Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG 3 kilogram di wilayah Bandung Raya naik per hari Senin, 16 Juni 2025 kemarin. Harga di tingkat pangkalan dari sebelumnya Rp16.600, naik menjadi Rp19.000 untuk wilayah Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Barat, Nining Yulistiani menegaskan, bahwa kebijakan tersebut merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota, sementara Pemprov Jabar hanya memberikan rekomendasi dalam proses pengajuan.
"Memang usulan untuk penyesuaian harga itu kalau di provinsi hanya memberikan rekomendasi ya, kalau untuk keputusan itu ada di tiap kabupaten/kota kewenangannya," ujar Nining saat dihubungi, Selasa (17/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Nining, pengajuan penyesuaian harga dari wilayah Bandung Raya sudah diajukan sejak awal 2024. Kemudian, pada 17 Desember 2024, Biro Ekonomi Pemprov Jabar mengeluarkan rekomendasi, dengan syarat bahwa kenaikan harga harus mempertimbangkan strategi pengendalian inflasi agar tidak memicu kenaikan harga komoditas lain.
"Rekomendasinya itu meminta agar penyesuaian harga harus memperhatikan strategi pengendalian inflasi. Untuk tiga wilayah, yaitu Kota Bandung, KBB, dan Kabupaten Bandung," jelasnya.
"Jadi nantinya sampai Desember 2025, mereka bisa melakukan kenaikan bertahap sampai Rp19.600. Tetapi itu juga dilakukan dari sisi dampaknya terhadap inflasi. Kalau itu kemudian terjadi dampak inflasi kemungkinan sekali akan diundur. Jadi sekarang berlaku Rp19.000 untuk wilayah Bandung Raya," lanjutnya.
Dasar Kenaikan Harga
Kenaikan HET ini, lanjut Nining, dilakukan karena biaya distribusi dan margin usaha yang harus diperhitungkan, meskipun harga dasar LPG 3 kg dari pemerintah pusat belum berubah sejak lebih dari satu dekade lalu.
"Kalau tabung gas 3 kg ini kan posisinya ada subsidi dari pemerintah pusat dan belum pernah naik sejak 2010. Tapi untuk sampai ke konsumen, ada biaya distribusi dan margin usaha. Maka, penetapan harga konsumen jadi kewenangan kabupaten/kota," katanya.
Merujuk pada Permen ESDM No. 28 Tahun 2021, usulan dari wilayah Bandung Raya juga berdasarkan masukan dari Hiswana Migas agar tak terjadi disparitas harga antarwilayah yang bisa menimbulkan penimbunan atau penyelundupan antar daerah.
"Usulan ini sebenarnya berdasarkan pembahasan dengan Hiswana. Mereka ingin menyamakan harga agar tidak terjadi gap yang besar dan tabung gas tidak dijual di daerah yang lebih tinggi harganya," ungkap Nining.
Harga di Lapangan
Meski HET di pangkalan telah ditetapkan Rp19.000, harga di tingkat pengecer seperti warung bisa berbeda. Nining mengakui hal itu, namun menegaskan pihaknya akan terus melakukan pemantauan bersama Hiswana dan pemerintah kabupaten/kota.
"Kalau di warung-warung ada yang Rp19.500 itu masih kami anggap wajar. Tapi kalau kenaikannya terlalu tinggi, kami akan lakukan langkah penstabilan," tegasnya.
Ia menekankan pentingnya komitmen dari para pelaku usaha untuk menjaga harga agar tetap sesuai HET. "Kita perkuat pengawasan dan berharap pelaku usaha ikut bertanggung jawab agar konsumen tetap dapat harga yang disepakati," ujarnya.
Hingga saat ini, Disperindag Jabar mencatat mayoritas daerah di Jawa Barat, termasuk Bodebek (Bogor, Depok, Bekasi) dan Sumedang, telah menerapkan HET Rp19.000. Namun, masih ada beberapa daerah yang belum melakukan penyesuaian.
"Rata-rata di Jawa Barat ini posisinya di harga Rp19.000, meski ada juga yang belum naik karena masih menyesuaikan kondisi wilayah masing-masing," pungkas Nining.
(bba/mso)