Kampung Muril Rahayu, Desa Jambudipa, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat (KBB) jadi bukti betapa berbahayanya ancaman Sesar atau Patahan Lembang jika menggeliat.
Pada 28 Agustus 2011 sekitar pukul 15.00 WIB gempa bumi magnitudo 3,3 mengagetkan ratusan warga RW 15 Kampung Muril. Tanpa ada tanda-tanda sebelumnya, Segmen Barat atau Segmen Cimeta Sesar Lembang bergerak.
Akibat gempa bumi itu, 113 rumah rusak. Rinciannya 8 rumah rusak berat dan 105 rusak ringan, beruntung tak sampai ada korban jiwa. Padahal magnitudo guncangan Sesar Lembang kala itu terbilang kecil, namun dampak yang ditimbulkan tak main-main.
Salah satu yang menjadi saksi kengerian Sesar Lembang, ialah Engkom. detikJabar sempat berbincang langsung dengannya pada tahun 2021. Saat itu, Mak Engkom masih berusia 79 tahun. Tubuh dan ingatannya masih baik.
Mak Engkom masih ingat betul bagaimana tanah tempatnya berpijak tiba-tiba berguncang. Kala itu, dua hari menjelang Idul Fitri. Suasana tenang dan bahagia menyambut hari raya, seketika berubah mencekam.
Warga panik dan histeris, berteriak gempa sembari sibuk mengumpulkan tenaga keluar rumah menuju tempat aman. Termasuk Engkom, yang saat kejadian mesti berjalan tergopoh-gopoh diaping sang suami.
"Emak keluar rumah dibantu suami, sama anak juga karena dari dulu sudah bongkok jadi agak susah berjalan," kata Engkom ketika berbincang dengan detikJabar beberapa waktu lalu.
Tanah tak cuma berguncang. Lebih pas rasanya menggambarkan gempa itu seperti tanah amblas. Perabot rumah di atas lemari berjatuhan. Tembok seketika retak. Lindu susulan tak berhenti bergetar membuatnya bergidik.
Kaki menginjak halaman rumah, dari gang Engkom menuju tempat lebih lapang. Ia cuma bisa berdoa, menghamba pertolongan dari yang kuasa. Suasana agak tenang ketika aktivitas Sesar Lembang mereda.
Pemerintah datang, keputusan diambil bahwa warga Kampung Muril harus tidur di tenda pengungsian. Ancaman Sesar Lembang belum berakhir, khawatir gempa terjadi sewaktu-waktu di tengah gelap malam dan warga tidur lelap.
Puluhan tahun menjadi penduduk bumi, Engkom tak sedikitpun membayangkan bakal berlebaran di pengungsian. Boro-boro berpikir menyantap lezat opor dan ketupat, selamat dari gempa pun agaknya sudah jadi berkah.
"Engga kebayang sama sekali harus tidur dan lebaran di pengungsian. Sampai 2 bulan di tenda, soalnya engga berani tidur di rumah. Beberapa hari setelah gempa masih suka terasa ada getaran," kata Engkom.
Simak Video "Video: Apakah Ada Hubungannya Gempa Bekasi dengan Aktivitas Sesar Lembang? "
(mso/mso)