Tepung singkong atau aci boleh jadi merupakan bahan makanan yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Jawa Barat. Banyak camilan atau jajanan masyarakat Sunda yang berasal dari aci. Mulai dari kerupuk, cilok, cilor, cireng, baso dan semua jajanan lain yang berawal "ci", umumnya terbuat dari aci.
Tepung tapioka atau aci ini merupakan tepung olahan singkong. Tanaman umbi-umbian ini digiling dan diambil saripatinya untuk dijadikan tepung.
Pemanfaatan aci sebagai bahan olahan bisnis kuliner ini ditengarai cukup signifikan. Sehingga menjadi pangsa pasar bagi para produsen aci atau tepung tapioka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun ada fakta menarik di balik bisnis produksi aci ini, ternyata bahan baku singkong yang diolah oleh pabrik-pabrik aci di Tasikmalaya dipasok dari luar daerah, terutama dari pulau Sumatra.
Petani lokal Tasikmalaya seolah tak tertarik menanam singkong, padahal ceruk bisnisnya potensial. Ada banyak pabrik aci yang siap tampung.
"Teu kaharti (tidak menguntungkan), harga jual singkong itu hanya Rp 2 ribu per kilogram. Terus masa panennya lama, sekitar 6 atau 8 bulan," kata Cecep Kurniawan (48) petani warga Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya, Selasa (27/2/2024).
Menurut Cecep perlu lahan yang luas jika ingin mendapatkan untung atau hasil maksimal dari bertani singkong.
"Harus menanam di lahan hektaran baru bisa untung, kalau di Tasik apalagi di Tasik Kota nggak bakal bisa, lahannya terbatas, mendingan menanam yang lain. Yang lebih cepat panen dan harga jualnya bagus," kata Cecep.
Salah seorang produsen tepung tapioka di Jalan Tamansari Tasikmalaya, Surya Kencana membenarkan hal itu. Kontribusi bahan baku singkong dari wilayah Tasikmalaya relatif minim.
"Sudah tak bisa diandalkan, dalam setahun paling hanya kuat memasok sampai 3 atau 4 bulan setelah itu habis. Sisanya kita ambil dari Sumatra, entah itu Lampung atau Jambi," kata Surya atau akrab disapa Koh Tjong Tjong.
Dari pulau Andalas bahan baku yang dikirim bukan lagi singkong, melainkan sudah tepung setengah jadi. Langkah ini dipandang lebih efisien ketimbang membeli singkong mentah. "Kalau dikirim singkong tak efisien, habis oleh ongkos kirim. Kita ambil setengah jadi saja," kata Surya.
Namun demikian, Surya mengatakan bahwa kualitas singkong Tasikmalaya sebenarnya lebih bagus dan sudah terkenal sejak lama. Selain berwarna putih, aci Tasikmalaya bagus untuk bahan kerupuk. Kualitas bagus itu ditandai dengan kerupuk yang mengembang ketika diolah.
"Singkong Tasik itu bagus, terkenal sejak dulu. Kalau dibuat kerupuk dia beukah (mengembang) tidak bantet," kata Surya.
Tapi seiring perkembangan zaman, produksi singkong Tasikmalaya kian menurun. Selain dianggap tak menguntungkan dari sisi ekonomi, lahan pertanian pun kian susut akibat alih fungsi lahan.
"Kalau dulu Tasik Selatan banyak, sekarang semakin menipis. Kita juga sudah tak berharap, karena petani pun tentu tak ingin merugi," kata Surya.
Untuk menyiasatinya, Surya mengatakan aci yang berasal dari singkong Tasikmalaya dicampur dengan aci yang dibuat dari singkong Sumatra. "Akhirnya sekarang aci Tasikmalaya dijadikan bahan campuran, untuk memperbaiki kualitas aci Sumatra," kata Surya.
Surya sendiri mengaku setiap hari bisa memproduksi sekitar 15 ton tepung tapioka. Hasil produksi itu menurut dia mayoritas dijual untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal Tasikmalaya dan Ciamis.
"Pasar terbesar kita pabrik kerupuk dan makanan ringan, sisanya baru digunakan untuk kebutuhan UMKM kuliner, entah itu penjual bakso, cilok dan lainnya," kata Surya.
Keberadaan pabrik aci di Tasikmalaya sendiri menurut Surya kini semakin berkurang. Di dekade 90-an menurut dia ada lebih dari 20 pabrik Aci, namun kini yang masih bertahan tinggal sekitar 6 produsen saja.
"Tinggal 6 pabrik aci yang masih beroperasi, mayoritas yang masih bertahan adalah pabrik yang sudah berjalan turun-temurun," kata Surya.
(sud/sud)