Di era digital, teknologi kecerdasan buatan (AI) semakin lekat dengan kehidupan manusia. Salah satu yang populer adalah ChatGPT, chatbot berbasis AI yang kini kerap dijadikan teman curhat oleh sebagian pengguna.
Meski mudah diakses dan responsif, penggunaan AI sebagai tempat berbagi perasaan perlu dibatasi. Hal ini disampaikan oleh psikolog klinis Agata Ika Paskarista yang mengingatkan pentingnya memahami sejauh mana peran AI dalam membantu kesehatan mental. "Ini tergantung sama level yang dirasakan. Kalau teman-teman memang butuhnya 'aku mengeluarkan apa yang aku rasakan' AI (mungkin) bisa membantu," kata Agata kepada detikcom, di sela diskusi di Jakarta Selatan, Sabtu (11/10/2025).
Namun, Agata menegaskan bahwa AI tidak bisa menjadi sumber validasi utama bagi seseorang yang membutuhkan dukungan emosional mendalam. "Tapi kalau akhirnya AI adalah segala sesuatu yang kamu ingin validasi, terus mintanya dari AI itu rasanya nggak bisa. Dia akan memvalidasi semuanya. Terutama untuk teman-teman yang gejalanya sudah ke arah, levelnya sedang ke tinggi, itu mungkin nggak bisa dengan AI saja," sambungnya.
Menurut Agata, individu yang sudah berada pada tingkat gangguan mental menengah hingga berat sebaiknya segera mencari bantuan profesional. Langkah ini penting agar kondisi tidak memburuk dan penanganan dapat dilakukan dengan tepat.
"Kenapa? Nanti ternyata pemikiran untuk mengakhiri hidup, untuk menyakiti diri sendiri ada divalidasi sama AI. Kecerdasan buatan bermanfaat, tapi tidak bisa menggantikan tenaga profesional," jelasnya.
"Karena untuk mengatasi kondisi-kondisi kesusahan mental bukan hanya cerita, tapi melalui profesional itu ada terapi-terapi tertentu," tambahnya.
Agata juga mengingatkan agar setiap orang berhati-hati dalam memilih tempat bercerita. Pendengar yang baik, kata dia, adalah orang yang dapat dipercaya dan memiliki empati.
Baca juga: Si Raja YouTube yang Takut Kecanggihan AI |
"Kalau nggak ada, temui komunitas-komunitas tertentu yang memang fokusnya pada kesehatan mental," ujarnya.
Menutup penjelasannya, Agata menegaskan bahwa AI tidak bisa sepenuhnya dikategorikan sebagai sistem pendukung emosional layaknya manusia.
"Apakah AI ini bisa dikategorikan support system? Karena ini bentuknya kan bukan orang, rasanya sih nggak bisa dikatakan seperti ini," tutupnya.
Artikel ini telah tayang di detikHealth.
(dpy/sud)