Raya, balita 4 tahun asal Kabupaten Sukabumi, meninggal dunia pada 22 Juli 2025 setelah sembilan hari dirawat intensif akibat infeksi cacing yang menggerogoti tubuh dan otaknya.
Tragisnya, di hari yang sama ia wafat, barulah identitas kependudukannya rampung. Tanpa kartu keluarga dan BPJS, perjuangan akses layanan kesehatan bagi Raya dipenuhi prosedur yang berbelit, dilempar dari satu instansi ke instansi lain.
"Kami baru menyadari ternyata Raya tidak memiliki kartu identitas yang otomatis tidak memiliki BPJS baik yang bantuan pemerintah apalagi yang mandiri, sehingga kemudian kami jaminkan bayar ke bagian admin RS," kalimat ini disampaikan relawan dalam video viral yang mengangkat kisah tragis kematian balita empat tahun bernama Raya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keterlambatan pengurusan identitas Raya membuat proses penerbitan BPJS tersendat. Dalam kondisi kritis, relawan berpacu dengan waktu karena rumah sakit hanya memberi tenggat 3x24 jam untuk menyelesaikan administrasi. Jika lewat dari itu, status pasien otomatis menjadi pasien umum dengan biaya pribadi.
"Rabu 16 Juli sore adalah batas waktu urusan administrasi, Raya sudah masuk batas waktu. Tapi pembayaran Raya otomatis terhitung pembayaran tunai dengan penanggung jawab kami rumah sakit Sukabumi, posisi tagihan di hari ke-3 sudah mencapai belasan juta," demikian narasi dalam video viral tersebut.
Narasi dalam video itu menggambarkan satu hal mendasar yang terlewat, akses layanan kesehatan bergantung pada administrasi kependudukan, yang justru absen hingga hari terakhir hidup sang anak.
Berdasarkan Soft File yang diberikan pihak Kecamatan Kabandungan, Kartu Keluarga (KK) atas nama keluarga Udin, orang tua dari Raya, baru tercetak pada 22 Juli 2025. Hari itu pula, pukul 14.24 WIB, Raya menghembuskan napas terakhirnya di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi. Setelah sembilan hari dirawat dalam kondisi koma, dengan tubuh dipenuhi cacing, nyawanya tak tertolong.
"Kalau kaitan identitas, tahun 2022-2023, keluarga Udin menerima bantuan tunai dari desa, maka bisa dipastikan pada tahun itu keluarga Udin memiliki identitas di tahun itu ada. Tapi mungkin kembali lagi kepada keadaannya identitas itu hilang," kata Kadus 3 Lemahduhur, Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, kepada sejumlah awak media.
Meski sempat ada data administratif sebelumnya, keberadaan dokumen yang sah saat Raya jatuh sakit tetap menjadi persoalan.
"Kemarin pas waktu dibawa ke rumah teduh dicari enggak ada, tapi alhamdulillah kondisi sudah bisa dicetak ulang. Kartu Keluarganya bahkan KTP dan BPJS sudah diberikan," imbuh Kadus.
Namun semua itu datang terlambat. Sejak pertama masuk rumah sakit pada 13 Juli 2025, Raya tidak memiliki Kartu Keluarga atau BPJS. Hal itu menghambat aksesnya terhadap layanan kesehatan, terutama untuk memperoleh BPJS bantuan pemerintah.
Administrasi kependudukan memang menjadi dasar utama untuk semua layanan dasar, termasuk kesehatan, detikJabar kemudian menghubungi pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Sukabumi.
"Harusnya satu hari selesai, itu tergantung dari pelaporan masyarakat. Kalau di dinas itu biasanya satu hari selesai, membuat KK di kecamatan atau desa bisa," jelas Elyandi Plt Kabid Kelahiran dan Pendaftaran Penduduk Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Sukabumi.
Ia menegaskan bahwa seharusnya sejak lahir, setiap anak sudah wajib memiliki identitas. "Ketika anak itu lahir seharusnya sudah ada laporan, seharusnya sudah punya identitas kependudukan. Itu merupakan kewajiban penduduk melaporkan ke Dukcapil, karena kami yang punya kewenangan mencatat data kependudukan," katanya.
Dalam kasus Raya, absennya identitas sejak bayi menunjukkan rantai pelaporan yang terputus. "Selama ada pelaporan kelahiran itu kami proses, kalau tidak ada laporan kami tidak bisa mencantumkan pelaporan. Seharusnya begitu lahir wajib melapor ke instansi berwenang," ujar Elyandi.
(sya/sud)