Kabupaten Pangandaran merupakan salah satu daerah otonomi baru yang baru berusia 10 tahun. Namun, dalam sebuah tradisi yang berkembang di masyarakat, ternyata nama Pangandaran telah disebut jauh sebelum wilayah Kabupaten Pangandaran terbentuk.
Menurut sumber tradisi, nama Pangandaran sudah disebut dalam sebuah cacandran atau uga. Warga zaman sekarang menyebutnya dengan wangsit.
Ketua Lembaga Adat Kabupaten Pangandaran Erik Krisna Yudha mengatakan, warisan cerita yang disampaikan secara tutur disebut cacandran atau uga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Dahulu leluhur orang Cijulang menyebutkan bahwa Cijulang Ngadeg Ku Anjeun, Parigi Bakal Ngajadi Ngabatawi, Pangandaran Boga Ngaran.
Cijulang Ngadeng Ku Anjeun. Ini berarti Cijulang menjadi kawasan paling penting bagi Pangandaran yang memiliki potensi ekonomi, sosial, dan budaya.
"Bahkan digambarkan dahulu Cijulang bakal ada papatong euntreup yang dibuktikan dengan adanya Bandara Nusawiru. Cijulang juga akan menjadi daerah pusat transportasi di Pangandaran, termasuk kereta api, pelabuhan, dan terminal," kata Erik kepada DetikJabar belum lama ini.
Parigi bakal ngajadi Ngabatawi. Kata Batawi disitu adalah Jakarta sebagai Ibu Kota Indonesia. Masyarakat dahulu percaya bahwa daerah Parigi akan menjadi pusat kota Pangandaran. Kondisinya, saat ini Parigi menjadi pusat kegiatan politik di Pangandaran. Bahkan kantor Bupati terdapat di Desa Cintakarya, Kecamatan Pangandaran.
Menurut dia, kalimat ketiga disambung dengan Pangandaran boga ngaran, dimaknai sebagai wangsit yang memprediksikan Pangandaran menjadi daerah yang mandiri secara kekuasan politik, sosial, ekonomi dan sumber daya alam yang melimpah.
"Masyarakat Pangandaran mempercayai bahwa cacandran atau uga tersebut merupakan sebuah energi besar tumbuhnya Pangandaran," ucapnya.
![]() |
Sementara menurut Kuncen Keramat Cijulang sekaligus Budayawan Bah Kundil, uga disebut sebagai tradisi tutur. "Jadi kalau disebut wahyu karena terlalu dalam. Jika diibaratkannya merupakan ilham leluhur orang Cijulang," ucapnya.
"Bahkan alam ke depan, orang tua di Cijulang dulu bisa melihat alam selanjutnya di masa depan. Elmu ruh sadurung winara. Mengetahui sebelum kejadian," katanya.
Menurutnya, kemampuan itu jika digambarkan kepada para nabi disebut dengan mukzijat. Contoh Nabi Muhammad SAW yang diberi tahu keadaan di masa yang akan datang, termasuk ciri-ciri kiamat atau akhir zaman.
"Sama halnya dengan leluhur orang Cijulang, ketika itu dalam kondisi tertentu, sehingga mengeluarkan kalimat yang tidak disadari keluar, nah itu disebut dengan uga. Sehingga Uga tersebut terdengar oleh para sahabat, puteranya dan muridnya. Sehingga dihafalkan," ucapnya.
Beberapa uga yang keluar dari leluhur dulu di antaranya di masa yang akan datang akan ada masa dimana Cijulang Ngadeng Ku Anjeun, Parigi bakal Ngajadi, Pangandaran boga ngaran.
Sampai saat ini, hal itu sudah terbukti. Artinya leluhur orang Cijulang bukan orang yang biasa-biasa saja, manusia suci, dikasihani Tuhan Yang Maha Kuasa, yang harus tiru perilakuknya.
"Saya percaya leluhur penyebar agama Islam dahulu di Pangandaran memiliki pengetahuan yang luar biasa. Dalam Babad Cijulang saja ditulis dalam bahasa Arab Pagon," pungkasnya.
(ors/bbn)