Jawa Barat menduduki peringkat pertama yang warganya punya utang terbanyak ke pinjaman online (pinjol). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, jumlah pinjaman warga Jabar ke pinjol mencapai Rp 13,8 triliun.
Nilai pinjam warga Jabar ke pinjol lebih tinggi dibandingkan warga DKI Jakarta yang hanya mencapai Rp 10,5 triliun. Kepala OJK Kantor Regional II Jabar, Indarto Budiwitono membenarkan informasi tersebut.
"Bicara dari sisi rekeningnya data dari kami per Mei 2023 jumlahnya sekitar 4,8 juta rekening. Jadi kalau dibandingkan tahun lalu memang kita ada peningkatan 17,6 persen, tahun lalu 4,1 juta," katanya via sambungan telepon, Jumat (7/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jakarta turun 3,4 juta jadi 2,3 juta dan betul Jawa Barat merupakan jumlah terbesar se-Indonesia, sesuai jumlah penduduk juga ya, Jawa Barat terbanyak," tambahnya.
Menurut Indarto, 4,8 juta rekening itu, merupakan pengguna yang meminjam uang ke pinjol legal atau yang terawasi oleh OJK.
"Ini pinjol sekitar 102 yang legal, ini di luar pinjaman ke bank konvensional dan lain. Ini (4,8 juta) yang legal, kalau yang ilegal kita gak punya data ya. Kita juga tidak pernah tahu jumlahnya (pinjol ilegal)," ujar Indarto.
Indarto menambahkan, pengguna pinjol ini rata-rata warga di usia produktif. Menurutnya, hal tersebut juga jadi pertimbangan pinjol itu sendiri untuk mencari nasabah.
"Kita bicara usia, produktif, karena ada klasifikasi, mereka menunjukkan KTP, foto dan semacamnya dan mereka harus bisa meyakini perusahaan pemberi pinjaman bahwa yang bersangkutan produktif dan mampu mengembalikan pinjamannya," jelas Indarto.
Pinjaman Non Produktif
Dilihat dari segi kebutuhan, pinjaman uang ke pinjol yang dilakukan warga Jabar banyak digunakan untuk pinjaman non produktif.
"Sementara ini berdasarkan data masih untuk yang non produktif. Tapi yang non produktif ini belum tentu jelek ya, misalkan untuk pendidikan atau renovasi rumah dan biaya rumah sakit, tapi ada yang konsumtifnya seperti beli handphone dan keperluan yang sifatnya konsumtif," kata Indarto.
Namun, menurut Indarto jika melihat data sebelumnya transaksi pinjol untuk kebutuhan produktif naik. Hal tersebut merupakan buah dari gencarnya melakukan sosialisasi pentingnya melakukan transaksi pinjol untuk kebutuhan yang produktif.
"Per Mei itu sekitaran 61,6 persen yang non produktif dan yang produktifnya sekitar 38,4 persen, tapi kecenderungan produktifnya lebih meningkat dibandingkan tahun lalu," ujarnya.
Penyebab naikanya pengguna pinjol, Indrto menyebut dikarenakan meningkatnya kebutuhan pasca Pandemi COVID-19.
"Pinjol naik bicara kebutuhan, kebutuhan masing-masing apalagi pada saat kemarin masa pandemi orang gak kerja dan sekarang belum pulih 100 persen dan mereka ada kebutuhan cepat, melalui pinjol itu cepat," ungkapnya.
Melakukan pinjaman ke pinjol dinilai masyarakat lebih cepat dibandingkan ke jasa keuangan lain, misalnya dengan perbankan konvensional.
"Tapi dari sisi pemahaman masyarakat sekarang cenderung meningkat, banyak pilihan masyarakat kalau mau minjam ke mana, tapi ke pinjol kecenderungan lebih cepat dari pada bank. Caranya cepat dan bisa dikembalikan lebih cepat juga, meskipun ada konsekuensinya bunga relatif lebih tinggi dibandingkan dari lembaga jasa keuangan lain," jelasnya.
Selain itu, masyarakat juga memilih pinjol untuk menghindari BI-Checking yang dilakukan bank konvensional. Hal itulah, membuat mereka meminjam uang ke pinjol.
"Sebetulnya bank konvensional itu sudah membuat produk-produk yang cepat, sehari, bahkan BPR juga ada. Cuman masalah sosialisasi yang belum masif dan mungkin mereka ada kekhawatiran di konvensional beberapa resiko mereka punya data lengkap takut tidak disetujui, tapi pinjol mungkin prosesnya saja," tuturnya.
"Sebetulnya bank konvensional sudah sediakan pinjaman cepat dan melalui online juga sama ada aplikasi-aplikasinya," katanya.
Persentase Wanprestasi
Disinggung terkait wanprestasi warga Jabar yang meminjam uang ke pinjol, Indarto menyebut persentasenya terjaga, belum mencapai 5 persen.
"Bicara wanprestasi relatif persentase terjaga di 3,9 persenan, memang lebih tinggi dibanding nasional 3,4 persen. Tetapi ini masih dalam kondisi relatif terjaga di bawah 5 persen," pungkasnya.
(wip/yum)