Bagi masyarakat zaman sekarang mendapatkan jadwal waktu salat adalah perkara mudah. Tinggal ketik di mesin pencari Google, jadwal waktu salat dengan sekejap didapat.
Bahkan Kementerian Agama juga setiap bulan mengirim jadwal waktu salat ke masjid di semua wilayah. Sehingga pengelola masjid tak perlu repot lagi menentukan waktu mengumandangkan azan.
Baca juga: Kembalinya Mahkota Emas 8 Kilogram ke Ciamis |
Kondisi ini tentu berbeda dengan situasi zaman dulu, penentuan waktu salat membutuhkan sedikit upaya dan trik dengan peralatan manual.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jam istiwa atau jam matahari demikian alat sederhana yang digunakan banyak masjid di Tasikmalaya atau bahkan di Nusantara untuk menentukan tiba waktu salat.
Salah satu jam istiwa yang masih ada dan memiliki bentuk menarik terdapat di Masjid As Sa'adah, Kampung Citamiang, Kelurahan Tanjung, Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya.
Jam istiwa di masjid ini dibuat pada 1921. Bentuknya unik, mirip tugu atau prasasti dengan hiasan keramik zaman dulu yang artistik.
Cara kerja jam istiwa ini tergolong sederhana. Batang besi sebesar dan sepanjang kelingking ditanam tegak lurus di atas tugu. Di bawahnya terdapat bidang datar berbahan sejenis marmer. Lengkap dengan penunjuk waktu salat.
"Untuk membaca jam istiwa ini patokannya adalah waktu zhuhur. Ketika bayangan batang besi ini tidak nampak, berarti matahari berada tepat di atas kita, dan itu artinya waktu Dzuhur," papar Rahmat (40), pengurus DKM As Sa'adah, Jumat (26/5/2023).
Dia mengatakan masjid bergaya arsitektur klasik dan jam istiwa itu dibangun oleh mendiang kakek buyutnya KH M Bakri atau dikenal warga dengan nama Mama Bakri sekitar tahun 1920.
"Leluhur kami ini adalah ulama di wilayah Kawalu. Bahkan dapat dikatakan penyebar Islam, karena konon di wilayah ini dulunya masih banyak warga yang berpaham animisme. Di sini juga ada pesantren," kata Rahmat.
Kembali ke jam istiwa, Rahmat mengatakan saat ini jam tersebut sudah tak digunakan lagi. Namun dipajang atau jadi tugu di depan masjid sebagai saksi sejarah serta sarana edukasi bagi anak-anak.
"Ya jarang digunakan kan setiap bulan jadwal salat dikirim oleh MUI atau Kemenag. Zaman sudah serba canggih," kata Rahmat.
Atik (60) cucu dari Mama Bakri mengatakan di tahun 80-an jam istiwa tersebut masih digunakan terutama saat pelaksanaan salat Jumat. Sebelum adzan dikumandangkan ada petugas yang mengamati jam istiwa. Ketika bayangan batang besi menghilang, bedug ditabuh dan adzan Dzuhur dikumandangkan.
![]() |
"Kalau dulu waktu saya kecil setiap waktu salat diperiksa, melihat dulu istiwa. Semakin ke sini, hanya salat Jumat, terus semakin ke sini tak lagi digunakan," kata Atik.
Lantas ketika hari hujan atau tak ada sinar matahari, maka pihak DKM akan mengacu kepada waktu salat sehari sebelumnya. "Kalau hujan atau mendung, maka mengacu pada hari sebelumnya. Misalnya kemarin dzuhur jam 12.05 WIB ya hari ini juga sama jam itu," kata Rahmat.
Dia menambahkan pengamatan jam istiwa juga dilakukan 3 hari sekali, tidak tiap hari. Karena pergerakan atau perubahan waktu salat bergeser setiap 3 hari.
Baca juga: Kembalinya Mahkota Emas 8 Kilogram ke Ciamis |
Selain penunjuk waktu salat, jam istiwa juga menurut Rahmat dijadikan alat untuk mengkalibrasi arah kiblat. "Untuk menentukan arah kiblat ada rumusnya, ya bagian dari ilmu falaq," kata Rahmat.
Tugu jam istiwa di Masjid As Saadah ini dihiasi oleh keramik-keramik klasik. Tak heran jika selalu mampu menarik perhatian jamaah yang salat di masjid ini. "Keramiknya mirip dengan yang ada di Masjid Agung Demak. Sebenarnya setiap masjid zaman dulu pasti punya istiwa, namun mungkin kami salah satu yang keberadaannya masih terjaga," kata Rahmat.
(iqk/iqk)