Dugaan batu prasasti kuno seberat 2,5 ton yang terletak di tengah pemukiman warga di Gang Cimaung, RW 07, Kelurahan Tamansari, Kota Bandung, tengah menjalani proses ekskavasi atau penggalian.
Sebelumnya, batu dengan tinggi sekitar setengah meter tersebut menyembul di atas tanah dan telah ditemukan warga bertahun-tahun lalu. Peneliti dan arkeolog pun telah beberapa kali melakukan studi terhadap batu tersebut, namun hingga saat ini belum ada simpulan yang pasti.
Berdasarkan pantauan detikJabar, di atas permukaan batu berbentuk lonjong tersebut terdapat dua baris goresan yang membentuk serupa tulisan atau simbol tertentu. Di samping guratan tulisan tersebut, terdapat serupa 'cap' tapak kaki seukuran kaki bayi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk menguji keotentikan batu yang diduga prasasti tersebut, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung melakukan pendalaman kajian, termasuk di antaranya dengan melakukan proses ekskavasi yang telah dilakukan selama beberapa hari belakangan. Proses ini juga melibatkan arkeolog, antropolog, epigraf, hingga konservator.
"Awal diteliti itu sudah dari awal tahun 2000-an, hanya saja belum ada kepastian dari pemerintah untuk penanganan objek ini. Karena memang masih ada ketidaksepahaman antara peneliti-peneliti. Ada yang menyatakan ini prasasti, ada juga yang menyatakan ini prasasti palsu," ungkap Pamong Budaya Ahli Pertama Disbudpar Kota Bandung Garbi Cipta Perdana ketika ditemui di lokasi, Rabu (16/7/2025).
Ia memaparkan, penggalian dilakukan sedalam satu setengah meter sebagai upaya memahami konteks keterkaitan tanah dan lingkungan di sekitarnya terhadap keberadaan batu tersebut. Konteks ini, ia mengatakan, adalah salah satu unsur yang penting untuk didalami selain meneliti goresan-goresan yang ada di permukaan objek.
"Kita cek sampai ke kedalaman ujung batu itu seperti apa. Istilahnya mencari matriksnya, ada keterkaitan apa dengan objek ini," ujarnya.
"Untuk menguji keautentikannya kita tidak hanya fokus ke goresannya, tapi mencoba cari ke konteks arkeologinya, di tanahnya bagaimana," lanjutnya.
Dalam delapan hari proses ekskavasi, Garbi menuturkan, temuan sementara memperlihatkan bahwa lapisan tanah yang berada di bawah batu tersebut mayoritas adalah tanah adukan. Adapun tanah adukan adalah tanah yang sudah tercampur aktivitas manusia.
Tanah adukan tersebut telah mengendap sedalam 140cm di bawah batu. Dari kedalaman 140cm ke bawah, tanah yang digali sudah menunjukan tanah natural yang tidak ada intervensi manusianya. Dari sanalah kemudian penelitian akan terus dikembangkan.
Sementara itu, dari sisi pembacaan guratan di permukaan batu, Garbi merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa guratan tersebut adalah aksara Sunda kuno. Hal tersebut, ia mengatakan, akan dikaji ulang.
"Ini juga kami akan coba baca ulang, maksudnya mengkritisi pembacaan-pembacaan terdahulu karena peneliti sebelumnya melakukan pembacaan awal saja yang bersifat sementara," terangnya.
Bila batu tersebut terbukti merupakan prasasti kuno, Garbi mengatakan, maka ada dua opsi yang bisa dilakukan. Pertama adalah melestarikan prasasti di lokasi aslinya. Hal ini memerlukan penataan di wilayah sekitarnya.
"Atau yang paling memungkinkan sih batunya dibawa ke museum. Tapi memang karena batunya dua setengah ton, sepertinya perlu penanganan khusus ketika mau diangkut," tutupnya.
Ditemukan Warga
Kusnadi (57) adalah salah satu warga yang tinggal bersebelahan dengan batu dugaan prasasti tersebut. Ia yang juga lahir di kawasan itu mengatakan, batu tersebut sudah ada di sana bahkan ketika area sekitarnya masih berbentuk kali. Sebelumnya, di belakang batu tersebut terdapat sebuah pohon yang kini ditebang.
"Awalnya itu warga yang melihat, orang yang buang sampah, dan orang-orang yang ngontrak di sini. Itu sekitar tahun 2009," ujar Kusnadi.
Meski puluhan tahun tinggal bersebelahan dengan batu tersebut, ia mengaku tidak pernah menyadari ada hal yang tak lazim di permukaannya. Beberapa tahun selepas penemuan tersebut, para peniliti pun mulai melakukan kajian.
"Dari 2018 sudah ada yang nyelidiki ini, katanya batu sejarah. Kalau saya mah enggak tau ini sejarah apa, tulisannya juga saya enggak tahu," ungkapnya.
(sud/sud)