PT KAI Daop 2 merespons soal penjualan sate Maranggi di Kampung Sate Maranggi Plered, Purwakarta merosot tajam. Hal itu disebut akibat imbas Penerapan Grafik perjalanan Kereta Api (Gapeka) 2023 yang sudah dilakukan sejak 1 Juni 2023.
Dikutip dari detikFinance, Manajer Humas PT KAI Daop 2 Mahendro Trang Bawono menuturkan adanya percepatan waktu tempuh perjalanan atau efisiensi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan operasional dan peningkatan prasarana, seperti jalur dan jembatan. Hal itu sebagai upaya untuk meningkatkan layanan KAI kepada pelanggan.
"Dampak pemberlakuan Gapeka 2023 adalah waktu berhenti di stasiun, persilangan dan penyusulan KA menjadi semakin cepat, salah satunya yang terjadi di Stasiun Plered. Evaluasi terkait pemberlakuan Gapeka ini akan terus dilakukan baik itu secara berkala maupun berdasarkan kondisi tertentu seperti kebutuhan layanan angkutan, maupun permintaan pelanggan," kata Mahendro.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan, pihaknya akan selalu terbuka terhadap saran yang diberikan. Hal ini tentunya untuk menciptakan angkutan yang nyaman dan aman bagi para pelanggan.
"KAI tentunya akan selalu mendengarkan saran dan masukan dari semua pihak terkait pemberlakuan Gapeka. Hal ini dilakukan guna menciptakan angkutan pelanggan yang tidak hanya aman dan cepat namun juga nyaman," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, imbas dari penerapan Gapeka 2023 yaitu waktu tempuh kereta yang semakin cepat juga membuat waktu tunggu penumpang semakin singkat. Hal ini kemungkinan membuat penumpang enggan 'melirik' pedagang atau tenant-tenant yang ada di sekitar stasiun karena tidak ingin ketinggalan kereta.
Hal tersebut dirasakan oleh salah satu penjual sate maranggi di Kampung Sate Maranggi yang berada di samping Stasiun Kereta Api Plered, Yuri Anggraeni. Yuri mengatakan, saat belum ada perubahan jadwal di Stasiun Plered, para pelanggan yang turun dari kereta bisa membeli sate hingga ratusan tusuk. Namun saat ini seiring waktu yang terbatas, mereka tidak mau turun karena ketakutan ketinggalan kereta.
Meski demikian, dirinya tidak meminta adanya perubahan jadwal kereta api kembali, karena itu sudah ditentukan oleh pihak PT KAI. Ia tetap eksis meski alami penurunan pelanggan dari penumpang kereta api.
"Kalau penurunan secara umum adalah 20 persen. Tapi Alhamdulillah tetap rame, yang datang mereka yang sengaja pengen makan di sini," tuturnya.
Dalam sehari ia masih bisa menjual sate hingga 500 tusuk. Namun jika di hari libur penjualan bisa mencapai 1.000 tusuk dalam sehari. Bahkan di hari Lebaran, penjualan sate hingga 3.000 tusuk dalam satu hari.
Sate Maranggi di lokasi wisata kuliner ini dibanderol seharga Rp 2.000 per tusuk, nasi Rp 3.000 per bungkus dan ketan bakar Rp. 5.000 per buah, yang menjadi pembeda adalah jumlah tusukan, komposisi sate, hingga kecapnya.
Artikel ini sudah tayang di detikFinance, baca selengkapnya di sini
(sya/dir)