Buku setebal hampir 700 halaman ini berjudul lengkap Jokowi's White Paper: Kajian Digital Forensik, Telematika, dan Neuropolitika atas Keabsahan Dokumen dan Perilaku Kekuasaan. Buku karya kolaboratif itu ditulis oleh 'RRT': Roy Suryo (pakar telematika), Rismon Hasiholan Sianipar (ahli digital forensik), dan Tifauzia Tyassuma atau dokter Tifa (spesialis neuropolitika).
Mengutip dari detikJogja, Selasa (19/8/2025), Roy Suryo menyebut buku itu sebagai 'popular science' yang menggabungkan fakta historis dengan analisis ilmiah, bukan sekadar tudingan politik. Buku tersebut diterbitkan secara independen.
"Jadi isinya (buku Jokowi's White Paper) tadi saya spill ya. Jadi, isinya adalah satu, ya, itu memuat dokumentasi tentang apa yang kami lakukan sejauh ini. Mulai dari ketika isu pertama kali ini (dugaan ijazah palsu milik Jokowi) keluar ya," kata Roy Suryo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Isi Buku Jokowi's White Paper
Dokumentasi Historis
Jokowi's White Paper memulai dengan kronologi isu sejak 2013, saat Jokowi dalam sebuah dialog santai di Universitas Islam Indonesia (UII) mengaku IPK-nya "di bawah 2". Pernyataan ini memicu pertanyaan publik, terutama karena IPK rendah seperti itu jarang ditemui di UGM. Roy menjelaskan, awalnya Kampus Terpadu UII menyelenggarakan seminar yang dihadiri oleh Prof Mahfud Md, Buya Syafii Maarif, dan Presiden Ke-7 RI, Joko Widodo atau Jokowi.
"Waktu itu ada dialog santai gitu ya. Ada videonya juga. Yang mengatakan untuk jadi presiden itu IP-nya sebaiknya berapa. Prof Mahfud mengatakan IP-saya 3,8. Nah, Jokowi mengatakan IP saya di bawah dua. Dua aja nggak ada gitu loh, kan mulai dari situ sebenarnya orang berpikir," tutur Roy menambahkan.
Buku ini pun, kata Roy, mendokumentasikan kasus-kasus terkait, seperti kriminalisasi terhadap Bambang Tri Mulyono dan Sugi Nur Rahardja yang pernah mempertanyakan soal ijazah Jokowi. "Tapi mereka dikriminalisasi. Itu semua kami tulis dalam buku itu," ucap Roy.
Analisis Digital Forensik oleh Rismon Sianipar
Bagian ini menjadi inti kontroversial. Menggunakan metode Error Level Analysis (ELA), spektrum warna RGB/CMYK, dan overlapping detection, Rismon membandingkan ijazah Jokowi dengan milik alumni UGM lain seperti Hari Mulyono dan Pronojiwo.
"Sangat panjang tentang kajian-kajian itu. Termasuk penggunaan perbandingan dengan RGB ya. Red, Green, Blue atau dengan perbandingan dengan CMYK. Cyan, Magenta, Yellow, and Black. Ya, dari situ detail banget," tutur Roy.
Temuan: adanya reposisi buruk pada watermark logo UGM, tanda tangan pengesahan yang tidak sesuai era 1985 (ketika teknologi word processor belum ada), dan ciri proportional spacing yang mustahil untuk dokumen manual.
Kesimpulan: Skripsi Jokowi palsu.
"Paling menonjol ya kesimpulannya adalah skripsinya 99,9% palsu. Tidak mungkin menghasilkan ijazah asli. Itu saja yang paling penting," ucap Roy.
Buku juga memuat kunjungan ke UGM di mana mereka memegang skripsi asli, tapi menemukan kejanggalan seperti absennya tanggal pengesahan dan nama dosen pembimbing.
![]() |
Kajian Neuropolitika oleh Dr. Tifa
Bagian ini menelaah pola perilaku politik Jokowi melalui lensa neuroscience, menghubungkan dugaan ketidakabsahan dokumen dengan dinamika kekuasaan. Dia menganalisis bagaimana 'perilaku kekuasaan' bisa dipengaruhi oleh faktor neurologis, meski ini lebih bersifat spekulatif.
"Jadi buku itu insyaallah akan menjadi sebuah referensi yang sangat menarik. Karena kami susun dengan bahasa yang teknis tapi agak populer. Jadi populer science lah," kata Roy.
Referensi Hukum dan Etika
Buku menyertakan pembahasan tentang Deklarasi Hak Asasi Manusia, UUD 1945 Pasal 28, dan UU Keterbukaan Informasi Publik 2008, menekankan hak publik atas transparansi dokumen negara.
"Kemudian juga kami tulis panjang tentang apa arti Declaration of Human Rights. Apa arti dari Undang-Undang Dasar 45 Masalah 28. Apa arti dari Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik tahun 2018," ujar Roy.
Roy pun mengungkapkan alasan kenapa dia dan timnya menulis buku tersebut. "Kami sepakat menjuduli Jokowi's White Paper. Karena kami ingin membersihkan kampus kami tercinta ini. Universitas Gadjah Mada itu, Kami bertiga lulusan sini. S1, S2-nya semuanya dari UGM semua," kata Roy.
Sekadar diketahui, Universitas Gadjah Mada (UGM) tiba-tiba membatalkan sewa gedung untuk acara peluncuran buku Jokowi's White Paper. UGM tidak memberikan izin penggunaan University Club (UC) Hotel untuk acara yang digagas oleh Roy Suryo cs bertajuk 'Kado Tercantik 80 Tahun Indonesia Merdeka'.
"UGM membenarkan bahwa UC Hotel UGM tidak memfasilitasi kegiatan yang diklaim bertajuk 'Konferensi Pers Tokoh Nasional Hadiah Kemerdekaan RI ke-80' yang sedianya dilaksanakan tanggal 18 Agustus 2025 pukul 14.00-17.00 WIB," kata Juru Bicara UGM, Dr I Made Andi Arsana, dalam keterangan tertulisnya, sebagaimana dilansir detikJogja.
Ada dua alasan yang digunakan untuk mengambil keputusan ini. Yaitu alasan yang bersifat prosedural dan politis.
"UGM memahami bahwa kegiatan ini bernuansa politis yang terkait erat dengan isu yang melibatkan Bapak Joko Widodo. UGM tidak melibatkan diri dalam isu tersebut karena tidak terkait dengan UGM secara langsung," kata Andi.
(bbp/bbp)