Syahbudin masih ingat betul pertama kali matanya menangkap sosok anak kecil yang sering mondar-mandir di sekitar arena panjat dinding Stadion Pakansari. Anak itu bernama Daniel Marpaung. Penampilannya biasa saja, hanya sesekali terlihat membantu nenek dan ibunya berjualan kopi di sekitar stadion.
Namun, ada satu hal yang berbeda. Setiap kali menyaksikan atlet-atlet cilik berlatih memanjat dinding, sorot mata Daniel selalu berbinar. Dari situlah Syahbudin, pelatih Spider Climbing Club sekaligus atlet nasional panjat dinding, merasa ada sesuatu yang layak diberi kesempatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Daniel tumbuh dalam keseharian sederhana. Neneknya, Pita Mahulae (65), datang jauh dari Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, untuk membantu keluarga kecil ini bertahan hidup di Bogor. Setiap hari, Daniel setia menjaga lapak kopi kecil bersama ibunya, Erika Manalu (36). Dari tempat itulah ia mengenal dunia panjat dinding.
Hampir setiap sore selepas sekolah, anak kelas 3 SD itu ikut menemani ibunya berjualan.
"Emang dia mah hobinya manjat-manjat. Ini lomba pertama Daniel. Jadi kemarin berbangga hati dia bilang ikut Bupati Cup 2025. Moga-moga Daniel bisa menang," tutur nenek Pita, Selasa (26/8/2025).
Bagi Erika, minat putranya pada panjat dinding sempat menjadi kejutan. Daniel memutuskan sendiri untuk bergabung tanpa sepengetahuannya.
"Saya dulu enggak tahu dia ikut panjat tebing. Dia orangnya nekat, pas saya tahu saya kaget dan bilang hati-hati," ujar Erika.
Sejak kelas 3 SD Daniel tekun berlatih. Kini, di usia 12 tahun dan duduk di bangku SMP Bangun Nusa Bangsa sebagai ketua kelas, ia semakin mantap mengejar mimpinya.
Erika yang sehari-hari berjualan kopi pun kini menemukan kebanggaan baru setiap kali menunggu anaknya pulang latihan.
![]() |
"Saya bangga lihat dia ternyata nekat ada hasilnya. Kalau sore ada latihan, saya jualan sambil nunggu dia pulang," katanya.
Daniel tumbuh tanpa ayah sejak usia 9 bulan. Keberhasilannya menembus ajang kompetisi menjadi kebanggaan tersendiri bagi keluarganya.
Syahbudin yang melihat potensi Daniel sejak awal terkesan dengan tekad bocah itu, meski awalnya ia datang tanpa sepatu atau perlengkapan memadai.
"Daniel sering ada di sini bantu orangtuanya dagang, karena kita lihat ada potensi dia manjat kita suruh dia gabung, walaupun cuma bawa badan saja. Tidak bayar, tidak usah segala macam, kita bantuin semua. Akhirnya dia mau," kisah Syahbudin.
Klub pun memfasilitasi sepatu, harnes, dan jadwal latihan rutin setiap Senin, Rabu, dan Jumat. Bagi Syahbudin, perjalanan Daniel mengingatkannya pada kisah Aang Aviansyah, atlet panjat dinding nasional yang juga anak pedagang kopi.
"Potensi setiap anak kita tidak tahu apa, tapi kalau diasah dan tekun akan membuahkan hasil manis," ujarnya.
Kini, jelang debutnya di Bupati Cup 2025, Daniel tak bisa menyembunyikan rasa tegangnya.
"Deg-degan sih, tapi saya optimis. Saya mau bikin bangga Mama dan Nenek," ucap Daniel.
Dari lapak kopi sederhana di tepi stadion, seorang bocah bernama Daniel kini tengah menggenggam mimpinya, berharap suatu hari bisa berdiri di podium tertinggi.
(dir/dir)