Bangunan bergaya art deco di jantung Kota Cimahi yang dulu berfungsi sebagai gedung bioskop kini ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya. Meskipun kini, bangunan itu beralih sepenuhnya dari fungsi awal.
Bioskop Rio namanya, dibangun oleh F.A.A Buse, seorang pengusaha hiburan yang memiliki jaringan usaha bioskop di beberapa daerah di Hindia-Belanda (Indonesia saat itu).
Buse mendirikan bioskop Rio pada tahun 1937. Kini Bioskop Rio tinggal kenangan, namun bangunannya tetap berdiri kokoh. Dari bioskop, kini Rio menjadi sentra penjualan ponsel dan elektronik. Tak banyak sisa-sisa yang menunjukkan bangunan itu bekas bioskop, hanya ada tulisan Rio pada fasad bangunan yang menjulang tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pj Wali Kota Cimahi Dikdik Suratno Nugrahawan mengatakan selain gedung eks Bioskop Rio, satu bangunan lain yang ditetapkan jadi bangunan cagar budaya yakni Gereja Santo Ignatius.
"Kita punya tambahan bangunan bersejarah, dua bangunan ditetapkan sebagai Cagar Budaya Kota Cimahi 2023, yaitu gedung eks Bioskop Rio dan Gereja Santo Ignatius Baros," kata Dikdik saat dikonfirmasi, Jumat (1/9/2023).
Dua bangunan bersejarah di Kota Cimahi yang usianya hampir menyentuh 100 tahun itu ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan kajian dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Cimahi. Penetapan bangunan cagar budaya itu mengacu pada UU No. 11/2010 tentang Cagar Budaya.
"Ini jadi komitmen pemerintah menjaga warisan budaya. Kemudian nanti akan bisa terlihat bagaimana kaitan sejarahnya sampai sekarang, tentu menjadi nilai yang berharga dalam perkembangan kota," ucap Dikdik.
Dengan penetapan cagar budaya tersebut, Pemkot Cimahi akan ikut dalam upaya pemeliharaan bangunan. Terlebih, pihaknya sempat meminta pada Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil untuk mengembalikan kondisi bangunan Bioskop Rio kembali ke semula.
"Sempat ditanyakan apakah ada dokumentasinya? Saya bilang ada. Jadi pertimbangan juga untuk mengembalikan atau merestorasi bangunan tersebut. Nanti kita bicara dengan pihak Jaswita Jawa Barat selaku pengelola," tutur Dikdik.
Sementara Gereja Santo Ignatius, juga kental akan nilai sejarah karena berdiri sejak tahun 1906. Gereja yang masih berdiri kokoh dan berfungsi dengan sangat baik itu dibangun untuk menunjang peribadatan tentara Belanda di Cimahi.
Menilik dari sejarahnya, keberadaan Bioskop Rio dan Gereja Santo Ignatius berkaitan erat dengan peran Kota Cimahi sebagai Garnisun. Cimahi memang didesain sebagai garis pertahanan oleh Belanda.
"Sejak zaman Hindia Belanda Cimahi sudah dikenal sebagai kota militer. Jadi ketika Cimahi ditetapkan sebagai garnisun itu ada sekitar 4 batalyon atau sekitar 4 ribu sampai 5 ribu tentara yang kemudian tinggal di Cimahi," ungkap Pegiat sejarah Cimahi sekaligus anggota TACB pada Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Cimahi, Mahmud Mubarok.
"Dari situ juga, kemudian menjadikan Cimahi sebagai kota dengan jumlah tentara terbesar di Hindia Belanda (sebutan Indonesia zaman dulu)," lanjut Mahmud.
Banyaknya prajurit yang tinggal di Cimahi, dibarengi dengan pembangunan kawasan tempat tinggal perwira tentara Belanda mulai dari pangkat tinggi sampai terendah. Tempat tinggal mereka dipisah per kawasan.
"Sebetulnya ya karena memang prajurit itu perlu tempat tinggal, apalagi perwira-perwiranya ya. Akhirnya dibuatlah kawasan tempat tinggal, per kawasan tidak menyatu," ucap Mahmud.