Sudah hampir sebulan belakangan, Aditya dan ribuan siswa di Kabupaten Bandung Barat (KBB) menikmati menu Makan Bergizi Gratis (MBG) dari pemerintah pusat.
Ragam menu yang diklaim sudah sesuai kebutuhan takaran gizi anak-anak mulai dari jenjang PAUD hingga SMA/SMK itu masuk ke perut. Buat Aditya yang duduk di bangku SMK, rasa tak jadi soal yang penting kenyang.
Namun semua berubah pada Senin (22/9/2025). Usai menyantap menu MBG seperti biasanya, Aditya tiba-tiba merasakan mual sampai muntah-muntah. Tak cuma ia yang mengalami, namun juga teman-teman sekolahnya merasakan hal serupa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepanikan melanda sekolah. Mereka diobati sebisanya oleh guru-guru. Sampai akhirnya diputuskan dibawa ke Gor Kecamatan Cipongkor, sebagai pusat penanganan. Mengingat yang mengalami gejala serupa berasal dari sekolah lain.
Mereka dinyatakan keracunan menu MBG yang didistribusikan Sarana Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Cijambu. Apesnya, Aditya justru mengalami gejala lanjutan sampai sesak napas dan kejang-kejang.
"Saya itu habis 3 porsi, soalnya yang teman-teman enggak dimakan. Memang pas dimakan, tahunya agak bau," kata Aditya saat ditemui di RSUD Cililin, Kamis (25/9/2025).
Siswa kelas 3 SMK Pembangunan Bandung Barat itu tiba-tiba tak enak perut. Rasanya mual, nyeri seperti diperas, seketika ia memuntahkan isi perutnya. Pusing tak tertahankan, lalu sesak napas.
"Mual muntah juga pas di sekolah, kemudian dibawa ke Gor Cipongkor pas saya sesak napas. Dari situ dirujuk ke RSUD Cikalongwetan, soalnya kejang-kejang," kata Aditya.
Pengalaman pahit yang tak mau lagi ia rasakan seumur hidup. Tegas, Aditya mengatakan tak mau lagi menyantap hidangan MBG. Ia tak mau lagi menderita gegara keracunan yang seumur-umur baru ia alami.
"Kayaknya udah enggak mau makan MBG lagi, trauma pastinya. Seumur-umur baru ngerasain keracunan dan sakitnya seperti ini," kata Aditya.
Hal serupa dialami Silvi Ayu Pratiwi, siswi kelas 3 SMPN 3 Cipongkor. Murid pindahan dari Kabupaten Cianjur itu baru bersekolah di tempat barunya selama 2 minggu. Namun tak dinyana, pengalaman pahit langsung dialami gadis 15 tahun itu.
"Sekitar 30 menit setelah makan itu langsung sesak napas, perut perih. Dari situ sudah enggak ingat apa-apa," kata Silvi.
Saat matanya terbuka, ia melihat langit-langit dengan lampu putih. Tubuh mungilnya sudah terbaring di ranjang rumah sakit. Kondisinya lebih stabil, namun tetap muntah-muntah.
"Jadi dibawa ke sini, soalnya udah sesak napas. Sekarang juga masih sesak napas, masih perih perutnya, terus kejang-kejang," kata Silvi.
Ia juga memastikan tak akan mau lagi memakan menu MBG. Jika nantinya MBG dibagikan, ia akan menolak mengonsumsi makanan tersebut karena ketakutan mengalami hal serupa seperti yang ia rasakan saat ini.
"Trauma, enggak mau makan lagi MBG. Kalau bisa disetop saja programnya, bikin menderita," ucap Silvi.
Neni, orangtua siswa yang anaknya juga keracunan, menuntut pemerintah menghentikan program tersebut. Ia meminta agar program dialihkan saja buat orangtua siswa.
"Mending uangnya dikasihkan ke orangtua, biar kami yang masak. Khawatir kalau dikasihkan nanti dimakan anak keracunan lagi. Mending diberhentikan saja pak presiden programnya," kata Neni.
(yum/yum)