Sebuah video yang beredar di media sosial kembali membuka potret kelam perdagangan orang. Dalam rekaman itu, tujuh orang di antaranya lima laki-laki dan dua perempuan muncul dengan wajah letih, memohon agar Pemerintah Kabupaten Kuningan memulangkan mereka dari Kamboja.
"Saya bersama teman-teman saya berharap bantuannya dari Masyarakat Peduli Kuningan khususnya kepada Bapak Bupati Kuningan dan Kepada Sekretaris Daerah Kuningan serta Duta besar Republik Indonesia untuk bisa memulangkan kami ke tanah air Indonesia. Kami pengin pulang pak, Mohon bantuannya pak," tutur suara dalam video tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi Yusuf Dandi, Koordinator Masyarakat Peduli Kuningan (MPK), suara itu bukan sekadar permohonan anonim. Ia mengenal betul sosok laki-laki yang berbicara yaitu Dimas (25), warga Desa Galaherang, Kecamatan Maleber, Kabupaten Kuningan. Yusuf menyebut, kepergian Dimas ke luar negeri dilakukan tanpa sepengetahuan keluarga.
"Dimasnya orang Desa Galaherang, Kecamatan Maleber, Kabupaten Kuningan. Kalau istrinya bukan orang Kuningan tapi Karawang. Yang lainnya Itu temen-temennya yang kabur. Ada yang dari Medan, Depok, dan Riau. Hari ini saya ajak keluarga korban ketemu Kapolres. Karena mereka pergi keluar negeri tidak bilang sama keluarga. Tahu keluarganya di luar kota awalnya. Kebetulan keluarganya masih bingung juga," tutur Yusuf, Sabtu (6/12/2025).
Menurut Yusuf, perjalanan Dimas berawal dari ajakan seorang teman yang menawarkan pekerjaan di luar negeri. Dengan keyakinan akan mendapatkan peluang yang lebih baik, Dimas dan istrinya pun berangkat. Semua dokumen, termasuk paspor dan visa, diurus oleh orang yang dikira sebagai agen resmi.
"Dia telepon saya dan ngobrol katanya dia ikut temannya yang kerja di luar negeri. Akhirnya bawa istrinya bareng. Dia berangkat ke luar negeri itu paspor dan visa diurus sama temanya. Sama Dimas dikira agen. Dari Kuningan dia berangkat ke Jakarta dari Jakarta dia ke Batam. Dari Batam naik kapal laut ke Malaysia Kuala Lumpur, dari Kuala Lumpur naik pesawat ke Kamboja," tutur Yusuf.
Namun kenyataan jauh berbeda dari harapan. Sesampainya di Kamboja, Dimas justru bekerja sebagai admin judi slot. Tak hanya itu, ia juga mengalami pemerasan hingga kekerasan setiap kali gagal mencapai target pemasukan.
"Di Kamboja itu bertemulah dengan orang Indonesia. Semacam agen di sana. Begitu datang dia harus bayar Rp 25 Juta. Karena nggak ada uang akhirnya tetap bekerja di sana. Dengan iming-iming gaji Rp 9 juta per bulan. Tapi dia ternyata dijadikan admin slot dengan sistem satu orang tujuh situs tiga komputer. Tiap hari itu kalau tidak ada pemasukan itu ada tindakan kekerasan, verbal atau fisik. Puncaknya setelah beberapa hari nggak ada kawan saya itu pernah dipukul hanger kepalanya sampai berdarah, dan kakinya dipukul sama pipa. Itu ada bukti foto-fotonya," jelas Yusuf.
Karena tak tahan, Dimas dan sembilan rekannya kabur menuju Kedutaan Besar Republik Indonesia. Namun upaya menyelamatkan diri justru terhambat oleh berbagai prosedur administratif.
"Setelah itu ada 10 orang kabur dengan alasan keluar sebentar. Setelah itu mereka di KBRI. Harusnya kan harus langsung ditangani. Itu mereka diminta pelaporan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP). Sebelum pelaporan harus nunggu 3 hari. Dan harus bayar. Dan untuk deportasi harus nunggu 6 sampai 8 bulan. Sedangkan kehidupan mereka kan nggak ada yang jamin," ujar Yusuf.
Ia berharap pemerintah daerah dan pusat dapat memastikan keamanan para korban serta mempercepat proses pemulangan mereka.
"Karena Dimas kawan saya dan minta bantu ke organisasi kami. Saya harap Pemerintah Daerah bisa memfasilitasi ke Kementerian Luar negeri maupun ke KBRI. Yang pertama mementingkan keamanan korban karena itu masuknya ke TPPO. Yang kedua untuk segera memulangkan korban, karena hidupnya tidak terawat dan masih di bawah tekanan. Kasihan mereka sembunyi ke sana ke sini," ungkapnya.
Pemerintah Kabupaten Kuningan sendiri telah merespons laporan tersebut. Sekretaris Daerah Kabupaten Kuningan, Uu Kusmana, memastikan pemerintah daerah mengikuti perkembangan kasus ini dan berupaya memulangkan Dimas serta istrinya.
"Pak Bupati kemarin sudah fasilitasi Yusuf Dandi dari MPK langsung Bupati video call dengan yang bersangkutan yang ada di Kamboja. Pada intinya Bupati merasa prihatin. Kedua pemerintah daerah tidak diam dan berupaya yang bersangkutan itu bisa pulang ke Kuningan. Pak Bupati lagi berupaya melalui jalur formal atapun non formal. Orang Kuningan satu orang tapi berangkat dengan istrinya. Saya lihat di sana, cidera mereka," tutur Uu.
Selain itu, Pemkab Kuningan mengimbau masyarakat lebih berhati-hati terhadap tawaran bekerja di luar negeri dari pihak yang tidak memiliki legitimasi jelas, agar kasus serupa tidak kembali terjadi.
(dir/dir)











































