Suasana di Gedung DPRD Jawa Barat pada Jumat, 29 Agustus 2025 berubah mencekam dalam hitungan menit. Aksi demonstrasi yang awalnya diprediksi sebagai aksi unjuk rasa biasa, menjelma menjadi kericuhan besar yang membuat aparat, pegawai, dan petugas keamanan harus berjuang menyelamatkan diri.
Salah satu saksi mata peristiwa itu adalah Cecep, Komandan Regu 3 Pamdal DPRD Jabar yang hingga kini masih mengingat jelas detik-detik menegangkan saat ia bersama delapan anggotanya terjebak di pos keamanan.
"Kalau ada unjuk rasa, gerbang selalu ditutup. Apalagi polisi sudah kasih tahu sebelumnya, hati-hati, jangan ada yang mendekat ke gerbang," cerita Cecep saat berbincang dengan detikJabar, Selasa (30/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Siang itu, sekitar pukul dua, massa tiba-tiba datang tanpa orasi. Mereka langsung mengejar aparat keamanan yang berjaga. Dari situ, situasi berubah kacau. Cecep yang memimpin sembilan orang pamdal segera menarik anak buahnya masuk ke pos. Namun langkah itu justru membuat mereka terperangkap.
"Sebelum kita keluar itu, kita kejebak di dalam pos. Anggota lain minta tolong ke polisi, katanya ada yang terjebak di dalam. Untungnya massa nggak tahu kalau di dalam pos ada saya sama anggota," ujarnya.
Di tengah kepungan massa, Cecep mengaku pikirannya melayang ke rumah. Sang istri baru saja melahirkan, sementara dirinya harus berhadapan dengan situasi paling genting dalam hidupnya.
"Ingat yang di rumah waktu itu. Istri baru lahiran, saya kejebak di situ. Untung ada tembakan gas air mata, massa mundur, ada peluang keluar dari pos. Kalau nggak ada, mungkin kita nggak bisa selamat," katanya dengan suara bergetar.
Selain menyelamatkan diri, Cecep dan timnya juga sempat khawatir pada paket-paket kiriman karyawan yang tersimpan di pos. "Kita merasa tanggung jawab jadinya. Tapi untungnya nggak sampai rusak parah pos itu. Alhamdulillah nggak ada yang luka dari anggota," ucapnya.
![]() |
Meski berhasil keluar, Cecep tak bisa langsung pulang. Hingga malam, ia bersama rekan-rekan harus bertahan di gedung DPRD, tidur seadanya, sebelum kembali piket esok hari.
"Karyawan dewan memang sudah disuruh pulang dari siang. Jadi tinggal pamdal, OB, driver, sama beberapa karyawan aja yang masih ada di gedung," katanya.
Namun situasi kembali memanas keesokan harinya. Sabtu (30/8), ketika petugas tengah membersihkan sisa-sisa kericuhan, massa kembali datang dan berbuat onar. Karena gerbang yang tak ditutup, massa masuk dan membakar dua sepeda motor.
"Ada cairan tiner, itu dipakai buat bakar-bakar. Gak ada yang kepikiran nutup pintu, langsung pada menyelamatkan diri," tutur Cecep.
Cecep masih harus bertahan hingga Minggu pagi sebelum akhirnya bisa pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, tubuhnya ambruk kelelahan. "Bener aja, saya tumbang. Sakit tiga hari. Itu anggota juga pada gantian tumbang," katanya.
Dari kejadian dua hari itu, yang paling membekas bagi Cecep adalah deringan telepon dari istrinya yang tak henti-henti masuk pada Jumat malam. "Ada 18 panggilan dari istri. Baru tengah malam saya bisa hubungi, kasih tahu kondisi aman. Itu saya keinget terus sama anak yang baru lahir," ucapnya lirih.
Bagi Cecep, pengalaman ini adalah ujian terberat sepanjang kariernya menjaga gedung parlemen Jawa Barat. Meski begitu, Cecep tak ingin menyalahkan siapa pun. Ia hanya berharap ke depan, unjuk rasa tetap bisa berjalan kondusif tanpa menimbulkan korban.
"Saya juga punya keluarga yang unjuk rasa. Kita di sini juga masyarakat biasa, maunya aman-aman aja. Kalau kami kenapa-kenapa, keluarga saya siapa yang ngurusin. Saya mah itu aja, inginnya aman," pungkasnya.
(bba/yum)