Di siang hari yang mendung, Yuyun Yuningsih (30) warga Desa Payungagung, Kecamatan Panumbangan, Kabupaten Ciamis, nampak sedang sibuk membereskan pakaian dan perabot rumahnya. Di tengah rumahnya terlihat berbagai barang-barang yang telah dikemas.
Kamis (13/11/2025) siang ini rencananya Yuyun akan pindah sementara dari rumahnya. Hal tersebut terpaksa dilakukan karena rumahnya rusak, bagian lantai dan dinding retak-retak hampir di seluruh ruangan rumah hal itu terjadi akibat pergerakan tanah yang terus terjadi sejak Senin (10/11/2025).
"Iya ini sedang beres-beres mau pindah dulu ke rumah nenek sampai kondisi aman, tapi nunggu dulu suami pulang kerja," ujar Yuyun saat ditemui di rumahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yuyun mengaku khawatir rumahnya tiba-tiba ambruk. Mengingat pergerakan tanah hingga saat ini masih terus terjadi. Hujan deras yang mengguyur hampir setiap sore membuat pergerakan tanah perkembangannya cukup cepat.
"Kondisinya parah, retakan-retakannya cepat terus tambah besar sampai sekarang masih. Dinding, lantai, toilet semua retak," ungkapnya.
Yuyun bercerita, retakan tanah mulai terjadi pada Senin (10/11/2025) malam. Ketika sedang beristirahat bersama anaknya di kamar, Yuyun mendengar bunyi retakan dari berbagai sudut rumahnya. Awalnya ia mengira terjadi gempa. Ia melihat lantai rumahnya retak dan muncul ke atas.
"Lagi di rumah sama anak-anak, kaget tiba-tiba terdengar suara retakan. Tadinya mau ke luar tapi karena kondisinya malam dan hujan jadi bertahan di rumah," tuturnya.
Yuyun mengaku setuju apabila ada upaya relokasi rumah dari pemerintah ke tempat yang lebih aman. Menurut Yuyun, pergerakan tanah ini bukan kejadian pertama kali namun pernah terjadi di tahun 2016 dan tahun sebelumnya. Hanya saja, pergerakan tanah kali ini lebih parah dibanding sebelumnya.
Hal senada juga diungkapkan Sidik (52), warga lain yang rumahnya terdampak pergerakan tanah. Ia berharap pihak pemerintah baik dari kabupaten, provinsi atau pusat melakukan langkah penanganan dengan cara relokasi.
"Harapan kami direlokasi, karena pergerakan tanah ini sudah terjadi beberapa kali dan sekarang paling parah," jelasnya.
Menanggapi keinginan warga untuk relokasi, Kepala Desa Payungagung Muhamad Haris Nasution mengatakan pihaknya sedang berupaya untuk mencari solusi mengatasi pergerakan tanah tersebut.
"Kami masih berupaya mencari solusi terbaik karena masyarakat sudah mulai jenuh menghadapi kondisi ini. Sejak 2010 hingga 2025, bencana serupa sudah terjadi enam kali, sehingga keinginan untuk relokasi mulai muncul di kalangan warga," ungkapnya.
Pemerintah desa sendiri tidak memiliki anggaran untuk itu. Namun, pihaknya berharap bisa duduk bersama dengan instansi terkait di Pemkab Ciamis.
"Mudah-mudahan Bapak Bupati dapat menugaskan dinas terkait untuk membahas kemungkinan relokasi, baik dengan dukungan anggaran dari kabupaten, provinsi, maupun pemerintah pusat. Proses ini tentu tidak bisa dilakukan tergesa-gesa karena bergantung pada ketersediaan anggaran," jelasnya.
Tahun-tahun sebelumnya, pemerintah desa sebetulnya sudah menyiapkan lahan untuk relokasi. Namun keterbatasan anggaran membuat relokasi tidak dilakukan sampai sekarang.
(dir/dir)











































