Keberadaan tempat penjualan hewan kurban di lingkungan Margaluyu, Kelurahan Margasari, Kota Bandung menimbulkan reaksi dari warga sekitar. Warga menolak tempat tersebut karena dianggap mencemari lingkungan.
Pantauan detikJabar di lokasi, spanduk penolakan tempat penjualan hewan kurban telah dipasang warga di akses masuk menuju Lingkungan Margaluyu. Warga yang menolak ini berasal dari 3 rukun tetangga (RT), yaitu RT 1, 2 dan 4 di RW 9.
Saat ditemui wartawan, Ketua RW 9 Lingkungan Margaluyu, Deni, membenarkan spanduk penolakan itu dipasang warganya. Itu terjadi karena warga menganggap tempat itu sudah tidak layak lagi digunakan untuk penjualan hewan ternak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi warga kami menolak tempat itu karena bisa mengganggu lingkungan. Kan ada limbah kotoran dari hewan ternaknya yah. Itu yang ditolak sama warga karena mengganggu dan menimbulkan bau," kata Deni, Rabu (22/6/2022).
Baca juga: Harga Emas Turun Jadi Rp 993.000/Gram |
![]() |
Deni mengatakan, warga sepakat menolak keberadaan tempat tersebut. Warganya juga menandatangi kesepakatan penolakan supaya area itu tak dijadikan tempat penjualan hewan kurban menjelang Iduladha.
"Warga sudah sepakat menolak tanpa syarat apapun. Warga pengennya nggak ada penjualan hewan kurban di situ karena suka bau ke pemukiman," ucap Deni.
Penolakan ini juga sudah disampaikan warga ke pihak Kelurahan Margasari. Namun Deni mengaku, pihak kelurahan memberikan rekomendasi kepada pemilik lahan dan pengusaha yang mengizinkan untuk membuka lapak penjualan hewan kurban di lingkungannya.
"Berita acara penolakan dari warga udah kita kasih ke kelurahan. Tapi ternyata, pemilik lahan malah minta ke kelurahan supaya ngasih izin tempat itu dibuka. Akhirnya keluarlah rekomendasi dari kelurahan dengan beberapa persyaratan, yang padahal itu sudah ditolak sama warga," tuturnya.
Karena ada surat rekomendasi dari kelurahan, Deni mengaku tak bisa berbuat banyak. Deni sebagai ketua RW, akhirnya ikut memberikan izin area tersebut bisa digunakan sebagai sebagai tempat penjualan hewan kurban, tapi dengan beberapa persyaratan kepada pihak pengusaha.
Beberapa persyaratannya yaitu, pengusaha hanya bisa berjualan pada tahun ini. Pada tahun selanjutnya, pengusaha tak akan diberikan izin kembali oleh warga karena persoalan limbah kotoran hewan di sana.
"Sebetulnya kalau sapinya mau dikeluarkan, bisa. Karena kan mereka belum punya legalitasnya. Tapi karena pertimbangan kemarin (menyebut rekomendasi dari kelurahan), dia akhirnya sanggup dan minta pertimbangan supaya bisa jualan sapi di tahun ini," ucapnya.
"Terus syarat selanjutnya harus membersihkan kotoran seminggu dua kali, enggak ada penyembelihan, seminggu setelah Idul Adha areanya harus steril dan ngasih kompensasi ke warga Rp 50 ribu per ekor sapi yang dijual," tambahnya.
Baca juga: Geliat Ponsel Nokia yang Dulu Hit Banget |
DetikJabar lalu menemui Yopi Gustap Ferolan, pengusaha hewan kurban yang ditolak warga Margaluyu. Mengenai penolakan ini, Yopi pun beralasan tempat tersebut sudah sesuai dan cukup jauh dari lingkungan warga sekitar.
"Tempat ini kan berdiri tahun 88, harusnya warga itu mengerti dulunya rumah potong hewan emang fungsinya untuk kapasitasnya sapi terbesar di Kota Bandung. Kalau disebut mengganggu lingkungan, ini tempatnya juga jauh kok. Dari tahun ke tahun juga memang di sini, masak mau jualannya di dalam komplek," katanya.
Yopi pun menganggap penolakan hanya datang dari segelintir orang di lingkungan Margaluyu. Sebab ia memastikan, keberadaan tempat penjualan hewan kurbannya juga turut membantu ekonomi warga setempat.
"Saya ini orang asli sini kang. Jadi kalau menurut saya, warga yang menolak itu warga-warga pendatang sebenernya yang dari komplek-komplek baru. Warga lama sebagian nggak masalah," pungkasnya.
(ral/ors)