Gusar Warga Sukahaji Bandung Hadapi Ancaman Pengosongan Lahan

Gusar Warga Sukahaji Bandung Hadapi Ancaman Pengosongan Lahan

Rifat Alhamidi - detikJabar
Selasa, 08 Apr 2025 20:17 WIB
Suasana Gang Satata Sariksa, Kelurahan Sukahaji, Kota Bandung. Warga di sana saat ini sedang dilanda kecemasan karena menghadapi ancaman penggusuran.
Suasana Gang Satata Sariksa, Kelurahan Sukahaji, Kota Bandung. Warga di sana saat ini sedang dilanda kecemasan karena menghadapi ancaman penggusuran. (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar)
Bandung -

Ribuan warga yang tinggal di Gang Satata Sariksa, Kelurahan Sukahaji, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung, saat ini sedang dilanda gundah-gulana. Rumah mereka yang telah dihuni selama puluhan tahun terancam dibongkar setelah ada pihak yang mengklaim sebagai pemilik sah lahan di sana.

Pantauan detikJabar, Selasa (8/4/2025), di pemukiman warga, sudah dipasang seng penutup dengan stiker peringatan yang berlatar putih dan merah. Di stiker itu tertulis bahwa lahan tersebut adalah milik sepasang suami istri berinisial JJS dan JK.

Informasi yang dihimpun, keduanya mengklaim sebagai pemilik lahan di sana yang kini sudah dihuni 2.000 kepala keluarga (KK) di 4 RW. Adapun tanah yang mereka klaim disebut seluas 7 hektar berdasarkan kepemilikan 83 sertifikat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ditemui di lokasi, Asmawe, warga Sukahaji mengatakan bahwa ia dan keluarganya sudah tinggal di sana sejak 21 tahun yang lalu. Ia bisa mendirikan rumah di tempat itu setelah mendapatkan warisan dari orang tuanya.

"Tanah ini dari mertua diberikan untuk keluarga saya. Saya enggak mau pindah karena ini peninggalan orang tua," katanya.

ADVERTISEMENT

Pipih, warga lainnya, juga menyatakan bahwa ia telah menempati rumah di sana sejak 1996. Menurutnya, ancaman pengosongan sudah empat kali terjadi, termasuk pada tahun ini.

"Saya sudah tinggal di daerah ini sejak 1996. Dulu tinggalnya tidak di rumah sekarang karena sempat tergusur juga. Nah sekarang yang saya tinggal di sini yang dulu dikontrak sama ipar," ucap Pipih.

Pipih mengaku akan tetap bertahan di rumah tersebut. Sebab, orang yang mengklaim sebagai pemilik lahan kata dia, tidak pernah menunjukkan bukti keabsahan kepemilikan tanah kepada warga sekitar.

"Jadi dulu pernah ada juga yang ngaku lahan mereka ini kalau tidak salah waktu adik saya SMP, tapi tidak pernah ke sini lagi," ungkapnya.

Karena menghadapi ancaman penggusuran, warga pun menggugat JJS dan JK ke Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Gugatan sudah teregister dengan nomor 119/Pdt.G/2025/PN Bdg dan dijadwalkan menggelar sidang perdana pada 10 April 2025.

Pengacara warga, Fredy Panggabean, memaparkan tentang kronologi masalah ini bisa terjadi. Ia mengatakan, awalnya, warga menempati lahan tersebut karena merupakan tanah kosong yang terlantar dan digunakan sebagai lahan garapan untuk perkebunan dan sawah sejak 1985.

Kemudian, warga juga mendapatkan izin dari kelurahan hingga kecamatan supaya mengelola lahan tersebut untuk keperluan berkebun, membuat kolam ikan hingga sarana olahraga. Sejak saat itu, tidak pernah ada pihak yang datang mengklaim sebagai pemilik lahan di sana.

Bahkan kata Fredy, saat terjadi pembebasan lahan untuk Jalan Terusan Pasirkoja ke Jalan Soekarno-Hatta sebagai penghubung akses Tol Pasirkoja pada 1990-1992, tidak pernah ada yang mengklaim tanah garapan tersebut. Sampai kemudian, warga yang tinggal di sana lalu memperjualbelikan tanah itu kepada warga lain, dan akhirnya dibangun rumah sejak 1995.

Akhirnya, pada 2010-2013, muncul pihak yaitu sepasang suami istri JJS dan JK yang mengklaim sebagai pemilik lahan tersebut. Keduanya mengaku punya legalitas berupa 83 sertifikat hak milik seluas 7 hektar.

"Kami sedang mengajukan gugatan ke pengadilan, karena pengosongan yang mereka lakukan ini tidak berdasarkan hukum dan dilakukan sendiri tanpa ada putusan apapun. Kalau mereka memang pemiliknya, silakan ajukan ke pengadilan," katanya.

Masalahnya kata Fredy, pasutri ini tidak pernah mau menunjukkan sertifikat asli kepada yang mereka klaim sebagai legalitas sah kepemilikan lahan di sana. Justru kemudian, mereka disinyalir melakukan upaya dugaan intimidasi kepada warga supaya mengosongkan rumah mereka dan hanya memberikan kompensasi sebesar Rp 750 ribu.

"Mereka mencoba mengintimidasi warga dengan memberikan kerohiman, ini yang kita lawan. Karena pada akhirnya pihak yang mengaku sebagai pemilik lahan ini tidak dapat membuktikan keaslian dokumen legalitas kepemilikannya kepada warga," tegasnya.

"Makanya sekarang kita ajukan gugatan supaya mereka membuktikan dimana titiknya. Jangan hanya mengklaim tanpa dasar hukum yang kuat, ini yang kita persoalkan. Sebutkan alas haknya, jangan ngambang seperti itu," pungkasnya.




(ral/dir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads