Kejadian dugaan penyekapan anak gadis oleh 4 pria di sebuah penginapan di Tasikmalaya, seakan menjadi pelecut bagi aparat pemerintah untuk bergerak. Polisi sudah bergerak sejak awal melakukan penindakan hukum, kemudian Dinas Pariwisata sudah menutup operasional hotel.
Sekarang giliran Dinas Pendidikan yang akan turun tangan. Masalahnya korban RN (15), merupakan anak putus sekolah yang tinggal di Kecamatan Cibeureum Kota Tasikmalaya. Dua pelaku yang masih di bawah umur juga ditengarai sebagai anak putus sekolah warga Kecamatan Tamansari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Munculnya kasus ini jadi bukti, masih banyak anak usia sekolah di Tasikmalaya yang tak mengenyam pendidikan formal. Mereka luput dari perhatian pemerintah, yang tengah berusaha meningkatkan angka rata-rata lama sekolah.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya, Cecep Susilawan mengatakan pihaknya akan melakukan intervensi agar anak-anak itu bisa kembali ke sekolah, tentunya usai proses hukum selesai.
"Saya tentu turut prihatin, tapi sejauh ini kami belum mendapatkan informasi kejadian itu secara utuh. Tapi kalau memang itu terjadi adalah keprihatinan buat dunia pendidikan," kata Cecep, Kamis (27/11/2025).
Cecep mengaku akan menurunkan tim untuk mencari tahu persoalan yang membuat anak-anak itu putus sekolah. Targetnya anak-anak putus sekolah yang terlibat dalam kejadian itu, bisa kembali ke sekolah.
"Kami wajib hadir untuk menggali persoalan sesungguhnya, yang mendasari itu apa sehingga anak sampai putus sekolah dan terjadi seperti itu," kata Cecep.
Terkait deteksi atau pemantauan anak-anak putus sekolah di Tasikmalaya, menurut Cecep selama ini dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya melalui pengajuan atau temuan dari masyarakat.
Sejauh ini, lanjut Cecep, permasalahan anak putus sekolah setidaknya dipicu 2 faktor, yakni kondisi anak dan kondisi ekonomi keluarga.
"Pertama semangat belajar yang tidak sama sekali dimiliki anak, itu artinya kami perlu intervensi untuk mempengaruhi anak tersebut, mengedukasi bahwa pendidikan itu penting untuk hari ini dan masa depan," kata Cecep.
Jika masalahnya ekonomi, maka penanganannya dilakukan dengan cara menjadi orang tua asuh atau memanfaatkan program Sekolah Rakyat.
"Kedua apabila ada keterbatasan dari sisi ekonomi. Kita perlu berpikir dan berdiskusi lintas stakeholder yang ada ketika jalan keluarnya harus ada dukungan finansial, kenapa tidak para pejabat Dinas Pendidikan dan Pemerintah Kota menjadi orang tua asuh," kata Cecep.
Sebelumnya, AS (49) bapak kandung korban RN mengakui jika anaknya putus sekolah. RN meninggalkan bangku kelas 2 SMP dengan alasan malas.
AS mengaku saat itu tak bisa berbuat banyak, nasehat yang dia berikan tak digubris. Padahal AS sendiri mengakui dirinya masih mampu membiayai pendidikan anak keduanya itu.
"Saya dan ibunya juga bingung, akhirnya nggak sekolah. Jadinya sehari-hari dia hanya di rumah saja," kata AS. Dia menambahkan RN meninggalkan bangku sekolah sejak tahun 2023 lalu.
(sud/sud)










































