Kabut tipis menggantung di Curug Sodong, air terjun kembar di kawasan Geopark Ciletuh, Sukabumi. Siang hari airnya tampak jinak dan jernih, tapi di bawah permukaannya arus berputar seperti tangan yang menarik siapa pun yang lengah. Di sinilah dua santri pernah tenggelam, dan di sinilah pula Piat Supriatna menuruni air, mencari mereka dalam gelap yang pekat.
Kala ditemui detikJabar, Minggu (5/10/2025), Piat duduk di tepi Pantai Palangpang, mengenakan seragam kuning Balawista dan kacamata gelap yang memantulkan cahaya sore. Wajahnya tenang, tapi setiap kali menyebut nama Curug Sodong, pandangannya seperti tertarik kembali ke dalam air.
"Visibility enggak ada total, karena gelap, situasi di bawah gelap, jarak pandang gak ada sama sekali di sana," ujarnya pelan, menatap jauh ke arah air terjun yang kini tampak tenang.
Ia masih ingat betul bagaimana air di Curug Sodong begitu dingin, seperti menembus tulang. Di dasar, bebatuan dan besi-besi karatan terasa menusuk kaki setiap kali ia meraba arah.
"Itu waktu kejadian santri yang di Curug Sodong, santri tenggelam di situ, dua orang santri tenggelam di situ," tuturnya lirih.
"Alhamdulillah hari itu dilakukan pencarian diketemukan, dengan si mayat memang di dasar dia tersangkut karena di bawahnya banyak bebatuan, banyak besi-besi juga bekas-bekas coran," imbuhnya.
Bersama tim gabungan dari SARDA, ia menyelam ke kedalaman sekitar lima meter. Air begitu keruh hingga cahaya senter tak menembus lebih dari satu jengkal.
"Jadi tersangkut di bawah saat itu akan menyelam ke bawah, dengan beberapa tim gabungan waktu itu dari SARDA juga ada," ujarnya.
"Kita dengan peralatan Alhamdulillah dibantu dari alat scuba, Alhamdulillah kita bisa menyentuh sampai dasar dengan pencarian tersebut," lanjutnya.
Baca juga: Geopark Ciletuh yang Bikin UNESCO Terpesona |
Curug Sodong berdiri di antara tebing batu yang diselimuti lumut dan rimbun pepohonan. Dua aliran airnya jatuh berdampingan, membentuk tirai putih yang menutupi rongga di bawah tebing. Siapa pun yang berdiri di sana akan merasakan getar tanah saat air menghantam dasar.
"Itu kedalaman laut kurang lebih di angka lima meter, di atasnya ada curug, sangat menantang saat itu luar biasa," katanya, menarik napas panjang seperti kembali merasakan derasnya air.
Di luar misi-misi berisiko itu, Piat dikenal sebagai salah satu anggota Balawista Korwil Selatan Sukabumi yang paling lama aktif. Wajahnya legam terbakar matahari, kacamata gelap hampir tak pernah lepas dari wajahnya.
Di Pantai Palangpang, tempat ia bertugas sehari-hari, ia kerap terlihat mengenakan kaus kuning dengan pelampung merah menempel di dada dan radio genggam di tangan.
Balawista adalah Badan Penyelamat Wisata Tirta, sebuah wadah atau organisasi yang berfokus pada keselamatan pengunjung di destinasi wisata bahari dan wisata air, yang dikenal juga sebagai lifeguard atau penjaga pantai.
Tugas utamanya adalah melakukan pengawasan, pencegahan insiden, dan penyelamatan terhadap wisatawan yang melakukan aktivitas di perairan untuk menjamin keamanan dan kenyamanan mereka
"Saya ditetapkan jadi rescue itu dari tahun 2015 sampai hari ini," ujarnya.
"Tapi kalau saya pendidikan di 2001 di Pangandaran ILS di Australia, saya gabung rescue Sukabumi dari tahun 2015 ya cukup lumayan lama saya gabung," imbuhnya.
Sejak itu hidupnya jarang lepas dari suara sirene, tali evakuasi, dan bau air asin. Ia hafal setiap lekuk pantai dan curug di kawasan Geopark Ciletuh-Palabuhanratu.
"Di kawasan geopark itu dari Batunungul termasuk ini Pasir Putih sini ya," ujarnya sambil menunjuk ke arah laut.
"Juga di Pantai Palangpang, Karang Daeu, terus lagi di daerah ke sana tuh saya lupa lagi namanya tuh juga pernah, yang ada gua itu Cibakung juga, itu dulu kita pernah evakuasi," lanjutnya.
Selama lebih dari sepuluh tahun, ia sudah mengevakuasi puluhan korban. "Penyelamatan dari yang kita pencarian korban yang meninggal sudah cukup lumayan banyak juga sih, tapi enggak nyampai seratusan, puluhan orang," ungkapnya.
Ia menarik napas sejenak sebelum melanjutkan. "Kalau penyelamatan orang yang selamat di angka 50 lah, kurang lebih nyelamatin sementara evakuasi yang sudah meninggal puluhan juga kurang lebih," lanjutnya.
Selain sebagai rescuer, Piat juga menjadi Geopark Ranger yang menjaga kawasan wisata dan edukasi alam di Ciletuh. Ia berpindah dari satu titik ke titik lain: Curug Cimarinjung, Pulau Kunti, Pantai Palangpang, Curug Sodong, hingga Cikadal Citereum.
"Selain balawisata itu saya jadi ranger dari pengelola geopark," ujarnya.
"Saya ditempatkan di empat titik, salah satunya Curug Cimarinjung, Pulau Kunti, Pantai Palangpang, Curug Sodong, juga termasuk Cikadal Citereum, itu berarti lima titik," imbuhnya.
Dari pekerjaan itu ia mendapat penghasilan tetap, meski kecil. "Ada kita per bulan kurang lebih 500 ribu," ujarnya sambil tersenyum tipis.
"Kalau dibilang enggak cukup pastinya sih, kalau hitung matematika enggak cukup, tapi Alhamdulillah kita di sini ada potensi, kita juga bisa guide tamu, bawa tamu juga dampingi tamu, itu sampingan, karena kalau mengandalkan ini juga tidak terlalu menjanjikan betul," tuturnya.
Untuk menambah penghasilan, ia ikut membuka wisata air di Pantai Palangpang. "Saya gabung di koperasi Balawista, juga komunitas angkutan pariwisata," imbuhnya.
"Buka wisata air juga ada perahu, snorkeling, banana boat," ungkapnya mengakhiri perbincangan dengan detikJabar.
(yum/yum)