Wilayah Bandung Raya berada di bawah ancaman Sesar atau patahan Lembang. Belakangan aktivitas seismik sesar sepanjang 29 kilometer itu meningkatkan secara signifikan.
Segmen barat atau Segmen Cimeta Sesar Lembang memicu rentetan gempa bumi sejak akhir Juni sampai bulan Agustus ini. Beruntung enam magnitudo kecil gempa yang terjadi belum menimbulkan kerusakan pada bangunan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sesar Lembang sendiri membentang dari ujung utara di Cilengkrang, Kabupaten Bandung sampai ujung baratnya di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Gempa itu berpotensi menimbulkan dampak maksimal di Bandung Raya.
Pakar gempa Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Dr. Irwan Meilano, ST, MSc, mengatakan masyarakat mesti memahami segala potensi dampak gempa dari sesar Lembang dan sesar aktif lainnya mengingat mereka tinggal di wilayah yang secara tektonik aktif.
"Masyarakat Bandung Raya ini tinggal di daerah yang mungkin mengalami gempa bumi. Untuk itu masyarakat harus memiliki kesadaran kolektif untuk menyiapkan hal-hal yang mendasar apabila bencana itu terjadi," kata Irwan Meilano saat dikonfirmasi detikJabar, Jumat (22/8/2025).
Meskipun terlambat karena sudah banyak rumah dan bangunan yang terbangun, namun mereka mesti memahami bahwa infrastruktur rumah di Bandung Raya itu harus dibangun dengan cukup baik demi meminimalisir dampak kerusakan akibat guncangan gempa.
Terutama di Kota Bandung, berpotensi mengalami amplifikasi yakni penguatan guncangan gempa akibat kondisi lokal dan batuan sehingga dampak yang dirasakan bisa lebih parah dari daerah lain di Bandung Raya.
"Karena Bandung itu tanahnya bergoyang akibat gempa bumi dan mereka harus memiliki pengetahuan mulai dari dasar, menengah, sampai pendidikan tinggi bagaimana jika gempa terjadi dan apa yang mereka lakukan apabila gempa terjadi," kata Irwan.
Di sisi lain, Irwan sebetulnya memberikan perhatian khusus pada peran pemerintah menghadapi potensi bencana Sesar Lembang. Semestinya pemerintah memiliki program yang lebih sistematis dan terstruktur menghadapi ancaman Sesar Lembang.
"Sebenarnya concern saya itu bukan di masyarakat, tapi di pemerintah. Agar pemerintah itu secara sistematis memiliki program untuk meningkatkan kapasitas pemerintahnya sendiri dan masyarakat, jadi jangan beban itu ada di masyarakat saja. Oleh karena itu pemerintah harus meningkatkan kapasitas organisasional dan kapasitas fiskal," ujar Irwan.
Menurutnya, pemerintah memiliki peluang lebih banyak untuk membuat perencanaan bahwa suatu wilayah harus dibangun dengan baik. Jangan cuma menuntut masyarakatnya untuk berbuat sesuatu ketika menghadapi ancaman.
"Menurut saya harus ada dua pihak yang berperan, baik dari masyarakat maupun pemerintah yang berbuat. Pemerintah sebenarnya tidak abai sampai saat ini, namun belum menjadi prioritas saja. Oleh karena itu kita harus mengajak itu untuk menjadi prioritas," kata Irwan.
Respons Pemerintah Cimahi
Kota Cimahi menjadi salah satu daerah yang masuk ke zona merah Sesar Lembang. Dalam dua bulan, setidaknya ada dua kejadian gempa bumi yang mengguncang daerah tersebut.
Di tengah ancaman Sesar Lembang, Kota Cimahi juga belum melengkapi diri dengan Early Warning System (EWS). Wali Kota Cimahi, Ngatiyana memfokuskan antisipasi pada mitigasi dan sosialisasi ke masyarakat.
"Iya terjadi gempa kecil ya beberapa kali. Masyarakat jangan terlalu khawatir, tapi kesiapan kita, kewaspadaan kita semua harus ditingkatkan. Mitigasi diutamakan, bagaimana cara menyelamatkan diri, semua harus tahu bagaimana cara keluar dari ruangan," kata Ngatiyana.
Disinggung soal kesiapan fiskal sebagai upaya penanggulangan dampak Sesar Lembang bisa terjadi sewaktu-waktu, ia menegaskan ada pos anggaran khusus yang tak akan diganggu gugat.
"Ya soal fiskal, kalau terjadi (gempa bumi Sesar Lembang), semua sudah disiapkan anggarannya. Yang tidak terduga kita selalu siap, disiapkan di BTT. Tetap tidak segampang itu digunakan, karena kita berdoa tidak terjadi," ucap Ngatiyana.
(dir/dir)