Konflik antara manusia dan satwa kembali terjadi di Jawa Barat. Kali ini, korban jiwa adalah Abah Ocang (73), seorang warga yang tewas setelah dipatuk ular king cobra saat tengah berkebun.
Peristiwa itu menjadi cermin betapa rapuhnya batas antara ruang hidup manusia dan satwa liar. Di tengah sawah dan kebun yang kian melebar, ular raja yang biasanya bersembunyi di hutan terpaksa menampakkan diri.
Menurut Peneliti Pusat Studi Komunikasi Lingkungan Unpad, Herlina Agustin, konflik seperti ini tak lepas dari perubahan habitat.
"Pertama, pasti ada perubahan habitat, ada perambahan lahan pertanian, permukiman dan kegiatan manusia lain yang menyebabkan habitat satwa itu seringkali terganggu atau berkurang, si king cobra mungkin sedang cari tempat baru karena tempatnya dia sudah berubah jadi permukiman atau lahan pertanian, seperti yang dilakukan Ocang, itu sebenarnya king cobra nya nyasar, sedang cari makan," kata Herlina kepada detikJabar, Jumat (10/10/2025).
Herlina menjelaskan, banyak warga tidak memahami perilaku ular. Pertemuan antara manusia dan ular sering berujung fatal karena keduanya saling merasa terancam.
"Ocang tidak memahami perilaku ular, mereka sering menganggap ketemu ular, itu bisa mengancam dan ularnya merasa terancam dan akhirnya menyerang," tambahnya.
Menurutnya, ular liar sebenarnya cenderung menghindari manusia. Serangan hanya terjadi jika reptil tersebut merasa terjebak atau tidak punya jalan keluar.
"Kalau mereka menyerang biasanya yang diserang itu tangan atau kaki, itu terjadi jika mereka merasa terpotong karena tidak ada jalan keluar. Ocang berusaha mengusir dan king cobra mematuk kakinya. Tentu saja ular sama dengan satwa lainnya, dia tidak akan menyerang manusia kalau tidak merasa terancam," ungkapnya.
Herlina pun menjelaskan langkah yang tepat jika seseorang tanpa sengaja berhadapan dengan ular.
"Ada prinsip stop, silent, diam, kenapa? Ular itu sensitif dengan gerakan, kalau kita panik dan loncat-loncat ular akan malah merasa terancam dengan gerakan kita," ujarnya.
Ular, lanjutnya, biasanya sedang mengejar mangsa lain seperti tikus atau ular kecil.
"Karena memang dia mengejar mangsanya, dia kejar ular lain, bisanya juga banyak tikus, tikus jadi dimangsa ular cobra, ular korps dan si king cobra kejar ular itu," sambungnya.
Menurut Herlina, munculnya king cobra di area perkebunan bisa jadi karena rantai makanan alami di sana masih berlangsung. Banyak ular kecil di sekitar kebun yang menjadi santapan alami sang predator besar.
Ia menyebut, kasus manusia dipatuk king cobra bukan hal baru. Namun, sebagian besar korban justru adalah orang yang memelihara ular berbisa itu sendiri.
"Sering, tapi beberapa orang yang saya teliti orang yang diserang king cobra adalah pemilik ular king cobra itu sendiri. Orang yang memelihara king cobra justru lebih sering dipatuk king cobra, ada orang yang sedang berusaha menangkap tapi ke gigit ada, banyak intro orang yang diserang king cobra," jelasnya.
Sebagai penutup, Herlina menegaskan pentingnya kesiapan negara menghadapi potensi konflik manusia dan satwa,
termasuk dengan menyediakan serum anti bisa ular.
"Siapin serum bisa anti ular karena kita tak punya serum itu," pungkasnya.
Simak Video "Video: Polisi Tangkap 6 Tersangka Baru Kasus Penjualan Bayi ke Singapura"
(wip/dir)