaknya pemalas, rambut kusut, dan perut sedikit nyemplu (buncit), namun cerdas dalam menghadapi segala situasi.

Dia tak pernah kehabisan akal, dan ketika harus menghadapi kemarahan apapun dari tokoh lain yang dihadapinya dalam cerita, dia tak pernah tersulut emosi. Di lain sisi, dia juga pandai memanfaatkan momentum.

Misalnya, ada cerita dalam buku Moehammad Oenoen Koesman atau M.O. Koesman itu berjudul "Moro Uncal" (berburu rusa). Masyarakat di mana Si Kabayan hidup pada suatu hari pergi ke hutan, berburu hewan untuk disembelih dan dinikmati bersama dagingnya.

Di kala orang lain berburu dengan membawa golok panjang-panjang, Si Kabayan yang menyoren sarung di badannya, hanya membawa pisau raut. Dia ditanya untuk apa pisau sekecil itu? Jawabnya, untuk menguliti rusa.

Ketika yang lain berburu, dia memisahkan diri dari yang lain dan menghampiri sebuah pohon jambu. Wajahnya tengadah, barangkali ada jambu matang. Namun, baru niat mau memanjat, terdengar teriakan para pemburu yang mengejar rusa ke arahnya.

Si Kabayan takut dan kaget, dengan refleks dia menggantung pada dahan pohon jambu, bertumpu pada kekuatan tangan untuk menahan berat tubuhnya. Namun, dahan yang digelayuti tampaknya rendah, sehingga sarung yang melilit badannya tadi, menjurai ke tanah.

Di saat yang sama, rusa yang dikejar para pemburu itu menerobos ke arahnya dan tanduknya tersangkut pada sarung itu. Rusa berontak hendak melepaskan diri dari sarung Si Kabayan, lalu Si Kabayan berteriak meminta tolong. Para pemburu mendekat dan langsung melempar tombak ke arah rusa itu.

Si Kabayan jadi pusat perhatian. Dia memanfaatkan momentum itu untuk "panjat sosial" sambil menutupi kekagetannya yang baru saja reda. Dia ditanya bagaimana cara menangkap rusa yang lumayan besar itu? Jawabnya simpel: Ah, gampang tinggal dirungkup (dilempar dengan maksud menutup) sarung saja bagian tanduknya.

Nama Si Kabayan

Tak ada yang mengetahui apa sebenarnya makna dari nama Kabayan yang tersemat sebagai nama tokoh fiktif itu. Penelusuran sejauh ini, sebagaimana dikutip dari Jurnal Wacadesain, menyebutkan bahwa secara nama, Kabayan berarti pesuruh pemerintahan dan pembawa acara dalam sedekah.

Pada kesusastraan Melayu, ada cerita Nenek Kebayan, yang jelas-jelas ini tidak ada kaitannya dengan Si Kabayan di tatar Sunda. Sebabnya, Si Kabayan adalah seorang lelaki.

Dengan data ini, yang dinilai berkesesuaian dengan sosok Si Kabayan secara arti nama adalah pembawa acara dalam acara sedekah di masyarakat, yang dalam nama lain dikenal sebagai Ki Longser.

Longser berperang sebagai pemandu acara dengan pembawaan yang terkadang jenaka. Kejenakaan itu yang tak jauh beda dengan sosok Si Kabayan. Meski, Si Kabayan jelas-jelas bukan pesuruh pemerintahan.

Kabayan Sebagai Metode

Ada banyak corak cerita Si Kabayan. Ada yang cawokah, kejenakaan sehari-hari, namun tak sedikit yang bercorak sufistik. Agaknya, Si Kabayan yang melegenda di kalangan rakyat Sunda digunakan sebagai sebuah metode untuk mengajarkan nilai-nilai itu. Misalnya, cerita "Si Kabayan Jeung Kiaina", atau cerita bercorak religius lainnya seperti "Si Kabayan Maling Tuak" dan lain sebagainya.

Jurnal Wacadesain menjelaskan, selain dapat dibaca secara awam (eksoterik), Si Kabayan dapat pula dibaca dalam versi ma'rifat (esoterik). Yaitu, bahwa Si Kabayan bukan lagi dilihat sebagai sosok lucu, melainkan cerdas dan amat serius.

"Memang lagak lakunya kadang konyol, porno, tak waras, pokoknya mahiwal, aneh-aneh, tapi itu hanya metode penyampaian ajaran belaka," tulis jurnal tersebut.

Nama Kabayan bahkan tersemat sebagai nama Abah Haji Affandi, ayah dari Wahyu Affandi atau Doel Sumbang, penyanyi yang benar-benar "sumbang" dalam melancarkan kritik-kritik sosial-religi melalui lagu-lagunya. Abah Haji Affandi termasyhur dengan nama Abah Kabayan.

Hal menarik ada di sini, dikutip dari NU Online Jawa Barat, makna Kabayan ditelusur melalui bahasa Arab. Yaitu, "bayan" dalam kata Kabayan berarti "penjelasan", sebagaimana keseharian Abah Kabayan yang berlaku sebagai mubaligh, atau penyampai penjelasan agama.

Kisah tentang Abah Kabayan, Doel Sumbang ceritakan dalam lagu yang berkisah tentang perjalanan kuliah Doel berjudul "Dosen Kucluk". Lagu ini berbahasa Indonesia. Kutipannya sebagai berikut:

"Bapakku yang tulen lahir di Cililin, Kota Wajit
Bekerja sebagai wartawan, pengarang, penyiar, mubaligh, dan pegawai negeri
Dan ibuku yang tulen lahir di Garut kota dodol
Hanya punya gelar seorang ibu rumah tangga yang baik dan terbilang orang apik."

(iqk/iqk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads