Polemik terkait royalti musik berimbas ke daerah. Pengelola kafe, hotel dan restoran di Tasikmalaya mulai was-was memutar musik di tempat usahanya. Mereka khawatir tiba-tiba mendapatkan tagihan terkait royalti.
Tapi di sisi lain kondisi ini memberi ruang bagi musisi lokal untuk memperkenalkan karyanya. Mayoritas karya musisi lokal belum didaftarkan hak ciptanya, sehingga masih memungkinkan untuk diputar secara bebas, tanpa terkena kewajiban membayar royalti.
Menyikapi fenomena ini, Ketua Dewan Kesenian Kota Tasikmalaya (DKKT) Bode Riswandi mengatakan, bahwa setiap karya memang perlu diapresiasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena yang membuat karya tersebut berhak atas royalti ketika dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi.
"Meski pun dianggap memberatkan, namun setiap karya memang patut diapresiasi salah satunya melalui royalti," kata Bode, Kamis (28/8/2025).
Memanfaatkan karya musisi lokal atau musisi pemula menurut dia bisa menjadi opsi bagi pelaku usaha cafe, restoran dan sejenisnya.
"Ada opsi memutar musik atau live music sambil membantu memperdengarkan karya-karya musisi lokal," kata Bode.
Menurut dia ini juga menjadi peluang bagi musisi lokal untuk membangun eksistensi.
"Tapi karya-karyanya harus digarap serius, jangan asal-asalan," kata Bode.
Dia juga berharap pemerintah atau Disporabudpar Kota Tasikmalaya bisa jadi penghubung antara musisi lokal dengan pelaku usaha.
"Pemerintah harus bisa mengambil peran, jadi fasilitator agar karya musisi lokal bisa diputar di kafe-kafe atau restoran," kata Bode.
Salah seorang musisi Tasikmalaya, Atik Suardi memgakui bahwa selama ini karya-karya musisi lokal belum dilirik oleh publik Tasikmalaya sendiri.
Menurut Atik banyak faktor penyebabnya, mulai dari minimnya ruang untuk memperdengarkan hingga kualitas karya musiknya itu sendiri.
"Ya tidak bisa dipungkiri memang belum dilirik, tapi sebetulnya karya musisi di Tasikmalaya sudah cukup mumpuni dari sisi musikalitasnya," kata Atik.
Atik mengaku, mendukung jika kafe-kafe di Tasikmalaya bisa bekerja sama dengan musisi lokal. Dengan begitu ada simbiosis mutualisme antara kedua belah pihak.
"Kafe tidak ada risiko bayar royalti, dan musisi lokal karya-karya bisa diperdengarkan," kata Atik.
Menurut dia, jika sering diperdengarkan maka peluang karya musisi lokal Tasikmalaya menjadi hits jadi meningkat.
"Lagu musisi daerah lain bisa terkenal karena memang sering diputar oleh masyarakat lokalnya, setelah itu baru terkenal, menasional. Sekarang kan banyak lagu-lagu yang lebih duluan populer dari artisnya," kata Atik.
(mso/mso)