Roda bisnis di sentra kerajian golok dan perkakas logam di Kampung Galonggong Desa Cilangkap Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya berputar lesu. Imbas pandemi COVID-19 ternyata ikut memukul sektor usaha yang selama ini menjadi salah satu ikon UKM di Kabupaten Tasikmalaya. Beruntung mayoritas perajin sudah merambah digital marketing, sehingga mereka mampu bertahan.
"Lumayan berpengaruh sekali, sejak pandemi Corona penjualan jadi berkurang," kata Egi (35) salah seorang perajin golok di Galonggong belum lama ini.
Namun demikian Egi mengatakan para perajin di kampungnya masih bisa bertahan. Setidaknya hal ini ditandai dengan masih berjalannya produksi. "Pandai besi masih berproduksi, kemudian perajin gagang dan sarung juga masih jalan," kata Egi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan bisnis kerajinan golok atau perkakas Galonggong terdiri dari dua sektor atau dua kalangan. Yang pertama adalah pandai besi yang mengolah logam menjadi bilah tajam. Selain metode tradisional, kini sudah banyak pandai besi yang menggunakan mesin tempa. Sehingga kapasitas produksinya jadi lebih meningkat.
Kemudian sektor kedua adalah para perajin gagang dan sarung golok. Inilah kalangan yang bertugas melakukan finishing sekaligus melakukan penjualan hasil produksi. Sektor kedua ini juga terbagi menjadi dua, ada yang khusus untuk perkakas kerja dan ada yang fokus di perkakas souvenir atau kerajinan.
"Nah kalau saya lebih ke souvenir. Gagang goloknya diukir beragam motif atau karakter pewayangan. Biasanya untuk koleksi atau pajangan," kata Egi. Dia mengaku memiliki keterampilan itu dari bapaknya Mang Unus, seorang perajin ukir yang cukup terkenal di Galonggong.
Terkait upaya bertahan di tengah guncangan imbas pandemi COVID-19, Egi mengaku dirinya mulai memanfaatkan penjualan online. Menurut dia dampak positifnya cukup signifikan, dia mengaku setiap pekannya bisa mendapatkan pemesanan dari berbagai daerah di tanah air.
"Saya baru memanfaatkan media sosial saja, Alhamdulillah ada hasilnya. Pesanan datang dari berbagai daerah, terakhir mengirim ke Kalimantan. Ini juga mau mencoba buka toko online di aplikasi marketplace, katanya gampang ya syaratnya?," kata Egi.
Nama besar Galonggong sebagai produsen golok, pedang atau olahan logam lainnya memang sudah tak diragukan lagi. Menurut Egi, bahan logamnya boleh sama, namun cara pengolahannya bisa sangat mempengaruhi hasil dan kualitas golok.
"Pandai besi di sini kan sudah jago-jago, jadi soal kualitas sudah teruji dan terbukti. Makanya bisa bertahan sampai sekarang juga, mungkin karena kualitasnya bagus," kata Egi.
Bagusnya kualitas golok Galonggong otomatis membuat harga jual pun menyesuaikan. Misalnya untuk golok kerja dengan kualitas baik, dijual dengan kisaran harga Rp 400 ribu. Sementara itu golok bergagang ukiran berbahan kayu harganya kisaran Rp 600 ribu.
"Kalau gagangnya ukiran berbahan tanduk, bisa mencapai Rp 2,5 juta. Itu harga-harga untuk kualitas yang bagus ya, yang murah-murah juga ada," kata Egi.
Dia menambahkan saat ini logam yang digunakan untuk bahan golok tak hanya logam limbah bekas per mobil atau lainnya, sekarang ada bahan logam khusus yang bisa menjadi golok yang bagus.
"Ada namanya bahan baja Panadis. Bahannya saja Rp 800 ribu, belum ongkos pandai, gagang dan sarungnya. Jatuhnya bisa sampai jutaan rupiah. Biasanya itu dipesan oleh tukang jagal, untuk sembelih hewan atau memotong daging. Tajam luar biasa," kata Egi.
Lebih lanjut Egi mengatakan persaingan produksi golok dan perkakas memang semakin terbuka. Jika sebelumnya Galonggong bersaing dengan produksi Banten atau Sukabumi, kini muncul lagi saingan yang dapat dikatakan mengganggu usaha perajin golok lokal.
"Banyak perkakas impor, kalau untuk golok kerja yang kualitas bagus untuk kerja biasanya impor dari Kolombia. Kalau untuk kelas perkakas dapur atau kualitas biasa saja itu impor dari Cina," kata Egi.
Meski demikian Egi mengaku optimistis golok Galonggong masih bisa bertahan dan mampu bersaing. "Galonggong mah sudah sejak dulu, sudah terkenal akan kualitasnya. Jadi kami yakin tak akan kalah bersaing," kata Egi.
(tey/tya)