Usaha Bangkrut, Ewok Masuk ke Hutan hingga Temukan 'Harta Karun'

Usaha Bangkrut, Ewok Masuk ke Hutan hingga Temukan 'Harta Karun'

Nur Azis - detikJabar
Senin, 21 Nov 2022 09:00 WIB
Ewok Jarot sang penakluk lebah hutan dari Sumedang
Ewok Jarot sang penakluk lebah hutan dari Sumedang (Foto: Nur Azis/detikJabar)
Sumedang -

Ade Rohana (46) alias Ewok Jarot, Warga Dusun Ciawi, Desa Gunasari, Kecamatan Sumedang Selatan dikenal sangat piawai menghadapi koloni lebah hutan (lebah odeng). Oleh sebagian orang bahkan ia dianggap sebagai pawang lebah.

Tidak hanya itu, ia pun dikenal sebagai pembudidaya lebah madu yang cukup sukses di Kabupaten Sumedang. Namun jauh sebelum meraih kesuksesannya, pahit getir roda kehidupan sempat dirasakan Ewok saat awal mula menjajaki usahanya tersebut.

Singkat cerita, Ewok yang semula hobi berkelana keluar masuk hutan, akhirnya memutuskan untuk menikah dengan pujaan hatinya pada sekitar tahun 1999. Saat itu, ia pun telah piawai memburu madu hutan namun manfaat dari keahliannya itu belum ia sadari sepenuhnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Betapa tidak, setahun setelah menikah, Ewok bersama istrinya langsung diuji oleh persoalan ekonomi yang membelitnya. Segala usaha sempat ia lakoni dari mulai menjadi penjual es potong unyil keliling, tukang las hingga terakhir usaha kecil-kecil dengan membuat tahu Sumedang di daerah Cirebon yang berakhir mengalami kebangkrutan.

Usaha demi usaha yang ia coba jalani kerap berujung pada kegagalan. Sementara beban kehidupan semakin bertambah terlebih dengan hadirnya seorang anak dari buah perkawinan bersama istri tercintanya.

ADVERTISEMENT

Hingga pada suatu waktu, ia pun sempat mengalami putus asa.

"Wah pokoknya saat itu pusing sepusing-pusingnya, usaha ini gagal, usaha itu gagal, sementara saya punya tanggung jawab pada keluarga," paparnya kepada detikJabar belum lama ini.

Ewok Jarot, penakluk lebah asal Sumedang.Ewok Jarot, penakluk lebah asal Sumedang. Foto: Istimewa

Di momen keputusasaannya itulah, Ewok memutuskan untuk menenangkan diri dengan pergi ke dalam hutan. Suatu kebiasaan yang kerap dijalaninya sebelum menjalani biduk rumah tangga.

Sementara istri dan anaknya, dengan terpaksa saat itu ia titipkan kepada mertuanya.

"Saya kabur ke dalam hutan selama tiga minggu lamanya," ujar Ewok.

Dengan berbekal 3 liter beras, Ewok pun melakukan penjelajahan sambil merenungi nasibnya di salah satu hutan di Sumedang. Saat itu, ia bertahan hidup dengan mengandalkan apa saja yang disediakan oleh hutan.

"Waktu di dalam hutan, saya makan apa saja yang disedikan disana. Makan bajing, udang hutan, dan lain-lain pokoknya saat itu apa saja saya makan selagi bisa dimakan," paparnya.

Hingga suatu ketika, ia pun lalu tersadar akan satu keahliannya yang terpendam selama ini yakni memburu madu hutan. Bukan hanya itu, pikiran Ewok pun seketika mulai terbuka akan peluang usaha dari komoditas satu ini.

Dari sana, semangatnya untuk bangkit dari keterpurukan pun mulai tumbuh. Sisa penjelajahannya itu, ia manfaatkan sepenuhnya untuk memburu madu hutan dan alhasil, banyak madu yang berhasil didapatnya.

Ia pun kemudian memutuskan pulang dengan sejumlah madu di tangannya.

Jejak Kesuksesan Ewok Jadi Pembudidaya Madu

Hasil tangkapan madu hutan yang dikumpulkan Ewok awalnya ia dijual dengan cara berkeliling ke tiap kantor institusi yang ada di Sumedang.

"Trik awal jualan saya saat itu semisal saya titipkan ke tiap dinas atau kantor lembaga lainnya, kemudian saya titip KTP biar orang percaya bahwa saya asli orang Sumedang," terangnya.

Tanpa diduga, madu hasil tangkapan Ewok pun banyak diminati hingga laris manis dan ludes terjual. Perlahan, ia pun mulai dikenal sebagai penjual madu hutan.

Pada 2013, Ewok akhirnya memutuskan budidaya lebah madu kecil-kecilan di depan rumahnya. Dan tanpa disangkanya, animo masyarakat terhadap usahanya itu ternyata cukup tinggi dari banyaknya jumlah masyarakat yang berkunjung.

Dirasa lokasi budidaya semula kurang representatif, ia kemudian memindahkan tempat usahanya itu ke lahan milik BKSDA di sekitaran Cigorobog, Desa Citengah, Kecamatan Sumedang Selatan.

Sejak saat itu, Ewok pun mulai mendalami lebih jauh tentang dunia lebah dan madu. Sejumlah pelatihan-pelatihan kerap ia ikuti, salah satunya pelatihan yang digelar oleh Balai Pelatihan Kerja (BLK) yang bekerjasama dengan para ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB).

Dari sana, keilmuannya pun semakin bertambah. Bahkan kini, ia pun cukup memahami cara mengekstrak sebuah madu menjadi sebuah propolis yang kaya akan khasiat.

Seiring berjalannya waktu, Ewok pun kini cukup sukses menjadi pembudidaya lebah madu di Kabupaten Sumedang. Dari hasil budidayanya itu, kini ia telah beromzet dikisaran antara Rp 17 juta hingga Rp 250 juta.

"Kalau nusim kemarau itu omzet minimal dikisaran 70 kilogram sampai satu kuintal madu, kalikan saja dengan Rp 250 ribu per kilogramnya. Kalau musim hujan 60 kilogram sampai 70 kilogram," terangnya.

Ewok menyebut madu-madu yang dijualnya berasal dari hasil budidaya 5 jenis lebah trigona serta ditambah madu hutan (madu odeng).

"Kalau musim hujan begini permintaan meningkat tapi stok madunya kurang. Bagi pembudidaya, musim hujan seperti saat ini termasuknya masuk musim paceklik," ujarnya.

Ewok menambahkan, saat ini budidaya madu terbilang cukup menjanjikan terlebih dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini.

"Karena sedang musim hujan, jadi untuk memenuhi permintaan akan kebutuhan madu di Kabupaten Sumedang saja sekarang itu stoknya masih kurang, padahal permintaan sedang tinggi-tingginya ini," ucapnya.

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads