Aparat Polres Tasikmalaya Kota memutuskan untuk mengirim pria inisial A warga Kampung Cilongkeang, Desa Dirgahayu, Kecamatan Kadipaten Kabupaten Tasikmalaya ke rumah sakit jiwa.
Pria gaek berusia 70 tahun itu, merupakan terduga pelaku pembunuhan sadis terhadap Karna (96) seorang veteran pada Kamis (31/7/2025) lalu.
Langkah polisi mengirim terduga pelaku ke rumah sakit jiwa ini, untuk memastikan kondisi kejiwaan pria tersebut. Rencananya A akan dikirim ke RSJ Provinsi Jawa Barat di Cisarua Kabupaten Bandung Barat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami akan mengirim yang bersangkutan ke RSJ Cisarua Bandung, direncanakan selama 14 hari dia akan menjalani pemeriksaan kesehatan," kata Kasat Reskrim Polres Tasikmalaya Kota, AKP Herman Saputra, Senin (4/8/2025).
Per hari ini, A masih mendekam di sel khusus atau sel terpisah di Mapolres Tasikmalaya. Pemeriksaan atau pengiriman yang bersangkutan ke RSJ masih menunggu proses kelengkapan dokumen pendukung.
"Sekarang masih di Polres, setelah dokumen persyaratannya lengkap langsung dikirim ke RSJ," kata Herman.
Sebelumnya aksi kakek sangar dan pemarah ini membuat publik Tasikmalaya terhenyak. Betapa tidak secara membabi buta dia menghabisi nyawa Karna (96) tetangganya sendiri tanpa alasan yang jelas. Karna tewas dengan luka bacokan di bagian kepalanya.
Usai kejadian atau pada Jumat (1/8/2025), polisi melakukan autopsi terhadap jenazah Karna di RS Sartika Asih Bandung. Setelah itu jenazah Karna diserahkan kepada pihak keluarga untuk dimakamkan.
Sejumlah fakta-fakta berhasil diungkap polisi, salah satunya terkait terduga pelaku A yang telah membuat daftar orang-orang yang akan dia serang atau death note (catatan kematian). Total ada 7 nama yang jadi target A. Dalam death note itu, Karna merupakan target nomor 7 dari pelaku A (70).
"Ada beberapa nama yang ditulis dan disebut sama pelaku itu, calon yang akan dibunuh sama dia, karena di otak (pikiran) dia, mereka itu pencuri. Sampai ditulis ada 7 orang yang harus dia bunuh, termasuk korban di daftar terakhir yang dia ditulis, di otak dia kalau pencuri harus dibunuh," kata AKP Herman Saputra.
Sebelumnya menantu korban, Endang mengatakan A selama ini sering marah jika dia atau keluarganya mengurus kebun.
"Jadi kebun punya dia, dulu dibeli oleh bapak (korban). Nah setelah sakit, dia selalu marah kalau melihat kami sedang mengurus kebun itu," kata Endang.
A juga diduga over protective, terhadap harta benda miliknya. Dia sering menuduh orang-orang sebagai pencuri.
"Anaknya masang toren (penampungan air) di depan rumah, sama dia dibongkar dan dipaksa dimasukkan ke dalam rumah, karena takut ada yang mencuri. Orang sering lewat depan rumahnya ditempeleng, sama dituduh mau mencuri," kata Endang.
Usai peristiwa berdarah yang merengut nyawa mertuanya, Endang berharap A tidak dikembalikan ke kampung mereka. Endang mengaku paham orang sakit jiwa bisa lolos dari jerat hukum, tapi dia tetap menuntut A bisa enyah dari kampung mereka.
"Pokoknya kami semua menolak dia kembali ke lingkungan kami. Cukup mertua saya saja yang jadi korban. Kami sudah sangat lelah dengan perilakunya," kata Endang.
(yum/yum)