Tari Cepet: Dibidani Warga Jateng, Mekar di Sukabumi

Tari Cepet: Dibidani Warga Jateng, Mekar di Sukabumi

Cornelis Jonathan Sopamena - detikJabar
Jumat, 02 Sep 2022 23:59 WIB
Tari Cepet adalah tarian yang berkembang di Kab. Sukabumi yang pada awalnya digunakan sebagai bagian dari upacara ritual ngabungbang pada masyarakat di Kampung Waluran, Desa Gunung Batu, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi.
Tari Cepet di Sukabumi (https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/)
Sukabumi -

Seni budaya Sunda memang tidak ada habisnya. Berbagai unsur lokal Sunda tercermin dalam kebudayaan yang juga beragam, seperti tarian, pakaian, hingga alat musik.

Salah satu kesenian Sunda yang sangat unik adalah Tari Cepet, sebuah seni tari yang berkembang di Kabupaten Sukabumi. Pasalnya, kesenian ini merupakan kekhasan Jawa Barat tetapi diiringi dengan lagu berbahasa Jawa.

Dilansir dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), berikut fakta-fakta tentang Tari Cepet.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Awalnya Digunakan Untuk Mengusir Binatang Buas dan Makhluk Halus

Pada 1935, 200 masyarakat yang berasal dari Jawa Tengah dibuang oleh kolonial Belanda ke daerah hutan di Kabupaten Sukabumi. Masyarakat itu merasa tidak nyaman tinggal di tempat tersebut lantaran banyaknya binatang buas dan makhluk halus.

Sebagai upaya mengusir kedua makhluk itu, ritual yang kemudian diberi nama upacara Ngabungbang kemudian dilaksanakan. Dalam upacara tersebut, dibutuhkan 12 penari laki-laki yang mengenakan 'cepet' atau topeng dan kentongan bambu untuk mengiringi tarian.

ADVERTISEMENT

Ilustrasi tarian itu diselaraskan dengan motif topeng yang menggambarkan makhluk halus dan binatang buas seperti kera, harimau, dan gajah. Beberapa unsur gerak dalam Tari Cepet pun mengarahkan penari untuk mengalami trans atau kesurupan.

Hingga kini, Tari Cepet masih tetap dilestarikan meski hutan tersebut kini sudah menjadi pemukiman warga yang dikenal sebagai Kampung Waluran, Desa Gunung Batu, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi. Saat ini, Tari Cepet berbentuk sebuah pertunjukkan sekaligus ritual sebelum melakukan aktivitas pembukaan lahan pertanian, perkebunan, dan tempat usaha.

2. Menjadi Seni Pertunjukan dan Hiburan

Perubahan dalam bentuk pemisahan antara fungsi sakral dengan fungsi hiburan pada Tari Cepet tidak dapat diketahui secara pasti. Namun, Tari Cepet sudah berubah fungsi menjadi seni hiburan sejak 1960.

Perubahan tersebut dicetuskan oleh Nini Jami, sesosok seniman yang juga mencetuskan kesenian Kuda Lumping. Berbagai ide tersebut ia tuangkan di Kampung Jaringao, Desa Pangumbahan, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi.

Perubahan itu kemudian juga terlihat saat ada inisiasi dari Samin dan Nawi saat berencana mendirikan Sanggar Tari Cepet pada 1974 yang kemudian diberi nama Sanggar Purwajati. Pada tahun itu, Tari Cepet sering digelar dalam mengisi acara hajatan khitanan dan pernikahan.

3. Perubahan Struktur Pertunjukkan

Unsur waditra atau alat musik di kesenian Tari Cepet sebetulnya hanya menggunakan kentongan bambu. Kemudian, seperangkat gamelan Sunda berlaras salendro yang terdiri dari saron I, saron II, bonang, kendang, dan goong pun turut ditambahkan pada pertunjukkan seni ini.

Dalam pertunjukannya, waditra tersebut digunakan untuk mengiringi lagu inti yang menggunakan bahasa Jawa sebagai lagu wajib Tari Cepet. Beberapa lagu yang digunakan sebagai pengiring berjudul Ricik-Ricik, Dawet Ayu, Jaran Kepang, Bendrong, Siji Limo, dan Renggong Manis.

Penari dalam kesenian ini mengenakan busana Nayaga yang terdiri dari acuk kampret (baju kampret), calana sontog (celana cingkrang), dan totopong (ikat kepala Sunda). Setelah itu, sehelai kain dan selendang dililitkan di bagian pinggang serta mengenakan topeng bermotif binatang dan Sanekala (makhluk halus) di bagian wajah.

Pergelaran seni berdurasi 2 sampai 3 jam ini biasanya dipertunjukkan di lahan terbuka seperti lapangan atau sawah. Pertunjukkan ini diawali dengan iringan gamelan yang ditujukan untuk menarik perhatian masyarakat untuk menonton pagelaran ini.

Uniknya, penari yang mengalami kesurupan biasanya tidak dapat dilakukan secara bersamaan karena bergantung dari lagu favorit masing-masing penari. Oleh karena itu, ada penari yang kesurupan di lagu pertama dan ada pula yang baru kesurupan di lagu terakhir.

Saat mengalami kesurupan, penari memakan sesajian yang sudah disediakan seperti kemenyan, minyak duyung, minyak japaro, rujak kelapa hijau, bako anting, bunga, air bunga, air teh, rujak bunga kemangi, kopi hitam, rujak asem, padi, dan daun dadap.

(yum/yum)


Hide Ads