1.775 Pelajar Jabar Keracunan MBG, Disdik: SOP Dapur Harus Jalan

1.775 Pelajar Jabar Keracunan MBG, Disdik: SOP Dapur Harus Jalan

Bima Bagaskara - detikJabar
Kamis, 25 Sep 2025 15:48 WIB
Siswa di Cipongkor KBB Keracunan MBG
Siswa di Cipongkor KBB Keracunan MBG (Foto: Whisnu Pradana/detikJabar)
Bandung -

Kasus keracunan massal yang diduga berasal dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) terjadi di Jawa Barat. detikJabar mencatat, total 1.775 pelajar dari tingkat PAUD hingga SMA sederajat menjadi korban keracunan di berbagai daerah dalam dua pekan terakhir.

Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat Purwanto menegaskan pihaknya berperan sebagai pelaksana program pemerintah pusat. Disdik, kata dia, fokus memastikan distribusi makanan berjalan lancar di sekolah.

"Kami kan hanya user soal penyuksesan program pemerintah pusat. Kemudian kita menyiapkan struktur sampai ke bawah. Kalau kita hanya menerima. Kalau pengawasan, gizi, segala macam kan sudah ada bidangnya," ujar Purwanto di gedung DPRD Jabar, Kamis (25/9/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Purwanto mengakui pihaknya tidak memiliki kewenangan langsung dalam memastikan kandungan gizi maupun keamanan makanan MBG. Menurutnya, hal itu sudah menjadi ranah instansi teknis lain.

"Kalau kita kan masuk ke situ juga enggak tahu yang mengandung racun, prosesnya. Kayaknya habis energi gitu dong kalau kita harus sampai terjun ngawasin dari aspek gizi, keamanan gitu ya," terangnya.

ADVERTISEMENT

"Kita hanya memastikan bahwa itu diterima oleh siswa, kemudian siswa menerima manfaatnya, dan guru-guru bisa mengkoordinir pengorganisasian, pendistribusian di lingkungan sekolahnya," lanjutnya.

Namun demikian, Purwanto menegaskan Disdik tetap terlibat jika terjadi kasus keracunan. "Paling kalau ada kasus kayak gitu ya kita tetap terlibat kan untuk melakukan penanganan anak-anak kita," tegasnya.

Soal Penolakan Sekolah Terhadap MBG

Disinggung kemungkinan adanya sekolah yang menolak menerima MBG karena khawatir akan keamanan menu yang disajikan, Purwanto menyebut hal itu perlu ditelusuri lebih jauh, termasuk alasan di baliknya jika memang ada.

"Menolak, alasannya kenapa. Karena itu harus kita dalamin. Jangan-jangan mereka sudah pada kenyang dari rumah," ujarnya.

Meski demikian, ia menegaskan hingga saat ini belum ada laporan resmi mengenai sekolah yang menolak MBG. "Saya belum ada informasi" katanya.

Mitigasi Risiko Jadi Kunci

Purwanto menyadari kekhawatiran masyarakat terhadap maraknya kasus keracunan MBG. Menurutnya, hal itu harus dijawab dengan langkah mitigasi yang jelas.

"Ya kalau ada kekhawatiran itu kita nanti mitigasi lah ya seperti apa gitu ya. Karena kan ini programnya pemerintah pusat. Kemudian misalnya sudah ditentukan sekolah itu, ya memang ini harus dievaluasi. Mitigasi resikonya harus clear. Mitigasi resiko itu ya bagaimana agar dipastikan betul makanannya sehat," paparnya.

Ia menyebut standar operasional prosedur (SOP) sebenarnya sudah ada di dapur penyedia MBG. "Kalau SOP-nya berjalan dengan baik, saya yakin enggak akan ada itu keracunan," kata Purwanto.

Di sisi lain, muncul kabar bahwa salah satu sekolah di Bandung Barat menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) pascakeracunan MBG. Namun Purwanto menegaskan pihaknya belum menerima laporan soal itu.

"Saya belum ada informasi. Kalau keracunan (kemudian) PJJ, saya belum dapat laporan. Apa hubungannya PJJ dengan ini? Apa karena dia sakit terus belajarnya di rumah, kalau sakit istirahat saja," tandasnya.

(bba/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads