Jurus DKPP Jabar Tingkatkan Produksi Susu Sapi Usai Dihajar PMK

Jurus DKPP Jabar Tingkatkan Produksi Susu Sapi Usai Dihajar PMK

Bima Bagaskara - detikJabar
Minggu, 31 Des 2023 00:05 WIB
peternak sapi perah ponorogo memeras susu
Ilustrasi susu sapi perah. Foto: Charolin Pebrianti
Bandung -

Wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang sempat mewabah membuat produksi susu perah di Jawa Barat menurun drastis. Karena itu, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) tengah berupaya menggenjot produksi susu perah.

Dalam datanya, DKPP Jabar mencatat ada 42.186 ekor sapi perah yang tertular PMK hingga akhir tahun 2023 ini. Dari jumlah itu bahkan 8.472 ekor sapi mati, yang berbuntut menurunnya produksi susu.

Adapun pada 2022 lalu, produksi susu perah ditargetkan mencapai 409.032 ton. Namun dalam realisasinya, Jabar hanya menghasilkan 264.634 ton.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk mengatasi hal menurunnya produksi susu perah, DKPP mulai mengoptimalisasi peran UPTD sapi perah di Cikole pada produktivitas susu dan UPTD pembibitan di Bunikasih, termasuk penerapan Model Pemeliharaan Sapi Perah (Delman Sarah).

"Delman Sarah ini mendukung pemulihan pascawabah PMK, khususnya melalui penambahan populasi. Terdapat dua UPTD di DKPP yang bergerak di sapi perah, yaitu di Bunikasih untuk pembesaran dan Cikole untuk produksi susu," kata Kabid Produksi Peternakan DKPP Jabar Siti Rochani, Sabtu (30/12/2023).

ADVERTISEMENT

"Kedepannya peran kedua UPTD ini akan dioptimalkan sebagai role model dan kita coba supaya ini bisa direplikasi di kabupaten atau kota melalui wadah koperasi persusuan," sambungnya.

Rochani menuturkan, 127 sapi perah impor didatangkan pada November 2023 lalu untuk Delman Sarah yang kemudian dikembangkan dalam penyesuaian iklim, maupun pakan agar produktivitasnya tidak menurun.

Skema menurutnya juga dilakukan untuk menyiasati kecenderungan peternak yang kerap menjual pedet atau anak sapi ke luar Jawa Barat dan kemudian oleh mereka dibeli kembali saat sudah produktif.

"Pedet tidak pernah dipelihara. 90 persen dijual. Nanti setelah produktif, dibeli lagi. Padahal bisa jadi sapi yang dibeli, eta-eta keneh (bibit sapi perah yang dulunya dijual). Sekarang diusahakan agar pedet tidak keluar," tegasnya.

Sementara itu, Ketua Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Dedi Setiadi menyambut baik skema tersebut. Pihaknya berharap apa yang direncanakan itu dapat meningkatkan produktivitas susu oleh peternak.

"Itu sangat diperlukan sekali bagi kami karena produksi kita memang belum pulih, walaupun sudah ada perbaikan ketika PMK terjadi. Harus diakui, produksi kita masih sangat jauh. Cuma 20 persen, sisanya kita masih impor susu," singkat Dedi.

(bba/sud)


Hide Ads