Desa Sukasirna, Kecamatan Campakamulya, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat merupakan desa yang unik. Ratusan warga di sejumlah kampung di sana merupakan perajin boboko, nyiru, aseupan, hingga kerajinan tangan untuk peralatan rumah tangga berbahan bambu.
Desa ini merupakan salah satu desa pelosok Cianjur yang berbatasan dengan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat.
Meskpun jaraknya hanya sekitar 60 kilometer dari perkotaan Cianjur, namun untuk bisa sampai ke desa ini membutuhkan waktu sekitar 3 hingga 4 jam perjalanan. Jalan yang rusak serta medan perbukitan membuat kendaraan roda empat cukup sulit untuk menjangkau desa ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun sepanjang perjalanan kita akan disuguhkan pemandangan indah pegunungan dengan terasering sawah yang tak kalah indah dengan Ubud, Bali.
Begitu memasuki desa, salah satunya di Kampung Sukasari tampak warga duduk di setiap halaman rumah. Bukan sekadar duduk dan nongkrong tetapi mereka menganyam lembaran potongan bambu menjadi kerajinan tangan untuk perabotan rumah tangga tradisional.
Kaum ibu, anak-anak, hingga bapak-bapaknya saling bekerjasama memproses batang bambu menjadi anyaman seperti boboko, nyiru, aseupan, dan lainnya.
Tidak hanya di teras rumah masing-masing, terlihat juga beberapa warga berkumpul di pos ronda hingga di halaman rumah. Seraya mengayam, mereka mengobrol hal ringan yang mengundang tawa.
Meski sambil mengobrol, tangan terampil mereka tetap dengan rapi menyusun setiap lembaran menjadi anyaman tanpa ada kesalahan.
Aktivitas itu biasanya dilakukan mulai dari pukul 13.00 WIB hingga menjelang petang. Tepatnya setelah warga selesai dengan urusannya menggarap sawah.
"Warga sini memang merupakan perajin anyaman bambu. Ada yang buat boboko, ada yang buat, aseupan, ada juga yang membuat nyiru. Bukan hanya ibu-ibunya, tapi bapak-bapak dan anak-anak juga membantu. Biasanya dilakukan siang sampai sore, setelah dari sawah," ujar Neneng (40), perajin anyaman bambu di Kampung Sukasari, Desa Sukasari belum lama ini.
Menurut dia, aktivitas itu dilakukan untuk mengisi waktu luang. Dalam sepekan Neneng mengaku bisa membuat puluhan buah boboko dan nyiru.
"Tidak gampang membuat boboko atau nyiru. Kalaupun dikebut biasanya sehari bisa membuat hanya dua buah. Makanya bisanya dalam sepekan hanya bisa puluhan buah. Ini juga sebatas sampingan, mengisi waktu luang," kata dia.
Meski begitu, uang yang diterima cukup lumayan untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Dalam sebulan, satu perajin bisa mendapatkan uang ratusan ribu rupiah.
"Tergantung banyaknya bikin. Satu boboko itu kan harga dari perajin ke pengepul itu Rp 8 ribu untuk yang ukuran sedang. Kalau sebulan bisa membuat 50 buah, bisa dapat uang Rp 400 ribu. Kalau bisa lebih banyak lagi, tambahan uang buat bulanan jadi bertambah," kata Neneng.
Sekdes Sukasirna Kecamatan Campakamulya Sobarna mengatakan, di Desa Sukasirna terdapat empat kampung yang warganya merupakan perajin anyaman bambu, mulai dari Kampung Sukasari, Kampung Ciherang, Kampung Pasirgombong, hingga Ciguling.
"Dari empat kampung itu, total ada 300 perajin anyaman bambu. Jadi memang desa ini dikenal sebagai desa perajin Boboko, Nyiru, Aseupan, atau kerajinan tangan lain dari bahan baku bambu," kata dia.
Menurut Sobarna, membuat anyaman bambu merupakan pekerjaan sampingan bagi warganya. Tetapi uang yang dihasilkan cukup untuk meningkatkan perekonomian warga, di samping pekerjaan utama sebagai petani.
"Sebagian besar warga di sini bekerja sebagai petani. Sebagai petani tentunya uang yang dihasilkan tidak besar, makanya pekerjaan sampingan menjadi perajin anyaman cukup untuk menambah pemasukan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Rencananya Pemdes juga mengembangkan produk anyaman dan menjadikannya ikon UMKM desa," ucap dia.
"Karena meskipun di era modern, permintaan pasar pada kerajinan tangan untuk perabotan tradisional masih tinggi," tambahnya.
Warisan Turun-temurun
Keahlian sebagai perajin anyaman bambu menjadi boboko, nyiru, hingga aseupan ternyata didapat warga Desa Sukasirna, Kecamatan Campakamulya secara turun-temurun.
Hal itu diungkapkan Dede (54) perajin sekaligus pengepul anyaman bambu. Menurutnya, pendahulu Desa Sukasirna kerap memanfaatkan bambu sebagai kerajinan tangan untuk membuat perabotan rumah tangga.
"Di sini kan bambu melimpah, pohonnya tumbuh hampir di setiap sudut desa. Nenek saya dulu sering membuat sendiri perabotan seperti aseupan, boboko, nyiru, dan lainnya," ungkap Dede.
Kemampuan itu, kemudian diwariskan kepada anak hingga cucu, dari generasi ke generasi.
"Biasanya sambil duduk di tepas (teras rumah tradisional), nenek saya bikin boboko. Saya disuruh memperhatikan. Setelahnya disuruh untuk mencoba. Sampai akhirnya jadi bisa dan mahir. Tidak hanya saya, tapi warga lain juga begitu. Jadi anyaman bambu ini diwariskan turun-temurun, dari dulu sampai sekarang. Makanya anak-anak sekarang di desa ini bisa membuat boboko atau nyiru," kata Dede.
Sekdes Sukasirna Kecamatan Campakamulya Sobarna mengatakan kerajinan anyaman bambu di Desa Sukasirna merupakan kekayaan budaya yang diwariskan, oleh karena itu warisan tersebut akan dijaga.
"Kita akan jaga warisan budaya ini, dan akan dikembangkan supaya generasi ke depan tetap bisa. Bahkan kita berencana menjadikan desa ini sebagai sentra anyaman bambu," pungkasnya.