Kawasan Cikeruh, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang dikenal sebagai sentra pembuat kerajinan senapan angin. Padahal, dulunya kawasan ini dikenal dengan kehadiran para pandai besi dengan produknya berupa golok atau pedang Cikeruhan.
Kemasyhuran golok Cikeruh masih dapat dilihat hingga kini dalam mesin pencarian saat berselancar di internet dengan kata kunci 'Golok Tjikeroeh' (dibaca : Cikeruh). Di sana banyak website dan kolektor luar negeri yang mengulas keunikan golok Cikeruh yang kini telah menjadi barang cukup langka.
Dalam salah satu catatan Belanda disebutkan keunikan golok Cikeruh kala itu sangat terkenal di Tanah Priangan atau di wilayah bagian Barat, Pulau Jawa. Salah satu pembuat parang dan pedang yang cukup terkenal, yakni Natamadja (H.C.H De Bie, Batavia, G kolff & Co, 1902).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lokasinya kala itu tidak jauh dari Stasiun Kereta Api Rancaekek. Saking terkenalnya, banyak orang yang menjiplak dengan membuat replika dari golok tersebut.
![]() |
Dalam catatan Belanda lainnya, disebutkan bahwa ada 5 bersaudara dan seorang laki-laki pribumi yang menjadi pandai besi di Cikeruh. Terutama yang cukup piawai yakni kakak tertuanya bernama Kartadimadja. Lokasi mereka terletak 5 kilometer dari stasiun Rancaekek (Algemeen Handlesblad van Vrijdag, Avondblad-Derde Blad, 16 Oktober 1908).
Aktivitas para pandai besi Cikeruhan pun sempat diabadikan fotografer asal Belanda yakni Wijnand Elbert Kerkhoff dengan diberi judul Wapensmederij (tukang senjata). Karya tersebut, ia tuangkan ke dalam sebuah buku sekumpulan foto yang cukup terkenal berjudul 'Het Paradits van Java' atau Surga dari Jawa sekitar tahun 1919-1930.
Selain itu, Wijnand Elbert Kerkhoff, dalam buku yang sama mengabadikan pula sebuah pabrik senapan miliknya Soemadimadja. Fotonya itu ia bubuhkan sebuah teks bertuliskan Geweermakerij (pabrik senapan). Keterangannya berbunyi sebuah pabrik senapan, perbaikan senapan dan penjual senapan di Desa Cikeruh.
Dari Tradisi Senjata Beralih ke Senapan Angin
Idih Sunaedi (80), salah seorang perajin senapan angin di Cikeruh menuturkan, tradisi pembuatan senjata api dalam tradisi keluarganya dimulai pasca generasi Natamadja atau buyutnya yang merupakan sebagai pandai besi.
Natamadja sendiri, lanjut Idih, memiliki 4 putra di antaranya Soeradimadja, Soemadimadja, Natadimadja dan Tanoedimadja. Idih sendiri berasal dari keturunan Soeradimadja.
"Tradisi senapan itu mulai dijalankan sepeninggal Natamadja oleh keempat anaknya, awalnya Cikeruh terkenalnya oleh pandai besi dengan hasil produksinya golok atau pedang," ungkapnya kepada detikjabar beberapa waktu lalu.
![]() |
Idih mengatakan, kawasan Cikeruh menjadi kawasan yang lebih dulu mengawali tradisi pembuatan senjata angin. Sebelum, kawasan Cipacing terkenal menjadi sentra perajin senapan angin seperti sekarang ini.
"Jadi Cipacing itu awalnya atau belajarnya membuat senapan itu dari Cikeruh juga," ungkap Idih.
Keahlian dalam membuat senjata api yang kini telah berubah menjadi senapan angin pun masih tetap lestari di Cikeruh. Bahkan, pada 1960-an atau saat adanya pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, para perajin Cikeruh mendapat pesanan senjata oleh TNI.
Saat itu, senjata yang dibuat bernama dorlok dan dorma. Dorlok sendiri singkatan dari didor dan dicolok (ditembakan yang sebelumnya disodok). Sementara dorma, singkatan dari dornya lima (tembakannya lima kali).
"Senjata itu dibuat untuk mempersenjatai OKD atau Organisasi Keamaman Desa atau sekarang hansip untuk menumpas gerombolan," ungkapnya.
Pasca 1960-an atau pasca masa pemberontakan DI/TII, senjata dorlok dan dorma pun dilarang beredar. Dan era ini menjadi era dimana perajin Cikeruh berubah menjadi perajin senapan angin.
"Sesudah DI/TII, baru berubah dari membuat senjata dorlok menjadi perajin senapan angin," ujarnya.
Dalam Jurnal Panaluntik, Vol. 3(1), Juli 2020, berjudul Sejarah dan Akulturasi dalam Pedang Cikeruh karya Tendi disebutkan bahwa salah satu perajin senapan yang cukup terkenal asal Cikeruh pada masa Belanda, yakni Soemadimadja.
Soemadimadja awalnya bergabung dengan gosali (tempat membuat senjata tajam golok dan pedang) miliknya Kartadimadja pada usia 14 tahun atau sekitaran tahun 1894.
Namun seiring perkembangan zaman atau saat memasuki abad 20-an, permintaan akan senjata tajam berupa golok atau pedang kian berkurang. Salah satunya imbas dari Artillerie Constructie Winkel (ACW atau pabrik konstruksi artileri) yang semula di Surabaya dipindahkan ke Bandung kala itu.
ACW sendiri merupakan cikal bakal dari PT. PINDAD. Kepindahan ACW dari Surabaya ke Bandung terjadi sekitar pertengahan 1914 saat meletusnya perang dunia I.
Teknologi senjata yang kian berkembang menjadikan pesanan senjata pedang dan golok ke Cikeruh pun semakin menurun. Hal itu tentu saja berpengaruh pada kelestarian pandai besi di kawasan tersebut.
![]() |
Minimnya pesanan senjata golok dan pedang menjadikan kegiataan penempaan semakin jarang dilakukan. Soemadimadja sebagai generasi termuda dibengkelnya Kartadimadja pun dengan terpaksa memilih mengembangkan usahanya dalam bidang senjata api.
Terlebih, pada masa era penjahan Jepang, permintaan akan senjata api pun jauh lebih banyak tinimbang senjata tajam, golok atau pun pedang.
Pipik Soemadimadja, anak dari Soemadimadja menjadi penerus dalam tradisi pembuatan senapan angin. Pipik pun tercatat sebagai salah satu pegawai di PT. Pindad.
Dalam (Jurnal Panaluntik, Vol. 3(1), Juli 2020) bahkan disebutkan, nama Pipik diabadikan menjadi salah satu nama ruangan di PT. Pindad. Tanpa disebutkan asal muasalnya namun keahlian Pipik ternyata cukup diperhitungkan dalam pembuatan senjata.
Sepeninggal Pipik, usaha rumahan dalam perakitan dan perbaikan senapan angin pun dilanjutkan oleh putranya, yakni Ade Supriatna. Oleh Ade, untuk mengenang para pendahulunya, tokonya pun dinamai "PD Pipik Putra" yang hingga kini masih tetap ada.
Toko itu kini dipegang oleh Endah Sugiarti (33) anak dari Ade Supriatna (alm). Endah Sugiarti merupakan generasi ke lima dari Soemadimadja.
Idih menyebutkan, saat ini ada sekitar 145 perajin senapan angin yang masih eksis di kawasan Cikeruh. Jumlah itu tidak termasuk dengan perajin senapan angin di Cipacing.
"Jumlah itu hanya yang masuk anggota koperasi Binakarya, belum termasuk yang di Cipacing dan lainnya," ujar Idih yang juga selaku ketua Koperasi Binakarya.
(ors/bbn)