Dua pusaka peninggalan Kerajaan Sumedang Larang tersimpan di dalam Gedung Pusaka, Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang. Pusaka itu yakni Mahkota Binokasih dan mahkota permaisuri atau siger.
Informasi yang didapat detikJabar dari petugas museum, kedua mahkota tersebut merupakan peninggalan Kerajaan Sumedang Larang pada masa Prabu Geusan Ulun. Kedua mahkota tersebut berlapiskan emas.
Selain mahkota, pernak-pernik peninggalan lainnya pun tersimpan di sana, di antaranya ikat pinggang dan jepitan rambut. Semua tersimpan dalam sebuah tempat kedap udara yang dinamakan sukup.
Dilansir dari Sejarah Kerajaan Sumedang Larang, Jurnal Patanjala Vol. 3, No. 1, pp. 161-166 (Euis Thresnawaty S, 2011), dipaparkan Mahkota Binokasih merupakan simbol kebesaran bagi kerajaan Sunda Padjadjaran sebelum runtuh saat terlibat peperangan dengan Kerajaan Banten pada ahun 1501 Saka atau 8 Mei 1579.
Dalam peperangan itu, Kerajaan Banten yang langsung dipimpin Maulana Hasanudin bersama putra mahkotanya, Pangeran Maulana Yusuf, mengalahkan Kerajaan Sunda Padjadjaran saat kerajaan dipimpin Raja Nilakendra.
Namun, Kerajaan Sunda Padjadjaran ternyata belum sepenuhnya runtuh dan masih bertahan hingga 12 tahun lamanya. Tahun 1579 yang menjadi puncak keruntuhannya.
Kerajaan Padjadjaran saat itu dipimpin Raga Mulya atau Prabu Suryakencana (1567-1579). Kerajaannya tidak berkedudukan di Pakuan Padjadjaran, namun lokasinya di Pulasari, Pandeglang, atau Kadu Hejo, Kecamatan Menes di lereng Pulasari.
Pakuan Padjadjaran yang dibiarkan kosong membuat sistem pemerintahan di sana menjadi tidak menentu. Hal itu menimbulkan perpecahan wilayah bagi kerajaan-kerajaan daerah, seperti Cirebon, Banten dan Sumedang. Peristiwa itu disebut sebagai peristiwa "Burak Padjadjaran".
Kerajaan Sumedang Larang pun menjadi kerajaan yang berdaulat dimana saat itu dipimpin Nyi Mas Ratu Inten Dewata atau Ratu Pucuk Umun dan suaminya, Pangeran Santri.
Pasca kekuasaan Ratu Pucuk Umun, Kerajaan Sumedang Larang dilanjutkan Raden Angkawijaya yang baru. Kemudian ia mendapat gelar Prabu Geusan Ulun setelah diangkat menjadi Raja Sumedang Larang.
Runtuhnya Kerajaan Sunda Padjadjaran membuat Kerajaan Sumedang Larang otomatis menjadi pewaris tahta kekuasaan. Hal itu ditandai dengan diserahkannya atribut kebesaran Kerajaan Sunda Padjadjaran kepada Kerajaan Sumedang Larang, berupa Mahkota Binokasih.
Mahkota tersebut diserahkan dari Prabu Raga Mulya atau dikenal juga dengan sebutan Prabu Surya Kencana atau Prabu Nusya Mulya sebagai pemegang kekuasaan terakhir Kerajaan Padjadjaran dengan mengutus empat kandaga lante atau empat bersaudara mantan Senapati Kerajaan Sunda Padjadjaran.
Keempat kandaga lante tersebut di antaranya, Sang Hyang Hawu (Mbah Jaya Prakosa), Batara Dipati Wiradijaya (Mbah Nanganan), Sang Hyang Kondang Hapa, dan Batara Pancar Buana (Mbah Terong Peot). Mahkota Binokasih merupakan mahkota yang dikenakan raja-raja Padjadjara secara turun-temurun.
Nonoman Karaton Sumedang Larang (KSL) yang juga Ketua Pengurus Yayasan Nazhir Wakaf Pangeran Sumedang (YNWPS), Rd. Lucky Djohari Soemawilaga mengatakan Mahkota Binokasih yang kini tersimpan di museum Prabu Geusan Ulun merupakan simbol legitimasi bagi kerajaan Sunda.
(ors/ors)