Terdapat legenda pada nama Desa Lamaran Tarung di Kabupaten Indramayu. Sebab, kedua suku kata Lamaran Tarung mengandung makna bertolak belakang. Ada banyak versi yang menyebut asal-usul desa tersebut.
Desa Lamaran Tarung, Kecamatan Cantigi, Kabupaten Indramayu, memiliki cerita yang berkembang di masyarakat. Konon, dahulu kala di desa ini terdapat pohon bernama lamaran.
Pohon lamaran yang diceritakan tokoh sepuh Raskilah (90), bermula dari pengembaraan putra Prabu Siliwangi dan Nyi Subang Larang, Pangeran Walang Sungsang atau dikenal Mbah Kuwu Sangkan ke wilayah utara (Indramayu). Ia bercerita, Mbah Kuwu datang dan menancapkan sebuah tongkat kayu di tengah sungai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tadinya jalan ini sungai besar, terus Mbah Kuwu tancapkan tongkat kayu dan jadilah pohon lamaran," kata Raskilah belum lama ini.
Kemudian tongkat tumbuh menjadi pohon besar yang bernama pohon lamaran. Ranting-ranting yang tumbuh rindang seolah terlihat sedang bertarung. Sehingga, desa itu menjadi nama lamaran tarung.
Versi lainnya, Kepala Desa Lamaran Tarung, Darjono menceritakan, zaman dahulu ada fenomena perebutan wanita cantik di Desa Pecuk. Lantaran banyak yang melamar, Nyi Suro menghindar dan lari ke alas lamaran (Desa Lamaran Tarung) dan berganti nama menjadi Nyi Suwari.
Keberadaan Nyi Suwari atau Nyi Suro masih mudah ditemukan. Sehingga, Nyi Suwari terpaksa menggelar sayembara bagi para ksatria yang melamarnya. "Nyi Suro atau Nyi Suwari yang lari ke sini akhirnya membuat sayembara, yang menang dapat menikahinya," cerita Darjono.
![]() |
Dari kisah lamaran dan pertarungan yang diceritakan Darjono, menjadi salah satu asal muasal Desa Lamaran Tarung. Legenda itu pun masih membekas di perbatasan Desa Lamaran Tarung. Pohon besar yang tumbuh di tengah jalan menjadi situs bersejarah leluhur. Situs Buyut Nyi Ratu Suwari.
Dalam situs ini, terdapat pohon bernama pohon lamaran, pohon panggang, dan pohon wungu. Namun, sisa pohon yang masih tumbuh hanya pohon panggang. Sebab, satu satunya pohon lamaran yang tersisa terpaksa ditumbangkan karena mengganggu lalulintas. "Jadi saya permisi sama buyut sebelum memotong pohon supaya jalan lancar, itu dilakukan sekitar tahun 1970an," sambung Raskilah.
Selain itu, di tengah pepohonan rindang ini pun terdapat sumur yang konon tidak pernah kekeringan. Sumur yang memiliki kedalaman lebih dari 3 meter itu, ternyata sisa sungai yang ada pada zaman dulu."Banyak yang mandi dan meminta air dari sumur ini, terlebih bagi mereka yang mau merantau atau punya haul. Tapi tidak kami jual," lanjut Kuncen Buyut Suwari, Raskilah.
(iqk/iqk)