Santri berinisial AAF (13) yang juga pelajar kelas 2 SMP, mengalami dugaan kekerasan fisik dan psikis di sebuah pondok pesantren di Kecamatan Cikidang, Kabupaten Sukabumi.
Selain itu, korban juga dicekoki obat-obatan oleh seniornya. Sang ayah, RA (42) (sebelumnya ditulis inisial RO), masih mengingat jelas momen saat menjemput putranya malam itu.
"Waktu pertama dijemput dari pondok, anak saya nggak mau ngomong apa-apa, cuma nangis saja. Dari wajahnya kelihatan ketakutan. Saya sebagai orang tua bisa menyimpulkan anak saya kena mental," ujar RA saat diwawancarai detikJabar, Selasa (5/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut RA, AAF kini berubah jadi pendiam. Tak lagi ceria seperti dulu. Ia bahkan menolak untuk kembali bersekolah atau mondok di tempat yang sama.
"Sekarang dia cenderung lebih diam dari biasanya," ucap RA lirih.
Lebih jauh, RA mengungkap, kekecewaannya setelah mengetahui para pelaku masih berada di pondok tersebut. Bagi AAF, mungkin ia sudah menutup pintu. Tapi bagi RA, sikap pihak pondok justru memperparah luka.
"Reaksi anak saya ya udah nggak mau balik lagi ke pondok. Tapi saya sebagai orang tua kecewa, kenapa para pelaku masih dibiarkan di sana," tegasnya.
RA mengaku, awalnya memilih jalur kekeluargaan karena tidak ingin ribet secara hukum dan masih menghargai pihak pesantren. Namun, ia merasa kecewa karena upaya penyelesaian yang ditawarkan tak kunjung membuahkan hasil.
"Awalnya saya nggak mau ribet jalur hukum. Tapi justru sikap dari pimpinan pondok sendiri yang bikin saya mantap melanjutkan ini ke jalur hukum," katanya.
Ia menyebut, pihak pondok sempat datang ke rumah membawa surat pernyataan agar kasus dianggap selesai dan ia diminta menandatangani. RA menolak karena permintaan sederhana untuk memindahkan sekolah anaknya belum juga ditindaklanjuti.
"Ada upaya mediasi, tapi hasilnya nol. Malah sempat mereka datang ke rumah bawa surat pernyataan bahwa kasus ini sudah selesai. Saya tolak," ujarnya.
RA menilai pondok lalai dalam pengawasan. Ia menuntut agar bukan hanya pelaku yang diproses, tapi juga pihak lembaga ikut bertanggung jawab.
"Sudah seharusnya pondok bertanggung jawab secara hukum. Karena kejadian ini terjadi di sana," tegasnya.
Kasus ini, kini ditangani Polres Sukabumi. RA melapor pada 30 Juli 2025. AAF sudah divisum. Ia juga sudah melapor via online ke DP3A dan KPAI, meski belum mendapat balasan.
Sementara untuk bantuan hukum, RA menyebut, sudah menjalin komunikasi dengan LBH yang siap mendampingi jika dibutuhkan.
Diberitakan, seorang santri berusia 13 tahun asal Kota Sukabumi diduga mengalami kekerasan fisik dan psikis selama mondok di sebuah pesantren di Kecamatan Cikidang, Kabupaten Sukabumi.
Tak hanya disiksa, korban juga mengaku dicekoki belasan butir obat warung oleh teman satu pondoknya.
Kasus ini kini dilaporkan ke Polres Sukabumi dan tengah dalam proses penyelidikan.
(sya/mso)