7 Tradisi Perayaan Maulid Nabi di Jawa Barat

7 Tradisi Perayaan Maulid Nabi di Jawa Barat

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Sabtu, 08 Okt 2022 16:15 WIB
Tradisi Panjang Jimat
Prosesi Panjang Jimat. Foto: Laman Disbudpar Cirebon Kota
Bandung -

Mayoritas penduduk Tanah Sunda menganut agama Islam. Menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW, biasanya masyarakat berbondong-bondong beribadah dan mendengarkan ceramah di masjid. Selain itu, orang Sunda juga melakukan upacara 'hajat' atau selamatan. Beberapa tradisi mungkin masih dilestarikan di beberapa daerah. Selengkapnya, simak tujuh tradisi perayaan Maulid Nabi di Tanah Sunda berikut.

1. Panjang Jimat

Panjang Jimat adalah tradisi Maulid Nabi di Keraton Cirebon untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabi. Dalam prosesinya, panjang jimat dirayakan dengan cara mengarak makanan. Barisan orang mengarak nasi tujuh rupa atau nasi jimat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dijelaskan dalam laman Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Cirebon Kota, latar belakang panjang jimat adalah warisan dari Kalifah Sholahuddin Al Ayubi, setelah wafatnya Nabi Muhammad. Sholahuddin selalu merayakan maulud dengan berbagai upacara yang berlangsung marak dengan bertujuan agar umat muslim selalu ingat dan meneladani Muhammad.

Arti Panjang Jimat adalah kita ingat bahwa piring besar yang terbuat dari keramik, orang menyebutnya Panjang. Sedangkan Jimat artinya bentuk barang apa pun pada umumnya benda pusaka yang mengandung momentum penting bagi seseorang.

ADVERTISEMENT

Prof. Dr.Suprapto, M.Ag. menjelaskan prosesi ini dalam bukunya yang berjudul Dialektika Islam Dan Budaya Nusantara dari Negosiasi, Adaptasi Hingga Komodifikasi. Dijelaskan bahwa Panjang Jimat di Cirebon, Jawa Barat merupakan tradisi tiap tahun oleh Keraton Cirebon.

Upacara tahunan ini biasa dihadiri ribuan masyarakat dari berbagai daerah. Masyarakat mendatangi tiga situs keraton yakni kanoman, kasepuhan, dan kacirebonan. Selain di keraton, acara juga digelar di makam Sunan Gunung Jati.

Upacara digelar malam hari sekitar pukul 21.00 WIB. Di keraton Kanoman, acara ditandai dengan pemukulan lonceng Gajah Mungkur sebanyak 9x. Setelah itu, Pangeran Patih PRM Qodiran mewakili Sultan Kanoman XII Sultan Raja Muhammad Amirudin yang menggunakan pakaian jubah berwarna Emas keluar dari ruang mande mastaka menuju bangsal jinem.

Di bangsal Jinem, pangeran menerima sungkem dari pangeran komisi, Rohim, sebagai tanda dimulainya proses panjang jimat. Selama prosesi upacara digelar, Pangeran Patih sama sekali tidak diperkenankan bicara sedikitpun. Ini dilakukan sebagai simbol istiqomah.

Peluit pun turut dibunyikan agar warga memberi jalan untuk iringan keluarga kerajaan dan abdi dalem menuju langgar alit, yaitu tempat peribadatan yang berjarak sekitar 500 meter. Selama prosesi, shalawat dipanjatkan kepada Nabi.

Iring-iringan rombongan dikuti oleh rombongan wanita bangsawan yang tidak sedang datang bulan. Mereka membawa barang pusaka keraton, dan perlengkapan rumah tangga seperti piring, lodor, kendi dan barang peningglan sejarah lainnya.

Prosesi berakhir di Masjid Agung Kanoman dengan pembacaan riwayat Nabi, barzanji, zikir, dan shalawat serta doa bersama. Kemudian tepat pukul 24.00 WIB, acara dilanjutkan dengan makan bersama. Seluruh nasi dan lauk pauk yang dibawa rombongan dibagikan kepada keluarga sultan, famili, abdi dalem, dan seluruh warga yang berada di luar halaman masjid.

2. Ngumbah Pusaka

Bertempat di Museum Prabu Geusan Ulum, Sumedang, setiap awal bulan Maulid (Rabiul Awal) diadakan tradisi mencuci pusaka atau ngumbah pusaka koleksi museum dan gedung negara. Waktu penyucian terkadang tidak di awal bulan, tapi rentang tanggal 1-11 Rabiul Awal. Tujuannya untuk hromati jasa leluhur dalam majukan negara dan agama.

Dalam melaksanakan tradisi ini, ada tahapan yang harus dilakukan sebelum pusaka tersebut dicuci atau dibersihkan, seperti koleksi pusaka tersebut pertama akan diarak mengelilingi kompleks museum serta gedung kenegaraan.

3. Ngalungsur Pusaka

Mirip dengan tradisi ngumbah pusaka, di Garut, Jawa Barat diselenggarakan tradisi ngalungsur pusaka menjelang bulan Maulid. Pada prosesi ini, pusaka peninggalan susnan rohmat atau dikenal dengan kian santang dibersihkan sekali setahun.

Tradisi ini sering dilakukan dengan cara membersihkan berbagai pusaka peninggalan Sunan Rohmat, atau yang lebih dikenal dengan nama Kian Santang.

Benda pusaka itu dibersihkan dengan air bunga-bunga dan digosok dengan minyak wangi supaya tidak berkarat. Lokasi pusat perayaan dilangsung di Makam Kampung Godog, Desa Lebak Agung, Kecamatan Karangpawitan.

4. Maulid Nabi dengan Kesenian Angklung Gubrag

Disadur dari buku Modal Sosial Masyarakat Jawa Barat dalam Pengembangan Ekowisata oleh E.K.S. Harini Muntasib dkk, ada salah satu tradisi adat warga Desa Argapura, Kampung Cipining, Bogor, Jawa Barat.

Warga Desa Argapura masih memiliki kepercayaan adat leluhur dengan norma agama Islam. Bersama sesepuh kesenian Angklung Gubrag yang dihormati warga, mereka merayakan hari besar agama Maulid Nabi atau Isra Mi'raj dengan melakukan tradisi yang diiringi angklung gubrag.

Namun kini, warga masyarakat Argapura umumnya sudah tidak mengadakan penyelenggaraan tradisi adat tersebut. Hanya saja sesepuh kesenian Angklung Gubrag melakukan pemandian atau pembersihan pusaka angklung gubrag keramat pada bulan Sura.

5. Mandi di Awal Bulan Sura

Dalam buku Dakwah Kreatif: Muharram, Maulid Nabi, Rajab dan Sya'ban oleh Dra. Udji Asiyah, M.Si, menjelaskan salah satu prosesi perayaan Maulid Nabi di Sukabumi, Jawa Barat.

Di awal bulan Sura, ada ritual mandi suci di kawasan Pelabuhan Ratu. Ribuan pengunjung ramai terjun ke muara pinggiran untuk menyucikan diri. Namun kini, mungkin prosesi ini sudah jarang dilakukan.

6. Muludan

Dalam jurnal berjudul Budaya dan Agama Sebagai Identitas Islam Nusantara: Kajian Atas Tradisi Marhaba'an / Maulid Nabi di Tanah Sunda oleh Ridhoul Wahidi, mencoba menjelaskan tradisi muludan ini.

Tradisi Muludan sering juga disebut dengan Marhaba'an. Disebut muludan karena dilakukan pada bulan Rabiul Awal yang dalam masyarakat Sunda bulan tersebut lebih dikenal dengan bulan Mulud, diambil dari bahasa Arab Maulid atau Maulud.

Muludan dilakukan dirumah-rumah warga dengan bergiliran selama Maulud Nabi. Tuan rumah mengundang masyarakat untuk hadir dalam acara yang diadakan. Waktunya pun tidak terbatas, namun biasanya diadakan setelah shalat asar, magrib atau isya.

Tradisi ini dipelopori oleh seorang kyai dan sesepuh masyarakat yang mampu menghidupkan kegiatan keagamaan pada waktu itu. Tradisi ini berkembang turun temurun begitu saja. Biasanya, hadirin memberikan secarik amplop berisi uang dengan tujuan untuk mengurangi rasa minder masyarakat yang ingin mengadakan acara muludan dirumah mereka.

7. Upacara Adat Nyangku

Penjelasan upacara Adat Nyangku berhasil didapatkan dari jurnal bertajuk Nyangku: Implementasi Nilai-Nilai Sosial Melalui Ritual Upacara Adat Desa Panjalu Ciamis Jawa Barat oleh Mirna Nur Alia Abdullah dan Richi Rivaldy Setiawan Putra.

Dijelaskan bahwa upacara Adat Sakral Nyangku merupakan upacara adat warisan dari raja-raja Panjalu yang masih menjadi tradisi turun temurun masyarakat Panjalu, Ciamis, Jawa Barat.

Upacara Adat Sakral Nyangku biasa diadakan satu kali dalam setahun yaitu pada bulan Rabiul Awal tahun Hijriyah minggu terakhir. Pelaksanaan biasanya pada hari Senin atau hari Kamis.

Nilai spiritual dalam pelaksanaan upacara tradisional tersebut selalu berhubungan dengan panjatan doa untuk memohon keselamatan pada Allah SWT. Upacara ini bukan hanya suatu kebudayaan yang dilaksanakan setahun sekali di Panjalu.

Pada zaman dahulu, upacara Adat Nyangku merupakan suatu acara ritual yang dianggap agung. Sebab prosesi ini menjadi sarana penyebaran agama Islam pada kerajaan Panjalu dulu.

Diceritakan bahwa dulu, Prabu Syanghiang Borosngora mengadakan Upacara Adat Nyangku ini bertujuan untuk menyebarkan Agama Islam di Panjalu. Menggunakan alat Musik Gembyung, masyarakat diminta berkumpul untuk diberi dakwah tentang nilai-nilai Islam dengan damai.

Tetapi, upacara Nyangku saat ini dilaksanakan sebagai penghormatan kepada raja-raja terdahulu Panjalu dan untuk melestarikan kebudayaan khas Desa Panjalu.




(aau/aau)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads