Saat sejumlah daerah menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga memicu gejolak. Kabupaten Ciamis memilih mempertahankan tarif lama. Pemerintah Kabupaten Ciamis hanya melakukan penyesuaian ketetapan minimal dari Rp 7.500 menjadi Rp 12.500 pada tahun 2024 lalu.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Ciamis Aef Saefulloh menjelaskan, keputusan ini sesuai arahan Bupati Ciamis Herdiat Sunarya. Menurutnya, meski daerah punya target kemandirian fiskal, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak boleh membebani masyarakat.
"Perekonomian warga masih berat. Maka tarif PBB-P2 tidak dinaikkan. Kalau dipaksakan, bisa memicu inflasi dan meningkatkan kemiskinan," ujar Aef, Jumat (15/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Sederet Fakta Kenaikan PBB di Kota Cirebon |
Ia menegaskan, kondisi keuangan daerah saat ini memang mengalami defisit dan tidak hanya terjadi di Ciamis saja. Namun, solusi yang diambil Pemkab Ciamis adalah mengoptimalkan PAD tanpa memberatkan rakyat. Salah satu strateginya adalah mengelola potensi daerah dan menarik investor untuk mengolah hasil komoditas lokal.
"Ciamis daerah agraris, lebih dari 60 persen warganya petani. Kalau potensi ini dioptimalkan, masyarakat akan punya penghasilan. Saat daya beli meningkat, penyesuaian tarif pajak akan lebih mudah diterima," jelasnya.
Aef juga menyebut, hingga kini capaian penerimaan PBB-P2 sudah 67,11 persen dari target sebelum perubahan, yakni Rp 25,8 miliar. Ia optimistis target tersebut akan terlampaui pada 30 September 2025.
Menurut Aef, Pemkab Ciamis terakhir kali menaikkan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) pada 2016. Kenaikan itu pun hanya berlaku di Jalan Nasional dari Cihaurbeuti hingga Banjarsari. Meski secara infrastruktur dan sarana prasarana serta kajian, saat ini NJOP layak disesuaikan, namun kondisi ekonomi masyarakat menjadi pertimbangan utama.
"Pada 2024 kemarin, kita hanya melakukan penyesuaian ketetapan minimal PBB-P2 dari Rp 7.500 menjadi Rp 12.500, itu pun melalui kajian," pungkasnya.
(dir/dir)