6 Fakta Kukang Jawa-Kucing Hutan di Pangandaran Terancam Punah

6 Fakta Kukang Jawa-Kucing Hutan di Pangandaran Terancam Punah

Tim detikJabar - detikJabar
Jumat, 31 Okt 2025 09:31 WIB
Kondisi Pagar Laut Cagar Alam Pangandaran dan rusa yang berada diluar kawasan TWA
Cagar alam Pangandaran (Foto: Aldi Nur Fadillah/detikJabar).
Pangandaran -

Keberadaan kukang Jawa (Nycticebus javanicus) dan kucing hutan penghuni Taman Wisata Alam (TWA) Cagar Alam Pananjung, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, kini mulai langka. Dari pemantauan pengelola, populasi kedua satwa ini jumlahnya terus berkurang.

Pengelola TWA Cagar Alam Pananjung sudah sulit menemukan satwa ini muncul ke permukaan. Namun, jika menjelajah hingga ke kawasan dalam hutan, satu atau dua satwa itu masih dapat ditemukan.

Berikut 6 fakta keberadaan dua satwa liar ini:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Kukang dan Kucing Hutan Sudah Langka

Kepala Resor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Pangandaran, Kusnadi, mengatakan hasil laporan survei bulanan menunjukkan Kukang Jawa dan kucing hutan menjadi dua satwa yang paling langka di kawasan tersebut.

ADVERTISEMENT

"Itu yang paling langka. Sementara yang lain seperti rusa, lutung, landak, merak, dan elang Jawa yang memang asli sini, masih dalam tahap aman," kata Kusnadi kepada detikJabar.

Menurutnya, populasi kukang kini hampir punah. Berdasarkan data penyerahan dari masyarakat, hanya tersisa 17 ekor kukang dari dulu hingga sekarang.

"Padahal sebelumnya pernah ada puluhan," katanya.

2. Sarang Kukang Jawa

Kukang Jawa biasanya ditemukan di area yang banyak ditumbuhi bambu. Dahulu, mereka banyak bersarang di kawasan Cikamal.

"Perkiraan kami dulu ada sekitar 60-70 ekor. Entah mereka keluar kawasan atau berpindah tempat, tapi habitatnya memang mulai berkurang," ujarnya.

3. Kucing Hutan Juga Jarang Menampakan Diri

Sementara itu, populasi kucing hutan juga semakin jarang terlihat. "Kadang muncul di area basecamp, tapi tidak sempat kami foto karena cepat sekali menghilang," katanya.

Dari sisi ketersediaan pakan, menurut Kusnadi, seharusnya tidak ada masalah.

"Kecuali memang dimangsa atau karena kondisi ekosistemnya. Bisa saja yang tersisa hanya betina atau sebaliknya," jelasnya.

4. Kucing Hutan Hanya Tinggal di Cagar Alam

Kusnadi menambahkan, sejak dulu jumlah kucing hutan di TWA memang tidak banyak dan hanya tinggal di area tertentu.

"Hasil survei terakhir menemukan dua ekor kucing hutan di cagar alam. Mudah-mudahan bisa berkembang biak lagi. Jenis kelaminnya belum diketahui karena pengamatannya harus dengan cara yang aman. Hewan itu cukup berbahaya," ungkapnya.

Ukuran kucing hutan, kata Kusnadi, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kucing peliharaan biasa.

"Ukurannya normal seperti kucing pada umumnya, hanya saja liar. Kadang orang mengira seperti macan," tuturnya.

5. Perburuan di Cagar Alam Pangandaran Sudah Nihil

Ia memastikan praktik perburuan satwa di kawasan Cagar Alam saat ini sudah tidak ada lagi.

"Perburuan saya pastikan sudah tidak ada," tegasnya.

Namun, Kusnadi menyebut sebelum pelarangan permanen diberlakukan, praktik penangkapan kalong atau kelelawar dengan layangan masih sempat terjadi.

"Kami selalu patroli, dan sekarang praktik menangkap kalong pakai layangan sudah tidak ada lagi. Tapi di luar kawasan, masih sesekali terpantau," katanya.

6. Populasi Kalong Masih Banyak

Menurutnya, populasi kalong banyak ditemukan di beberapa titik, baik di dalam kawasan cagar alam maupun di Pantai Barat Pangandaran.

"Jumlahnya tidak bisa dihitung pasti. Kalau ada masyarakat yang mengambil kalong sore hari pakai layangan, kami langsung dekati, karena kalau diambil terus bisa habis," ujarnya.

Kusnadi menambahkan, kalong sering diburu untuk dijual atau dijadikan obat.

"Pernah saat penangkapan, saya tanya, katanya kalong itu untuk obat, diambil amedunya saja, untuk obat sesak napas," tutupnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Demo Nelayan di Pangandaran Diwarnai Aksi Bakar Perahu"
[Gambas:Video 20detik]
(wip/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads