Cerita Letda Soembono dan Kameranya yang Abadikan Sejarah

Lorong Waktu

Cerita Letda Soembono dan Kameranya yang Abadikan Sejarah

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Rabu, 20 Agu 2025 08:00 WIB
Jepretan foto karya Soembono
Potret Soembono (Foto: Arsip/dokumen keluarga Soembono)
Sukabumi -

Kisah Letnan Dua Soembono Achmadin, sang 'Perwira Sunyi' dari Cibiru masih menyimpan satu dimensi unik yang jarang disorot yakni hobinya sebagai fotografer baik di masa perang maupu di era kemerdekaan.

Di Hari Fotografi Sedunia, 19 Agustus, Soembono mampu membuktikan bahwa di tengah desingan peluru, lensa kamera bisa menjadi senjata yang tak kalah penting untuk merekam sejarah.

Dari potret sederhana wajah-wajah rekan seperjuangan hingga foto angkutan umum di era pasca kemerdekaan adalah arsip visual berharga yang memberikan napas pada narasi perjuangan kemerdekaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Beni Abdul Fattah, anak kedua Soembono. Pada masa perjuangan inilah, Soembono juga dikenal memiliki hobi menenteng kamera warisan dari kakeknya.

"Jadi beliau ini punya kamera dan mungkin warisan dari kakek," tutur Beni, Selasa (19/8/2025). Soembono mengabadikan momen-momen krusial, termasuk potret dirinya memimpin pasukan yang berseragam khas BKR (Barisan Keamanan Rakyat) lengkap dengan celana pendek selutut dan bambu runcing.

ADVERTISEMENT

Jepretan foto karya SoembonoJepretan foto karya Soembono Foto: Arsip/dokumen keluarga Soembono

Namun, kondisi perang yang brutal membuatnya kehilangan sebagian besar dokumen dan benda berharga.

"Yang foto saat kondisi perang hilang sebagian, tapi saya harus tanya adik-adik yang lain mungkin ada yang menyimpan. Itu arsip penting sebetulnya hanya karena dahulu almarhum ayah dan ibu sering pindah rumah," ujar Beni.

Selepas era kemerdekaan Soembono melanjutkan pengabdian di sektor sipil sebagai pegawai perkebunan negara. Hobi fotografinya tetap hidup.

Pada masa inilah ia mengabadikan potret angkutan umum yang ikonik, sebuah foto yang menjadi saksi bisu dari era transisi. Foto tersebut, menurut Beni, menunjukkan bus Dodge model 1939-1947 yang mogok di tengah perjalanan.

"Era transisi dari kolonial ke republik, sebelum modernisasi moda transportasi, fotonya tahun berapa tepatnya yang pasti 1950-an atau lebih" jelas Beni.

Tak hanya itu, Soembono juga memiliki perangkat lengkap untuk mencetak foto analog hitam-putih.

"Beliau ini memiliki alat kalau tidak salah namanya enlarger, warnanya abu-abu bentuknya oval dengan peralatan pencucian foto, dulu lengkap ada semua," cerita Beni.

Dian Ario Ganjar, putra bungsu Soembono juga menyimpan sejumlah foto-foto yang menunjukan sejarah awal kepanduan yang kemudian menjadi cikal bakal pramuka sejumlah pemuda berseragam sama terlihat mengenakan topi khas lebar kepanduan di masa itu.

Jepretan foto karya SoembonoJepretan foto karya Soembono Foto: Arsip/dokumen keluarga Soembono

Foto lain menunjukkan sekelompok orang yang sedang berkemah atau melakukan kegiatan di alam bebas. Masih dengan seragam dan topi yang sama.

"Dulu almarhum ayah sering cerita foto-foto katanya ini perkemahan di masa silam. Ada foto tenda, ada foto-foto teman-temannya yang ikut gerakan kepanduan," cerita Dian.

"Dahulu ayah saya sebelum tahun 1945 sudah menyukai kamera, bahkan jadi wartawan saat sekolah. Kemudian berkembang juga ke dunia seni, kroncongan sampai alat musik Ukulele. Nah soal jiwa seni musik mungkin netes ke saya, alhamdulillah jadi guru seni musik," sambung Dian seraya tertawa.

detikJabar mencoba memperkuat literasi sejarah soal foto hasil jepretan Soembono tentang moda transportasi bus bertuliskan Soekaboemi - Bandoeng, sejarawan sekaligus penulis buku Soekaboemi The Untold Stories Irman Firmansyah. Ia merinci jenis bus tersebut.

"Itu bus kemungkinan jenis Dodge. Kalau jenis Chevrolet lebih bawah dan lebar kisinya," ujar Irman. Ia menambahkan, bus jenis suburban itu masih dapat ditemukan hingga sekitar tahun 1960-an.

Jepretan foto karya SoembonoJepretan foto karya Soembono Foto: Arsip/dokumen keluarga Soembono

Di Sukabumi sendiri menurut Irman bus berkembang pesat sejak era 1930an. Hingga tahun 1938 trayek Bis Sukabumi cukup beragam.

"Diantaranya jurusan Batavia-Buitenzorg-Sukabumi. Jurusan Cibadak-Panyindangan, Jurusan Cibadak-Cikembang-Palabuhanratu-Cisolok, Jurusan Sukabumi-Cikembang-Palabuhanratu-Ciolok, Jurusan Sukabumi-Cikembar-Jampangkulon-Surade, Jurusan Sukabumi Sagaranten dan Jurusan Sukabumi-Cianjur-Bandung," paparnya.

"Bius Ali Babah sangat dikenal selain The & Zonen, Ster Autobus dan Federal Knight Autobu," pungkas Irman merinci moda transportasi era lampau.

Pada akhirnya, kisah R. Soembono Achmadin Usman Surapati mungkin tak tertulis dalam buku sejarah, namun jejaknya tidak pernah hilang. Jejak itu hidup dalam narasi yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, dan dalam foto-foto yang, meski pudar atau telah hilang, tetap menjadi saksi bisu dari perjuangan seorang 'Perwira Sunyi' yang merekam sejarah dengan lensa kameranya.

(sya/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads