Sebanyak 14.543 warga Kota Sukabumi berstatus pengangguran. Angka ini didominasi oleh kelompok Gen Z usia 15-24 tahun, yang jumlahnya mencapai sekitar 8 ribu orang. Data tersebut merupakan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Sukabumi, Punjul Saepul Hayat, mengatakan tingkat pengangguran terbuka (TPT) di kota tersebut masih cukup tinggi. Bahkan, angkanya melebihi pengangguran di Jawa Barat maupun nasional.
"TPT kita per Agustus 2025 ada di angka 8,19 persen. Itu lebih tinggi dibandingkan provinsi maupun nasional. Ini tentu menjadi tantangan bagaimana kita menurunkannya," kata Punjul kepada detikJabar di Politeknik Sukabumi, Selasa (26/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengapa Gen Z Mendominasi Pengangguran?
Punjul menyebut ada sejumlah penyebab tingginya angka pengangguran di Kota Sukabumi. Selain minimnya peluang kerja akibat keterbatasan lahan industri, ada pula persoalan ketidaksinkronan antara dunia pendidikan dan kebutuhan industri.
"Matching antara pendidikan dan industri harus diperkuat. Anak SMK atau SMA lulus, tapi skill-nya apa? Itu yang perlu kita isi lewat BLK (Balai Latihan Kerja)," tegasnya.
Kota Sukabumi juga menghadapi tantangan tata ruang, di mana sebagian lahan harus dijaga sebagai ruang hijau dan lahan pertanian sehingga ruang ekspansi industri menjadi terbatas.
Tiga Strategi Turunkan Pengangguran
Punjul menjelaskan, Disnakertrans menyiapkan tiga strategi utama untuk menekan pengangguran, mulai dari peningkatan keterampilan sampai membuka akses kerja.
Strategi pertama yaitu revitalisasi Balai Latihan Kerja (BLK) Cikundul. BLK yang sempat vakum sejak pandemi bakal kembali diaktifkan dan diperkuat. Di sana akan tersedia berbagai fasilitas pelatihan, mulai dari tataboga, tatabusana, otomotif, pengelasan, hingga kelas-kelas bahasa.
"Skill sangat mempengaruhi serapan tenaga kerja. Minimal warga Kota Sukabumi bisa tiga bahasa yaitu Inggris, Mandarin, Jepang atau Korea atau Arab," ujarnya.
Punjul mencontohkan peningkatan kompetensi pengelasan yang kini dibutuhkan untuk kapal, tanker, hingga pengelasan dalam air, bukan sekadar pekerjaan sederhana. Di bidang otomotif, peluang juga terbuka lebar seiring meningkatnya kebutuhan tenaga ahli, termasuk untuk produsen mobil listrik.
Strategi kedua yaitu peningkatan perlindungan dan sertifikasi tenaga kerja. Disnakertrans menargetkan lonjakan besar dalam pemberian sertifikasi kompetensi. Sertifikasi dinilai penting untuk meningkatkan daya saing lulusan di pasar kerja.
"Sekarang sekitar 100 orang tersertifikasi. Tahun 2026 kami targetkan 1.000 orang," jelasnya.
Ketiga yaitu aksesibilitas pekerjaan lewat 'Kelurahan Migran Emas.' Program yang akan berjalan mulai 2026 ini bertujuan menciptakan ekosistem migran yang aman dan sejahtera.
Ada pelatihan, literasi migran aman, dan literasi keuangan bagi mereka yang akan atau baru kembali dari bekerja di luar negeri.
"Jangan sampai sudah kerja bertahun-tahun di luar negeri, pulang malah tidak punya hasil karena kurangnya literasi keuangan. Harapannya mereka bisa jadi juragan, buka usaha, dan menyerap tenaga kerja lain," kata Punjul.
Disnakertrans berharap strategi-strategi tersebut bisa mulai menekan angka pengangguran, khususnya di kalangan Gen Z yang mendominasi pasar kerja masa kini.
(dir/dir)











































