Seorang pasien mati otak di China menjalani operasi transplantasi paru-paru babi hasil rekayasa genetika. Prosedur ini menjadi yang pertama di dunia setelah sebelumnya ilmuwan mencoba mentransplantasikan ginjal dan jantung babi ke manusia.
Menurut laporan yang dipublikasikan First Affiliated Guangzhou Medical University Hospital, paru-paru tersebut berfungsi selama sembilan hari. Temuan ini dinilai sebagai langkah awal yang menjanjikan dalam pengembangan xenotransplantasi, yaitu transplantasi organ dari hewan ke manusia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, risiko infeksi dan penolakan organ tetap tinggi. Untuk mengurangi risiko itu, pasien diberikan sejumlah obat khusus. Paru-paru babi yang digunakan telah melalui enam kali penyuntingan gen, sementara hewan donor dipelihara dalam lingkungan steril dan terkendali sepanjang hidupnya.
Studi mencatat tidak ada tanda penolakan langsung setelah operasi. Kendati demikian, sehari kemudian muncul komplikasi serius. Pasien mengalami pembengkakan luas akibat penumpukan cairan di jaringan, diduga karena masalah aliran darah. Atas permintaan keluarga, percobaan pun dihentikan.
"Walaupun studi ini menunjukkan kelayakan xenotransplantasi paru-paru babi ke manusia, masih ada tantangan besar terkait penolakan organ dan infeksi," tulis peneliti dalam laporan yang dikutip CNN, Selasa (26/8/2025).
Para peneliti menegaskan, riset lanjutan masih diperlukan sebelum prosedur ini bisa dilakukan secara klinis.
Pendapat Ahli: Tantangan Besar Transplantasi Paru-paru Babi
Kepala Bedah Toraks di Northwestern Medicine Canning Thoracic Institute, Dr Ankit Bharat, menyebut temuan ini menarik. Namun ia menilai transplantasi paru-paru babi ke manusia masih jauh dari kenyataan.
Menurut Bharat, paru-paru merupakan organ yang jauh lebih rumit dibandingkan ginjal atau jantung. Selain berfungsi sebagai alat pernapasan, paru juga berperan dalam filtrasi darah, pengaturan suhu, produksi trombosit, keseimbangan pH, pertahanan imun, hingga fungsi metabolik dan endokrin.
Tidak seperti ginjal atau jantung, paru-paru juga terpapar langsung pada udara luar yang membawa virus maupun bakteri. Dengan karakteristik itu, risiko penolakan tubuh terhadap paru donor sangat besar, bahkan dalam transplantasi antar manusia sekalipun.
"Itu masalah yang sulit dipecahkan. Bahkan pada organ manusia, kita belum benar-benar bisa menyelesaikannya. Jadi dengan antigen babi, Anda menambahkan lapisan kompleksitas baru yang bisa jadi masalah lain," kata Bharat.
Artikel ini telah tayang di detikHealth.
(avk/sud)