Industri sawit di Indonesia, saat ini telah menyumbang pendapatan yang signifikan bagi keuangan negara. Namun ternyata, di balik pemanfaatannya, pengelolaan sawit kerap jadi perdebatan karena masih banyak yang mengganggap belum ramah terhadap lingkungan.
Opsi untuk merevolusi industri sawit pun kemudian mengemuka dalam acara bertajuk 'Workshop Industri Hilir Sawit' di Bandung, Kamis (1/2/2024). Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) ikut menggagas sebuah metode yang dinilai bisa lebih bermanfaat untuk keberlangsungan lingkungan.
Plt Ketua DMSI Sahat M. Sinaga mengatakan, pemanfaatan sawit di Indonesia saat masih banyak digunakan untuk minyak goreng. Sementara dalam prosesnya, pengelolaan itu masih menggunakan sterilisasi wet proses yang cenderung bisa mengurangi nilai mikro nutrisi dalam kandungan sawit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sawit ini menghasilkan vitamin A yang 15 kali dari wortel dan vitamin E yang 20 kali dari minyak olive. Jadi, kita harus revolusi dari sterilisasi wet proses ke dry proses. Arahnya harus ke sana," katanya.
Sahat menyatakan, sterilisasi menggunakan dry proses akan tetap menjaga nutrisi dari kandungan minyak sawit itu sendiri. Sehingga, minyak yang dihasilkan bisa lebih baik daripada minyak goreng yang kini dikonsumsi setiap hari oleh masyarakat.
"Teknologi dry-process mampu menjaga mikro-nutrisi alami tinggi sewaktu mengolah TBS (Tandan Buah Sawit) jadi minyak sawit DPFO ( Degummed Palm Fruit Oil )," ungkapnya.
Kemudian, metode ini juga bisa membuat pengolahan sawit menjadi minyak tergolong lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan proses normal saat ini. Sehingga, dia menyerukan agar teknologi ini bisa dilirik Indonesia.
"Aplikasi teknologi ramah lingkungan untuk memurnikan DPFO menjadi RPFO (Reseterified Palm Mesocarp Oil) dengan FFA yang rendah , beroperasi di temper-ature < 70 der C, maka toxic 3-MCPDE & GE tak terjadi dan mikro nutrisi tetap tinggi," jelasnya.
Sahat menambahkan, dalam waktu dekat ini dirinya akan membangun dua pabrik pengelolaan minyak sawit menjadi minyak makan dengar sterilisasi dry proses. Pabrik didirikan ada dua untuk hulu, satu di Sulawesi di Wajo satu lagi di Seruyan, Kalimantan Tengah.
"Untuk itu kita siapkan pabrik hilirisasi di Gresik berkapasitas 100 ton per hari. tapi kita tidak jual minyak goreng. Namanya minyak makan sehat full nutrisi," katanya.
Dalam paparannya, Sahat menyebut bahwa hilirisasi sawit dengan teknologi yang ada saat ini nilai usahanya di tahun 2023 sudah mencapai USD62,9 miliar. Angka tersebut berasal dari hasil ekspor sebesar USD 38,4 miliar, domestik USD21,4 miliar dan biomassa USD3,1 miliar.
"Hilirisasi Industri Sawit dengan jumlah jenis produk sebanyak 54 jenis di tahun 2007 meningkat ke 179 jenis di tahun 2023, dan kesempatan masih terbuka luas untuk dikembangkan agar meningkatkan revenue sawit kita," ujar Sahat.
Meski cukup mengalami peningkatan, dia menyebut hilirisasi industri sawit Indonesia masih kalah dengan Malaysia. Sebab negara tetangga sudah mempunyai sekitar 260 produk turunan sawit. Padahal, Malayasia hanya mempunyai 5 juta hektar lahan, jauh di bawah Indonesia yang mencapai sekitar 16,8 juta hektare.
"Mereka bisa menghasilkan tokotrienol dari sawit. Tokotreanol 1 kg 800 dolar loh. Kenapa banyak? Karena pengusaha aman disana. Engga tiba-tiba pengusaha didatangi kesatuan pemuda setempat, regulasi berubah-ubah. Di Indonesia besar potensinya tapi pelaku usaha takut," ujarnya.
Oleh sebab itu, Sahat menekankan perlunya satu badan khusus agar laju industri sawit bisa berjalan optimal. Hal ini dilakukan agar tumpang tindih regulasi yang menghambat industri di sektor sawit, bisa diselesaikan.
Menurutnya, jika inovasi proses pengolahan produk sawit diperbaharui, maka total bisnis sawit di tahun 2028 bisa mencapai USD 107,02 Milyar USD atau pertumbuhan usaha di bidang Industri Sawit bisa tumbuh sebanyak 70,1 persen.
"Kuncinya adalah mereplanting 485.000 ha per tahun. Petani itu harus dibina, jangan dibinasakan. Maka perlu dibantu. Lalu manfaatkan biomass. Per satu ton sawit, bisa 8-9 ton biomass. Rapeseed 1 ton biomass. Kita punya banyak tapi tidak termanfaatkan," pungkasnya.
(ral/mso)