Kepulangan Saodah (56), buruh migran asal Kampung Nangerang, Desa Purwasedar, Kecamatan Ciracap, Sukabumi, tak terjadi begitu saja. Setelah 16 tahun tanpa kabar, ia akhirnya kembali ke tanah kelahiran pada 25 Mei 2025 bukan dengan cerita sukses, melainkan dengan kisah getir.
Proses panjang pelacakan menjadi kunci dan di balik itu ada peran seorang pria berambut gondrong yang akrab disapa Bung Awing.
Ia adalah Ketua Organisasi Masyarakat Pemuda Pancasila, bernama lengkap Ma'mun Mochamad Nawawi. Ia bercerita didatangi keluarga Saodah pada April lalu. Mereka datang dengan wajah penuh cemas, meminta tolong melacak keberadaan seorang ibu yang sudah dianggap tiada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari titik itu, Bung Awing mulai menelusuri. Pencariannya bermula dari dokumen yang sudah lusuh sebuah fotokopi paspor milik Saodah.
"Ibu Saodah mengalami penyiksaan di Saudi Arabia, bu Saodah berangkat melalui rekrutmen atas inisial A, dan nama perusahaan PJTKI-nya ada di Jakarta. Selama 16 tahun Bu Saodah tidak ada kabar berita sampai akhirnya anak pertamanya meminta tolong ke saya untuk melacak. Karena oleh keluarga dianggap sudah meninggal dunia di Arab Saudi," ungkapnya, Selasa (30/9/2025).
"Saya melacak menelusuri dan mendapatkan dokumen yang kondisinya sudah lusuh. Nah di dokumen yang ternyata paspor itu kami menemukan stempel perusahaan yang memberangkatkan Bu Saodah," ujarnya menambahkan.
Stempel itu membawa langkahnya ke sebuah perusahaan PJTKI di Jakarta. Namun kenyataan pahit menanti, perusahaan tersebut sudah gulung tikar sejak adanya moratorium keberangkatan ke Timur Tengah. Tak patah arang, Bung Awing mendatangi kementerian, khususnya bagian perlindungan buruh migran.
Kabar Mengejutkan dari Riyadh
Dari serangkaian pencarian itu, akhirnya muncul informasi penting. Saodah ditemukan berada di sebuah rumah sakit di Riyadh, Arab Saudi. Kondisinya kala itu koma, kabar itu diterima dari majikan Saodah.
"Yang mengagetkan ketika saya telepon ke majikannya itu berada di rumah sakit di Riyadh dalam keadaan koma. Akhirnya saya kompak dengan keluarga membaca Alquran setiap malam kita komunikasi terus dengan majikan," tuturnya.
![]() |
Meski pihak majikan cenderung menutup diri, Bung Awing berhasil mendapatkan nomor ponsel anak majikan. Dari situlah komunikasi terus dijalin, disertai desakan agar Saodah segera dipulangkan.
"Kita tekan terus agar ibu Saodah bisa dipulangkan dengan kondisi apapun. Seiring waktu kondisi ibu Saodah membaik, sampai akhirnya dikirimlah foto tiket pesawat dan meminta saya menjemput di Bandara Soekarno-Hatta," kisahnya.
Tanggal 25 Mei 2025 menjadi saksi. Saodah akhirnya tiba di tanah air. Bung Awing yang menjemputnya di bandara masih ingat bagaimana cerita pilu itu baru benar-benar terungkap setelah Saodah kembali ke kampung halaman.
Namun kepulangan ini tetap menyisakan kekecewaan. Hak-hak Saodah sebagai buruh migran tak sebanding dengan derita yang dialami.
"Hanya sangat disayangkan, majikannya hanya memberikan gaji tidak stimpal dengan apa yang dilakukan ibu Saodah selama 16 tahun mendapat penganiayaan berat. Ibu Saodah hanya dibekali 6 ribu real uang cash dan cek sebesar 35 ribu real cek Bank Riyadh," tuturnya.
Berbagai bank sudah didatangi, namun yak ada satupun yang bersedia mencairkan.
"Kami sudah datangi bank di Kota Sukabumi, katanya tidak bisa dicairkan, karena tidak ada bank koresponden. Kami mohon pemerintah bisa membantu, kami meminta keadilan untuk penderitaan Bu Saodah berikut hak-haknya bisa diperjuangkan," ujarnya.
Kondisi fisik Saodah masih jauh dari pulih. Ia mengalami patah tulang paha, luka jahitan sepanjang 40 sentimeter di kaki, serta lebam di punggung kiri dan kanan. Bekas penyiksaan yang dialami selama bertahun-tahun masih jelas terlihat.
(sya/yum)