Pilu Yeni di Kampung Gempol: Masuk Lewat Jendela-Tidur di Dapur

Pilu Yeni di Kampung Gempol: Masuk Lewat Jendela-Tidur di Dapur

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Sabtu, 20 Des 2025 16:10 WIB
Pilu Yeni di Kampung Gempol: Masuk Lewat Jendela-Tidur di Dapur
Yeni menunjukkan rumahnya yang rusak akibat pergeseran tanah di Sukabumi (Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar)
Sukabumi -

Yeni (39) termenung di depan jendela rumahnya yang tanpa penutup di Kampung Gempol, Desa Cikadu, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi.

Tidak ada pintu yang bisa ia buka untuk menyambut tamu. Sehari-hari, ia dan keluarganya terpaksa keluar-masuk rumah dengan cara memanjat jendela.

Bukan karena kunci yang hilang, melainkan karena struktur bangunan rumahnya sudah miring dan rusak parah akibat pergerakan tanah. Pintu depan sengaja tidak digunakan karena jika dibuka, Yeni khawatir guncangannya akan merubuhkan sisa bangunan yang kini hanya ditopang kayu seadanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tiap hari lewat jendela begini kalau mau masuk. Pintunya sudah tidak bisa ditempati, takut roboh kalau dibuka," ujar Yeni sambil memperagakan caranya masuk ke dalam rumah.

ADVERTISEMENT

Bertaruh Nyawa di Zona Merah

Saat masuk ke dalam rumah, pemandangan yang lebih memilukan langsung terlihat. Dinding-dinding rumah Yeni tampak retak besar dan miring. Agar tidak ambruk menimpa penghuninya, tembok-tembok itu harus disangga (dikenal warga setempat sebagai 'ditunjel') menggunakan batang-batang kayu.

Lantai keramik yang dulu rapi kini hancur, menyisakan tanah yang tidak rata.

Di rumah yang sudah dinyatakan sebagai Zona Merah ini, Yeni tinggal bersama suami dan dua anaknya yang masih kecil, berusia 8 dan 5 tahun.

Setiap malam, ketakutan selalu menghantui, terutama saat hujan turun. Kamar tidur utama sudah tidak berani mereka tempati karena posisinya yang miring parah.

"Kalau hujan tidak bisa tidur, takut. Kalau malam tidurnya di dapur. Di dapur juga sempit, banyak nyamuk, anak saya sampai menangis karena takut bangunan roboh," tutur Yeni dengan mata berkaca-kaca.

Semalam terakhir, kesedihan Yeni bertambah. Cucu bayinya yang baru berusia 3 bulan, yang selama ini ia rawat, terpaksa diambil oleh ayah sang bayi (menantu Yeni) secara mendadak. Alasannya menyayat hati, sang ayah takut anaknya tertimbun reruntuhan jika terus tinggal di rumah Yeni.

"Saya sedih, Pak. Cucu saya dibawa sama bapaknya tadi malam. Takut roboh katanya rumahnya," ucap Yeni lirih.

Yeni mengaku sebenarnya ia sudah sempat mengungsi dan mengontrak rumah di tempat aman. Namun, janji pemerintah melalui BNPB yang akan memberikan Dana Tunggu Hunian (DTH) untuk biaya sewa tak kunjung cair.

"Dulu disuruh mengontrak, katanya mau dikasih uang kontrakan Rp600.000 per bulan. Tapi kenyataannya tidak ada. Kalau mengontrak kan harus bayar, akhirnya saya terpaksa pulang lagi ke sini sama suami," ungkapnya pasrah.

Kini, Yeni dan warga Kampung Gempol lainnya hanya bisa berharap janji relokasi segera ditepati. Mereka tidak ingin menunggu hingga bangunan rapuh itu benar-benar menjadi kuburan bagi keluarga mereka.

Kampung Gempol mengalami pergeseran tanah yang parah. Fenomena ini memaksa wilayah tersebut dinyatakan sebagai zona merah tidak layak huni, namun lambatnya penanganan membuat warga yang kehabisan modal nekat kembali ke rumah mereka yang nyaris rubuh.




(sya/dir)


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads