Petani di Jalan Raya Banjaran, Desa Kiangroke, Kecamatan Banjaran memanen padi dengan metode Salibu (tanpa tandur). Metode tersebut adalah dengan sekali menanam dan bisa memanen hingga tujuh kali dalam satu tahun.
Petani tersebut adalah Endang Sulaeman (70). Dirinya telah melakukan metode Salibu sejak tahun 2019. Rata-rata memanennya bisa dilakukan enam sampai tujuh kali.
"Yang sering disalibukan ada sekitar 6 hektare. Hasil panen hampir sama, malah untuk panen yang kedua kali lebih banyak dibandingkan ditandur. Panen pertama lebih dari 10 ton. Kedua biasa di atas 10 ton. Panen selanjutnya turun. Kemudian tahun 2023 naik lagi jadi 12 ton per tahun," ujar Endang, saat acara panen Pare Salibu/ Mener (tanpa tandur), Jumat (15/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Endang mengungkapkan metode Salibu tersebut memiliki arti salin ibu. Kata dia, metode tersebut tidak ada sistem tandur hingga mencangkul.
"Enggak ada pengolahan tanah. Padi salibu itu dari tunggul. Setelah dipanen, diairi, kalau ada meri (bebek) disebar biar gabah yang berjatuhan itu bersih dari keong. Setelah 10-15 hari, baru dicacar. Kalau yang tumbuh lebih dari 60 persen, teruskan," katanya.
Menurutnya metode tersebut bisa menghasilkan enam sampai tujuh kali panen setiap tahunnya. Padahal dari segi benihnya sama dengan para petani lainnya.
"Bisa berkali-kali panen karena dari tunggul, kalau yang konvensional kan harus disebar dulu. Menunggu waktu paling tidak 20 hari sambil dicangkul. Itu memakan waktu. Jadi padi yang menjadi malai itu tumbuh dari tunggul, dari akar sisa panen," jelasnya.
Dia menambahkan metode Salibu bukan metode yang terbaru. Kata dia, metode tersebut telah ada di Indonesia sejak tahun 1960an.
"Tapi orang-orang ragu. Kalau sudah lihat seperti ini, saya ingin membuat orang lain tertarik, biar biaya tanam murah hasilnya maksimal," bebernya.
![]() |
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Jawa Barat, Dadan Hidayat mengatakan adanya metode tersebut bisa meningkatkan produksi pangan di Jawa Barat. Kemudian bisa teradi adanya efesiensi dari permodalan.
"Kemudian bagaimana kita menyejahterakan para petani, salah satu caranya adalah dengan mengurangi semaksimal mungkin biaya produksi. Salah satunya dengan menggunakan teknologi Salibu ini," ujar Dadan, kepada awak media, dilokasi panen, Jumat (15/12/2023).
Pihaknya menyebutkan metode tersebut belum dilakukan secara masif di wilayah Jawa Barat. Namun kata dia, saat ini pemerintah memiliki program meningkatkan produksi melalui pendekatan indeks pertanaman empat kali.
"Jadi petani saat sekarang masih dikenalkan pada bagaimana caranya meningkatkan produksi melalui pendekatan indeks pertanaman. Rencananya jawa barat itu sekitar 110.000 hektar pada tahun 2024 untuk beralih dari indeks pertanaman tiga menjadi indeks pertanamanan empat kali," katanya.
Baca juga: Membangun Masa Depan Pangan dari Perkotaan |
Petani yang menggunakan metode tersebut bisa memanen padi hingga beberapa kali. Seperti yang dilakukan di Banjaran bisa memanen hingga tujuh kali dengan kualitas yang sama.
"Memang ada turunan produktivitas. Jadi awalnya 12 ton, kedua 9 ton, turun jadi 7 ton dan hari lainnya sama 7 ton. Jadi memang tidak stabil di 12 ton. Tapi masih lebih tinggi dari rata-rata petani Jabar yang produksi di 5 ton," jelasnya.
Menurutnya metode pertanian tersebut masih harus disosialisasikan. Kemudian masih harus memperdalam ilmu mengenai peningkatan produksi.
"Salibu ini bisa menjadi salah satu solusi. Kalau ini baik, kita akan lakukan sosialisasi ke Jawa Barat," tuturnya.
(yum/yum)