Soal Dugaan Santri Dicekoki Obat-obatan Temannya, Ponpes Buka Suara

Kabupaten Sukabumi

Soal Dugaan Santri Dicekoki Obat-obatan Temannya, Ponpes Buka Suara

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Rabu, 06 Agu 2025 14:30 WIB
Ilustrasi Kekerasan Anak
Ilustrasi kekerasan anak (Foto: Getty Images/iStockphoto/Thai Liang Lim).
Sukabumi -

Ponpes di Kabupaten Sukabumi buka suara terkait dugaan kekerasan yang dialami santri berinisial AAF (13). Kasus tersebut diklaim sudah selesai melalui mediasi.

Ketua Ponpes Jaisyurrahman, Kecamatan Cikidang, Kabupaten Sukabumi Ustaz Azis Awaludin, saat dikonfirmasi detikJabar menjawab lima pertanyaan terkait tanggung jawab dan penanganan pesantren terhadap kasus ini.

"Kalau untuk kejadian saya kurang tahu detailnya," ujar Azis dalam keterangan tertulisnya saat ditanya terkait kronologi kejadian dari pihak ponpes, Selasa (5/8/2025) malam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun menurutnya, pihak pondok langsung mengambil langkah setelah mendapat informasi soal kejadian tersebut, termasuk salah satunya adalah memediasi antar pihak.

"Langkah pertama kita melakukan evaluasi dan menghubungi pihak keluarga pelaku dan korban, lalu sepakat mediasi menyelesaikan masalah secara kekeluargaan. Kedua belah pihak antara keluarga/ortu pelaku dan korban bertemu dan mediasi. Pihak keluarga pelaku akhirnya memberikan kompensasi berupa uang untuk berobat korban," katanya.

ADVERTISEMENT

Terkait posisi para pelaku, Ustaz Azis menegaskan, bahwa mereka sudah dikeluarkan dari pesantren. "Pelaku sudah kami (pihak pesantren) keluarkan," ujarnya.

Pihaknya juga menyebut, telah memperbaiki sistem pengawasan internal usai kasus ini terungkap. "Dengan adanya kejadian tersebut pihak pesantren melakukan evaluasi untuk sistem pengawasan, dan sekarang sudah kami sterilkan," tambah Azis.

Sebagai bentuk tanggung jawab, pihaknya juga melibatkan aparat kepolisian untuk pembinaan pelaku.

"Bentuk tanggung jawab kami dari pihak pesantren terhadap pelaku, sudah memberi pembinaan melalui aparat kepolisian, dan mengeluarkan pelaku dari pondok pesantren," tegasnya.

Orang Tua Korban Bantah Persoalan Sudah Selesai

Sementara itu, orang tua AAF, Ricky Oktaviandi memberikan tanggapan tegas atas pernyataan pondok. Menurutnya, sejak awal permintaan dirinya kepada pihak pesantren dan keluarga pelaku sangat jelas, hanya dua hal, yakni pengobatan dan pemindahan anaknya ke sekolah dan pesantren baru.

"Ia betul memberikan uang kompensasi di amplop waktu itu. Permintaan saya kan jelas dua poin. Isi amplop itu, sebutlah cukup untuk medical check-up ya, tapi untuk poin keduanya kan jauh. Saya dalam pertemuan dengan perwakilan keluarga pelaku dan perwakilan pesantren sudah sangat jelas saya katakan saya nggak akan miduit (meminta uang)," ujar Ricky kepada detikJabar.

"Kalau mau ke dokter, silakan bayar ke dokternya. Kemudian pindahkan ke pesantren yang lain anak saya, silakan biayanya langsung saja ke pesantren yang baru," lanjutnya.

Dia menegaskan, dirinya bahkan menyarankan agar beban biaya tidak ditanggung satu pihak saja karena menurut pengakuan anaknya, pelaku tidak hanya satu orang.

"Pihak pelaku punya itikad baik, mereka menyerahkan amplop itu. Saya menyarankan, pelaku itu bukan hanya satu orang. Menurut pengakuan anak saya, pelaku itu ada lima orang. Kalau dengan pesantren, itu ada enam pihak yang bertanggung jawab," ucapnya.

"Saya bilang sok atuh jangan sampai berat di satu orang saja ke ayahnya salah satu pelaku. Komunikasikan dengan keluarga pelaku yang lain. Saya minta tolong ke pihak pesantren waktu itu datang ke rumah, saya meminta komunikasikan dengan para pelaku yang lain karena kata anak saya ada lima orang pelakunya," jelas RA.

Ricky juga sempat menyebutkan perkiraan biaya yang harus ditanggung.

"Supaya apa? Supaya nggak terlalu berat. Karena kalau menghitung nominalnya taruhlah kalau ke dokter itu Rp 800 ribu sampai Rp 1 jutaan, ditambah kalau pindah pesantren sekitar Rp 4 jutaan. Sekarang teh saya bilang langsung bayar ke pesantren yang baru. Jadi total sekitar Rp 5 juta kan, kalau dibagi 5 orang kan sekitar Rp 1 jutaan kan," katanya.

Yang membuatnya kecewa, justru muncul permintaan agar ia menandatangani surat pernyataan damai. "Saya memberikan saran supaya tidak ditanggung oleh satu orang. Saya juga kasihan kalau cuma ditanggung satu orang saja, sedangkan pelakunya kan banyakan. Jawaban mereka, 'iyah atuh'. Saya pikir dengan pengertian itu mereka mengerti. Eh, malah nodong saya harus tanda tangan bahwa seolah persoalan selesai," ungkapnya.

"Ketika saya menolak tanda tangan, malah dianggap saya tidak punya itikad baik. Itu yang bikin saya emosi. Jadi kok saya yang tidak punya itikad baik?" sambungnya.

RA menegaskan, dirinya tidak menuntut nominal tertentu, apalagi mencari keuntungan pribadi. "Saya tidak pernah kok meminta atau menuntut mau uang berapa. Saya tidak memperhitungkan efek ke depan anak saya bagaimana, saya tidak memperhitungkan itu loh. Hanya biaya pengobatan dan biaya pindah pondok pesantren, silakan tanggung oleh para pelaku," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: KPAI Terima 973 Aduan Kekerasan Anak pada Januari-Juli 2025"
[Gambas:Video 20detik]
(sya/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads