Di Kota Sukabumi ada Jalan Karamat. Penamaan jalan yang cukup unik ini bukan tanpa alasan atau bahkan asal-asalan. Ada asal-usul dan sejarah yang melatarbelakangi penamaan jalan tersebut.
Jalan Karamat ini juga meliputi penamaan kelurahan di Kota Sukabumi, tepatnya di Kecamatan Gunungpuyuh. Jalan Karamat memiliki panjang sekitar 1,6 kilometer jika dihitung dari pertigaan Jalan Bhayangkara, Kota Sukabumi.
Secara umum, Karamat berasal dari bahasa Sunda yang artinya Keramat. Konon di jalan tersebut ada makam ulama penyebar Islam yang memiliki karomah (kelebihan) pada zaman lampau.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Awalnya dari makam yang kita anggap keramat, bahasa kita kan karamat itu keramat. Jadi dari bahasa Sunda. Ada dua pengertian yang satu makam karamat dan kedua ada pendakwah yang memiliki karomah namanya Eyang Suryanagara," kata sejarawan sekaligus Ketua Yayasan Dapuran Kipahare Irman Firmansyah saat ditemui detikJabar, belum lama ini.
Penamaan Jalan Karamat itu sudah ada sejak zaman Belanda kolonial murni. Hal itu diperkuat dengan gambar peta pada tahun 1899. Saat itu hanya ada kawasan yang disebut Karamat dan Kopeng di Kota Sukabumi.
"Makanya dulu sempat di daerah Karamat-Kopeng banyak ditemukan benda-benda peninggalan di bawah, di sistem irigasinya karena memang dulu sudah menjadi pemukiman. Makanya pemukiman itu bisa dilihat kalau di situ ada makam kuno berarti itu pemukim awal, sebagian lainnya daerah baru yang dibuka dan ditinggali," jelasnya.
Dia mengatakan, sosok Eyang Suryanagara sangat memberikan dampak manfaat atas penyebaran Islam di Sukabumi. Beliau merupakan penyebar Islam di daerah utara.
"Kalau dulu Sukabumi itu berkelompok-kelompok sesuai dengan siapa pimpinannya salah satunya di Karamat itu," ujarnya.
Sayangnya, makam Eyang Suryanagara kini sudah tak ada lagi di sekitar Jalan Karamat. Pihaknya sempat meneliti lokasi tersebut yang saat ini diubah menjadi pos pengamanan.
"Dipindahkan makamnya ke arah utara. Jadi memang sudah tidak ada lagi bentuk fisik makamnya, dulu itu dibungkus kain putih (batu nisannya)," sambung dia.
Bukan hanya menyebarkan Islam, Eyang Suryanagara juga mendirikan sebuah wilayah khusus (seperti pesantren). Pada zaman dulu, jika ada pendirian wilayah yang cukup besar maka dapat diakui oleh VOC. Namun wilayah Karamat tak masuk dalam kategori tersebut.
"Kalau sekarang bisa disebut pesantren, dia bikin suatu identitas tempat belajar, zaman dulu disebutnya senapati karena seolah-olah punya pemerintahan sendiri. Memang itu di bawah VOC atau Belanda, daerah-daerah seperti Sukabumi kontrolnya tidak langsung sehingga masing-masing punya wilayah sendiri kalau jadi besar nantinya diakui, tapi orang Islam lebih ke dakwah jadi dia nggak sampai membuat satu entitas pemerintah baru," jelasnya.
"Kalau Sukabumi karena biasanya orang Islam itu tidak begitu polanya jadi hanya sekedar kemasyarakatannya saja. Perannya menyebarkan Islam dan santri-santrinya juga menyebarkan Islam ke daerah lain, jadi melahirkan ulama-ulama baru, dari situ awalnya," sambungnya.
Selain ada peran ulama, ada juga mitos yang berkembang di masyarakat. Apabila ada yang melintas Jalan Karamat, maka tak boleh berbicara kalimat jorok.
"Mitos tiba-tiba kesurupan. Wallahu A'lam tapi masyarakat masih percaya hal itu. Kalau lewat situ nggak boleh ngomong jorok karena itu area Muslim, kalau dulu ngomong jorok jadi sering ada kejadian," tutupnya.