Desa Astana merupakan salah satu daerah di Kabupaten Cirebon yang menyimpan jejak sejarah penyebaran Islam di Nusantara. Di desa ini terdapat komplek permakaman yang jadi tempat dikebumikannya salah satu tokoh penyebar Islam ternama.
Dia adalah Syekh Syarif Hidayatullah. Tokoh ternama yang juga dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati ini merupakan salah satu dari sembilan wali atau Wali Songo. Ia merupakan salah seorang sosok yang berperan besar dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa.
Saat ini, komplek permakaman Sunan Gunung Jati telah menjadi destinasi wisata religi atau tempat berziarah yang sering didatangi banyak orang. Hampir setiap hari, ada ratusan hingga ribuan orang yang datang untuk berziarah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini boleh jadi merupakan salah satu bukti atas kemasyhuran sosok Sunan Gunung Jati. Tidak hanya dari Indonesia, di antara para peziarah juga bahkan ada yang datang dari luar negeri.
Objek wisata religi makam Sunan Gunung Jati ini tepatnya berada di area perbukitan yang dikenal dengan nama Gunung Sembung, Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Jika dari pusat Kota Cirebon, komplek permakaman Sunan Gunung Jati berjarak sekitar 4,5 Kilometer dan bisa ditempuh dalam waktu kurang lebih delapan menit. Lokasinya sendiri bisa diakses dengan kendaraan roda dua ataupun roda empat.
Saat memasuki area komplek permakaman Sunan Gunung, di area ini banyak terlihat ornamen-ornamen keramik khas Tionghoa. Ornamen-ornamen itu banyak terpasang di gapura hingga di dinding-dinding kompleks permakaman Sunan Gunung Jati.
Menurut Pemerhati Sejarah Cirebon, Sidik, ornamen-ornamen keramik yang banyak ditemukan di komplek permakaman Sunan Gunung Jati itu berasal dari negeri Cina. Benda-benda itu dibawa langsung oleh Putri Ong Tien yang merupakan istri dari Sunan Gunung Jati.
Sidik mengatakan, di komplek permakaman Sunan Gunung Jati terdapat sembilan pintu. Dari ke sembilan pintu tersebut, untuk masyarakat umum yang ingin berziarah hanya diizinkan sampai pada pintu ke tiga. Selebihnya, hanya keluarga keraton dan keturunan Sunan Gunung Jati serta juru kunci yang diperbolehkan masuk.
Adapun pintu ke tiga di komplek permakaman Sunan Gunung Jati ini bernama Pintu Pasujudan. Di area ini, masyarakat peziarah biasanya akan duduk untuk melaksanakan tahlil dan berdoa. Baik berkelompok maupun dengan cara sendiri-sendiri.
"Kalau masyarakat ingin berziarah itu di pintu Pasujudan. Selebihnya itu khusus untuk keluarga keraton atau keturunan Sunan Gunung Jati," kata dia saat berbincang dengan detikJabar di Cirebon, Rabu (9/8/2023).
"Karena di dalam makam Sunan Gunung Jati banyak benda-benda berharga yang memiliki nilai sejarah. Sehingga tidak sembarang orang boleh masuk," kata dia menambahkan.
Menariknya, para peziarah yang datang ke komplek permakaman Sunan Gunung Jati ini ternyata bukan hanya masyarakat muslim. Di antara para peziarah, ada juga masyarakat Tionghoa yang sering datang ke sini.
"Memang selain umat Islam, yang ziarah juga ada yang dari masyarakat Tionghoa. Tujuannya berziarah ke Putri Ong Tien. Dan untuk masyarakat Tionghoa itu ada tempatnya sendiri untuk berziarah," kata Sidik.
Dikunjungi Peziarah dari Mancanegara
Hampir setiap hari, komplek permakaman Sunan Gunung Jati selalu dikunjungi oleh para peziarah yang datang dari berbagai daerah. Bukan hanya Indonesia, tidak jarang ada juga para peziarah dari mancanegara. Seperti Malaysia, Singapura, Brunei dan beberapa negara lainnya.
"Dari luar negeri banyak yang datang ke sini. Ada yang dari Malaysia, Brunei, Singapura," kata salah satu juru kunci komplek permakaman Sunan Gunung Jati, Suheri saat berbincang dengan detikJabar, belum lama ini.
Di hari-hari biasa, setidaknya ada ratusan hingga ribuan orang yang datang ke tempat ini untuk berziarah. Sementara di hari libur maupun di momen-momen tertentu, jumlah pengunjung biasanya akan semakin membeludak.
Momen-momen tertentu yang dimaksud antara lain seperti malam jumat, menjelang bulan suci Ramadan dan di momen-momen lainnya.
"kalau di hari libur itu bisa lebih rame. Yang datang itu bisa sampai seratus bus yang kapasitasnya 50 orang per bus," kata Suheri.
"Malam Jumat juga rame. Tapi kalau malam Jumat itu kebanyakan warga Cirebon yang datang. Terus kalau menjelang puasa itu lebih banyak lagi. Bahkan busnya aja sampai kadang ngga muat di parkiran," tambah dia.
Komplek permakaman Sunan Gunung Jati sendiri buka setiap hari selama 24 jam. Maka tak heran jika area ini selalu ramai baik di siang maupun pada malam hari.
Tidak ada biaya masuk bagi masyarakat yang ingin berziarah ke komplek permakaman Sunan Gunung Jati. Meski begitu, masyarakat bisa memberikan uang seikhlasnya kepada juru kunci yang bertugas di area tersebut.